Digitalisasi Koperasi: Bertransformasi atau Terdisrupsi
KOPERASI adalah motor penggerak ekonomi rakyat. Data statistik yang dirilis BPS mendukung premis itu. Tak main-main, jumlah koperasi aktif di Tanah Air terus meningkat mencapai 131.617 unit pada 2024.
Laporan lain menyebut bahwa volume usaha koperasi sudah mendekati Rp 200 triliun. Potensi besar ini hanya bisa ditingkatkan apabila koperasi bergerak cepat memanfaatkan teknologi digital sebagai alat transformasi (Telkomsel, 23/9/2025).
Koperasi tak lagi hanya berfungsi sebagai badan usaha, tetapi sekaligus menjadi entitas bisnis untuk menyejahterakan anggota dan komunitasnya serta penggerak ekonomi dan bisa menjadi pendukung pertumbuhan start up negeri ini.
Digitalisasi
Saat dunia memasuki transformasi digital, maka koperasi sudah saatnya mengoptimalkan pemanfaatan teknologi informasi. Melakukan transformasi digital sistemik adalah tuntutan yang tak dapat dielakan. Pilihannya adalah bertransformasi atau terdisrupsi.
Penggunaan teknologi informasi sudah menyentuh layanan publik esensial secara luas. Digitalisasi tak hanya meningkatkan efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas, tetapi juga daya saing dan layanan terbaik organisasi koperasi.
Tanpa digitalisasi, koperasi berisiko terus tertinggal dari entitas bisnis lain maupun platform digital yang menawarkan kemudahan.
Teknologi pun dapat memperluas pasar, jangkauan layanan, meningkatkan kepercayaan, dan mempermudah transaksi.
Melalui platform digital, produk dalam negeri juga bisa dipasarkan tanpa terhambat ruang dan waktu. Koperasi harus berada di garis depan dalam upaya membanjiri produk e-commerce dalam model bisnis seperti marketplace.
Jumlah warganet Indonesia yang mencapai sekitar 230 juta jiwa, dengan dominasi generasi muda Gen Z, Milenial, dan Gen Alpha (Survey APJII 2025), adalah pasar yang sangat besar.
Koperasi harus merebut pasar digital raksasa ini dari pemain asing dan mengisinya dengan produk domestik.
Digitalisasi juga memungkinkan proses administrasi organisasi lebih cepat, efisien, dan akurat. Digitalisasi prasyarat untuk terus mempertahankan relevansi koperasi, dan berkompetisi.
Namun, pendekatan digital harus dilakukan berbasis kebutuhan agar tepat sasaran dan dilakukan secara bertahap agar memberi manfaat besar.
Efisiensi administrasi, efektivitas operasional, peningkatan daya saing, perluasan pasar, efisiensi produksi dan manajemen keuangan.
Pelaporan digital memungkinkan anggota memantau aktivitas koperasi secara realtime dan mandiri, yang dapat memperkuat akuntabilitas. Transparansi digital adalah fondasi utama untuk membangun peningkatan kepercayaan publik terhadap koperasi.
Aplikasi koperasi digital sebagai solusi untuk menjawab tantangan akses layanan 24/7 dengan transaksi cepat dan aman, termasuk fitur mobile, akan sangat memudahkan dan menjadi daya tarik bagi anggota.
Namun harus dipahami, transformasi digital tak seperti membalik telapak tangan. Literasi digital pengurus dan anggota, investasi teknologi, penanganan risiko keamanan data, dan mengubah pola pikir dan kebiasaan adalah bagian yang harus menjadi prioritas.
Dengan strategi tepat, termasuk pemetaan kebutuhan, pemilihan aplikasi, hingga evaluasi berkelanjutan, koperasi dapat bertahan, berkembang dan tumbuh.
Digitalisasi akan berdampak pada efisiensi operasional, dan otomasi akan mendukung keberlanjutan organisasi, menghemat biaya dan mengurangi kesalahan.
Tata kelola dan risiko digital
Konteks tata kelola koperasi menjadi isu sentral, penggunaan teknologi digital bisa membantu mengatasi persoalan governance.
Diperlukan kebijakan dan pedoman untuk memastikan bahwa seluruh proses berjalan sesuai rencana dan tak melanggar hukum, dilakukan secara konsisten, terdokumentasi, dan dapat diakses real time.
Penguatan koperasi melalui pasal-pasal tata kelola digital dalam RUU Koperasi akan mendorong inovasi sekaligus memperbaiki kualitas good corporate governance koperasi.
Materi muatan yang mendorong transformasi digital dalam RUU Koperasi menjadi instrumen kunci untuk membangun tata kelola koperasi modern dan kompetitif.
Digitalisasi koperasi tentu harus tetap mewaspadai risiko digital. Ketika suatu bisnis berkembang, permukaan serangannya pun akan meluas, dan meningkatkan paparan ancaman siber.
Mitigasi risiko adalah langkah penting dalam proses dan implementasi digitalisasi koperasi.
Apa itu mitigasi risko? IBM dalam publikasinya “What is risk mitigation?” menyatakan bahwa mitigasi risiko merupakan salah satu langkah penting dalam proses manajemen risiko.
Mitigasi risiko adalah puncak dari teknik dan strategi yang digunakan untuk minimalisasi tingkat risiko dan menguranginya ke tingkat yang dapat ditoleransi.
Dengan meniadakan ancaman dan bencana, organisasi akan berada dalam posisi yang kuat untuk mengeliminasi dan membatasi kemunduran.
Tujuan mitigasi risiko bukanlah untuk menghilangkan ancaman. Namun, perencanaan dalam menghadapi bencana yang tak terelakkan dan memitigasi dampaknya bagi keberlangsungan bisnis termasuk risiko serangan siber.
Mitigasi risiko digital koperasi perlu dikembangkan untuk mengurangi risiko dan insiden digital termasuk pelanggaran data pribadi dan trade secrets.
Langkah ini diperlukan agar organisasi dapat terus mengembangkan operasinya dengan percaya diri dan terhindar dari pelanggaran dan risiko hukum.
Edward Kost dan Phil Ross dalam laporan risetnya berjudul "What is Digital Risk? Definition and Protection Tactics" (4/12/2025) menyatakan, risiko digital merujuk pada semua konsekuensi tak terduga, yang timbul dari transformasi digital dan mengganggu pencapaian tujuan bisnis.
Edward Kost yang merupakan ahli Cybersecurity berlatar mechanical engineering menyebut risiko digital sebagai ancaman yang muncul akibat penggunaan teknologi dalam operasional bisnis.
Ancaman ini meluas seiring meningkatnya digitalisasi. Dapat diidentifikasi setidaknya 9 risiko digitalisasi yang mencakup keamanan siber, kebocoran data, risiko cloud, kepatuhan regulasi, otomatisasi proses, ketahanan layanan, data pribadi, risiko pihak ketiga, dan kekurangan talenta digital.
Dalam konteks koperasi, serangan siber, kebocoran data, dan pelindungan data pribadi merupakan ancaman dan risiko paling kritikal, karena akan menyangkut biaya atas insiden dan reputasi organisasi.
Insiden peretasan, apalagi dengan modus ransomware, kelalaian staf yang berdampak kebocoran atau tersebarnya data pribadi, manipulasi data dan insiden digital lainnya dapat menyebabkan terjun bebasnya reputasi, tuntutan hukum, hingga penghentian kegiatan operasional.
Oleh karena itu, pelindungan risiko digital (digital Risk Protection) atau DRP, sangat penting diterapkan termasuk oleh pihak ketiga.
Diperlukan tindakan preventif untuk menutup kerentanan sejak level hulu (upstream), monitoring dan evaluasi di tataran operasional dan implementasi, dan penegakan aturan serta kemampuan pulih jika terjadi insiden di level hilir (downstream).
Dalam rangka digitalisasi, pengurus koperasi juga harus mengetahui seluruh aset digitalnya agar bisa menganalisis ancaman yang muncul, dan melakukan langkah tepat dalam berbagai situasi.
Tag: #digitalisasi #koperasi #bertransformasi #atau #terdisrupsi