Bongkar Mafia Bea Cukai: Modus Operandi dan Penanganannya
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa (tengah) didampingi Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kemenkeu Djaka Budhi Utama (kiri) berbincang dengan Kepala Kanwil Bea dan Cukai Jateng dan DIY Imik Eko Putro (kanan) disela-sela pengungkapan penindakan penyelundupan barang ilegal dan barang kena cukai (BKC) ilegal sitaan Kanwil Bea dan Cukai Jawa Tengah dan DIY di Kawasan Industri Hasil Tembakau (KIHT) di Desa Megawon, Jati, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, Jumat (3/10/2025). Satuan
06:00
27 Oktober 2025

Bongkar Mafia Bea Cukai: Modus Operandi dan Penanganannya

TAMPAKNYA, langkah Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa membersihkan Kementerian Keuangan, khususnya di sektor Bea Cukai benar-benar serius. Menkeu Purbaya kini bekerja sama dengan Kejaksaan Agung untuk membongkar mafia Bea Cukai.

“Yang under-invoicing, yang selama ini nyelundupin, tekstil, baja segala macam, sudah ada nama-nama pemainnya kan, tinggal kita pilih saja siapa yang mau diproses," kata Purbaya menjawab pertanyaan wartawan (21/10/2025). 

“Kita memang ada kerja sama dengan Kejagung. Kejagung pernah bertanya kalau ada yang salah di Bea Cukai dilindungi apa enggak? Saya bilang enggak,” ujar Purbaya saat ditemui di gedung Kemenkeu, Jakarta Pusat, Kamis malam (23/10/2025)

Penulis, yang juga merupakan pegawai Kemenkeu, telah menyampaikan beberapa modus operandi korupsi di Kemenkeu dalam kolom berjudul “Purbaya Bersih-Bersih Kementerian Keuangan”.

Dalam kolom kali ini, penulis secara khusus akan membahas soal korupsi di Bea Cukai dan saran pembenahan.

Seorang teman berintegritas yang menjabat kepala seksi di DJBC bercerita bahwa rekan-rekannya (sebut saja oknum aparat DJBC) masih bermain dengan eksportir dan importir. Modus operandinya, di antaranya:

  • Pemindahan jalur merah ke hijau
  • Pemeriksaan jalur merah yang tidak dituntaskan
  • Penahan barang keluar pelabuhan/bandara lebih lama untuk memancing negosiasi mempercepat proses keluar/masuk barang
  • Menutupi (mem-backing) penyelundupan barang, baik masuk maupun keluar daerah pabean
  • Menutupi (mem-backing) industri dan peredaran barang wajib cukai tanpa pita cukai

Dalam modus operandi backing kejahatan, oknum aparat DJBC tidak sendirian, tapi bekerja sama dengan oknum aparat penegak hukum lainnya.

Sektor kepabeanan seperti halnya sektor perpajakan, memiliki titik rawan korupsi pada proses bisnis pengawasan.

Kegiatan pengawasan kepabeanan meliputi: pemeriksaan dokumen seperti dokumen pemberitahuan impor barang (PIB) dan pemberitahuan ekspor barang (PEB) serta dokumen custom declaration lainnya; pemeriksaan fisik barang untuk memastikan kesesuaiannya dengan dokumen pemberitahuan; serta proses akhir pengawasan kepabeanan dengan penerbitan Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB), Surat Penetapan Tarif dan Nilai Pabean (SPTNP) jika ditemukan kekurangan pembayaran pajak dan/atau pungutan ekspor/bea masuk, atau Surat Pemberitahuan Jalur Merah (SPJM) jika diperlukan penelitian lebih lanjut.

Calo kepabeanan seperti oknum konsultan dapat berkolaborasi dengan oknum aparat pabean untuk menggeser dari jalur merah ke jalur hijau.

Jalur hijau adalah jalur khusus untuk eksportir-importir yang dianggap patuh atau diskresi pada barang-barang tertentu.

Pada jalur hijau, barang tidak lagi diperiksa sehingga mempercepat lalu lintas barang di pelabuhan/bandara.

Jalur merah adalah jalur pada umumnya, di mana barang akan diperiksa. Pemindahan dari jalur merah ke jalur hijau adalah mutlak kewenangan DJBC. Hal tersebut menjadi titik rawan terjadinya fraud dan korupsi.

Jalur hijau dibuat untuk mempersingkat dwlling time barang dan waiting time kapal/pesawat kargo, sehingga barang tidak menumpuk di pelabuhan/bandara.

Dalam jalur hijau terdapat potensi penyelundupan karena tidak dilakukannya pemeriksaan fisik barang.

Oknum pengusaha ekspor-impor bisa saja rela membayar “sogokan” karena membutuhkan barang cepat keluar dari pelabuhan/bandara.

Pengusaha biasanya berhitung, lebih besar mana antara “sogokan” dengan biaya gudang untuk parkir barang di pelabuhan/bandara menunggu pemeriksaan oleh aparat DJBC.

Eksportir/importir akan menempuh jalan pintas untuk menyuap oknum aparat DJBC apabila biaya gudang jauh lebih besar.

Pemeriksaan fisik di jalur merah bisa saja tidak dituntaskan. Pemeriksaan fisik tidak berarti barang diperiksa seluruhnya, tapi hanya sebagian saja dengan penentuan tingkat pemeriksaan baik 10 persen maupun 30 persen.

Pada praktiknya, oknum bisa saja tidak memenuhi tingkat pemeriksaan yang semestinya. Hal itu yang disebut modus operandi pemeriksaan jalur merah yang tidak dituntaskan.

Setelah pemeriksaan, maka petugas pemeriksa fisik akan memberikan laporan hasil pemeriksaan sebagai dasar rekomendasi terbitnya SPPB, SPTNP, maupun SPJM kepada Kepala KPPBC.

Menkeu Purbaya mensinyalir adanya under-invoicing, artinya barang yang masuk atau keluar daerah pabean jauh di atas atau lebih banyak daripada yang dilaporkan eksportir/importir dalam dokumen pemberitahuan ekspor/impor.

Selain kegiatan pemeriksaan, pengawasan lalu lintas barang pada seluruh wilayah pabean Republik Indonesia juga meliputi patroli di seluruh wilayah pabean untuk mencegah penyelundupan.

Kegiatan patroli bisa dimanfaatkan oleh oknum DJBC bersama oknum aparat TNI/Polri untuk menutupi kejadian penyelundupan (pem-backing-an).

Langkah penanganan

Dalam melakukan penanganan modus operandi, Menkeu Purbaya telah melakukannya dengan baik dengan membuka saluran “Lapor Pak Purbaya!”, meskipun Kemenkeu juga telah sejak dahulu membuka saluran wistleblower di website Kemenkeu.

Menkeu Purbaya akan kesulitan menemukan laporan yang benar-benar didukung  bukti kuat. Pasalnya, bukti yang kuat hanya dimiliki oleh para pelaku korupsi.

Sedangkan pelapor biasanya bersikap layaknya seorang informan yang hanya mendengar atau memiliki informasi secara tidak langsung.

Korupsi di Bea Cukai terjadi karena simbiosis mutualisme antara eksportir-importir dengan oknum aparat DJBC. Kedua pihak kecil kemungkinan akan melapor.

Barang bukti juga sulit diperoleh karena percakapan tidak terekam atau direkam, serta pemberian suap biasanya dalam bentuk uang tunai.

Bahkan, penerima suap uang tunai pun adalah orang lain yang diberikan kepercayaan atau melalui oknum konsultan ekspor-impor.

Laporan yang memiliki bukti kuat, biasanya dilakukan oleh para pihak yang terlibat dalam kasus. Misalnya orang kepercayaan yang menerima suap uang tunai merasa tidak menerima pembagian yang adil, sehingga ia melapor.

Ada sejumlah langkah cepat yang dapat dilakukan.

Pertama, menindaklanjuti secara transparan laporan PPATK terkait kasus Rp 349 triliun yang melibatkan pejabat Bea Cukai. Perlu dibentuk tim khusus yang tidak berasal dari internal DJBC dan Kemenkeu, serta bekerja sama dengan Kejaksaan Agung dan Kepolisian.

Kedua, Menkeu Purbaya perlu menunjuk tim pengawasan incognito, yang bertugas mengawasi pejabat Bea Cukai secara melekat, termasuk keluarganya, untuk memastikan pejabat tersebut bebas dari persoalan integritas.

Inspektorat Jenderal seharusnya menyusun tindakan pengawasan yang tidak biasa. Inspektorat Jenderal jangan hanya duduk di belakang meja dan memeriksa dokumen saja.

Pengawasan melekat secara incognito harus dilakukan kepada pejabat yang terpapar risiko korupsi.

Ketiga, melakukan mutasi atau reposisi pejabat bea cukai, dengan harapan pejabat baru akan menemukan pelanggaran pejabat lama, serta pejabat baru harus berkomitmen mengawal pembenahan atau reformasi birokrasi sesuai program Menkeu Purbaya.

Reformasi birokrasi hanya dapat dilakukan dengan mutasi pegawai terlebih dahulu. Aktor reformasi birokrasi adalah pegawai atau pejabat baru, bukan pegawai atau pejabat lama.

Sehingga sebelum melakukan perbaikan dan pembenahan, Menkeu Purbaya harus melakukan mutasi pegawai terlebih dahulu, khususnya pegawai yang memangku jabatan penentu kebijakan reformasi birokrasi.

Keempat, digitalisasi proses bisnis kepabeanan dan cukai. Digitalisasi akan meningkatkan transparansi, penjejakan pelanggaran, serta meniadakan tatap muka petugas DJBC dengan eksportir/importir serta perusahaan yang wajib cukai.

Dengan digitalisasi, seluruh keputusan setiap tahapan ditentukan oleh sistem dan petugas tidak dapat mengintervensi sistem.

Kelima, bekerjasama dengan KPK dan instansi terkait untuk memverifikasi laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) dan Laporan Harta Kekayaan ASN (LHKASN) yang dilaporkan pejabat/pegawai Bea Cukai.

Harta Rafael Alun, eks pegawai DJP, pada LHKPN yang dilaporkan ke KPK pada tahun 2022 sebesar Rp 56,7 miliar. Namun nilai korupsi Rafael Alun yang ditemukan KPK mencapai Rp 111,2 miliar (Detik.com).

Belajar dari kasus Rafael Alun, maka verifikasi LHKPN harus dilakukan secara menyeluruh, tidak hanya sampling.

Verifikasi LHKPN adalah tugas Deputi Pencegahan KPK, sehingga Kemenkeu dapat melakukannya dalam kerangka memverifikasi LHKASN.

Ide untuk mewajibkan seluruh ASN menyampaikan LHKASN, disampaikan penulis saat menjadi anggota tim ahli Menteri PANRB ke Menteri PANRB saat itu, Yuddy Chrisnandi, dan ditindaklanjuti dengan Surat Edaran Menteri PANRB.

Saat ini, semua kementerian/lembaga dan pemerintah daerah telah mewajibkan ASN melaporkan LHKASN, termasuk Kementerian Keuangan.

Bisa saja pegawai melaporkan hartanya lebih rendah untuk menutupi nilai harta yang tidak sesuai dengan profil gaji dan tunjangan yang diterimanya.

Dengan demikian, untuk menyelidiki integritas pegawai Kemenkeu, Menkeu Purbaya mesti bekerjasama dengan PPATK.

 

PPATK memiliki kewenangan dan akses untuk melihat dan menganalisis semua transaksi perbankan, sehingga kerja sama yang dibangun dengan PPATK akan membantu mendalami transaksi mencurigakan pegawai Kemenkeu.

Selain kerja sama dengan PPATK, Menkeu Purbaya mesti bekerjasama dengan Kementerian ATR/BPN untuk memverifikasi dan mencari harta tanah yang dimiliki pegawai Kemenkeu.

Kerja sama dengan Polri juga diperlukan untuk memverifikasi dan mencari harta kendaraan bermotor yang dimiliki pegawai Kemenkeu.

Bahkan kerja sama dengan OJK untuk memverifikasi dan mencari kepemilikan aset finansial pegawai Kemenkeu melalui single investor identification (SID).

Sementara kerja sama dengan Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (Ditjen AHU) diperlukan untuk mencari dan memverifikasi entitas badan hukum yang dimiliki pegawai Kemenkeu.

Tag:  #bongkar #mafia #cukai #modus #operandi #penanganannya

KOMENTAR