



Pemerintahan Prabowo-Gibran Genap Satu Tahun jadi Tantangan Menkeu Purbaya Hadirkan Investasi Produktif
- Memasuki satu tahun pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, menjadi pembuktian bagi pemerintah untuk menghadirkan investasi yang lebih produktif. Khususnya, terkait rencana besar modernisasi alat utama sistem persenjataan (alutsista) dalam memperkuat postur pertahanan nasional.
Peneliti Laboratorium 45 (Lab 45) Dyah Ayu Gendiswardani menyatakan, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewo dinilai harus mampu memastikan kebijakan fiskal tetap tangguh dan efisien untuk menopang pembiayaan modernisasi alutsista.
"Tantangan utama yang dihadapi Menkeu Purbaya bukan hanya menjaga keseimbangan fiskal, tetapi juga memastikan bahwa setiap rupiah utang yang ditarik menjadi investasi produktif bagi perekonomian nasional," kata Dyah dalam keterangan tertulis, Kamis (23/10).
Kementerian Keuangan diketahui telah menyetujui pembiayaan alutsista untuk tahun 2026 sebesar Rp 160 triliun. Anggaran itu mencakup sejumlah proyek besar seperti pengadaan pesawat tempur generasi 4.5 J-10 buatan Tiongkok senilai Rp 26,49 triliun, pesawat tempur generasi 5 KAAN dari Turkiye sebesar Rp 19,86 triliun, kapal perang ringan I-Class frigate dari Turkiye senilai Rp 18,21 triliun, hingga kapal induk bekas Garibaldi dari Italia sebesar Rp 7,45 triliun.
“Besarnya nilai pengadaan ini harus disertai dengan strategi pembiayaan yang kredibel dan efisien,” ujar Dyah.
Ia menambahkan, penggunaan mekanisme pinjaman luar negeri tanpa rupiah murni pendamping (RMP) memang memberikan fleksibilitas luar biasa bagi pemerintah. Dalam Buku II R-APBN 2026, tercatat alokasi fungsi pertahanan mencapai Rp 335 triliun, atau sekitar 1,5% dari PDB nasional. Angka itu jauh di atas rata-rata dekade sebelumnya yang hanya berkisar 0,7–0,8% dari PDB.
“Namun, tanpa tata kelola fiskal yang disiplin, peningkatan belanja pertahanan bisa berbalik menjadi tekanan ekonomi, terutama jika pertumbuhan ekonomi tidak mengimbangi beban utang baru,” papar Dyah.
Selain sektor pertahanan, pemerintahan Prabowo-Gibran juga menggulirkan berbagai program sosial dan ekonomi yang menelan anggaran besar. Program makan bergizi gratis Rp335 triliun, Koperasi Merah Putih Rp 181,8 triliun, pembangunan tiga juta rumah Rp 57,7 triliun, hingga ketahanan energi Rp 402,4 triliun menunjukkan arah kebijakan yang ekspansif.
Tantangan makin besar ketika Indonesia juga dihadapkan pada jatuh tempo utang pemerintahan sebelumnya. Meski demikian, pemerintah berencana kembali menarik utang baru senilai Rp 781,9 triliun untuk tahun 2026, tertinggi dalam lima tahun terakhir.
“Utang pada dasarnya bukan hal yang salah, selama ditarik untuk proyek yang menghasilkan multiplier effect bagi ekonomi. Masalah muncul ketika utang digunakan untuk membayar bunga utang lama atau belanja yang tidak produktif,” tegas Dyah Ayu.
Ia juga mengingatkan agar Menkeu Purbaya lebih selektif dalam memilih skema pinjaman luar negeri. Dengan demikian, pembiayaan pertahanan maupun program sosial bisa berjalan beriringan tanpa menimbulkan ketimpangan fiskal yang berlebihan.
“Kesepakatan pinjaman harus memberikan jangka waktu (tenor) dan suku bunga yang tidak membebani. Pemerintah perlu menjaga kredibilitas fiskal agar tetap dipercaya investor dan lembaga keuangan internasional,” ujarnya.
Lebih lanjut, Dyah menegaskan satu tahun pertama pemerintahan Prabowo-Gibran adalah masa pembuktian bagi Purbaya Yudhi Sadewo untuk mengubah pola pembiayaan negara menjadi lebih produktif.
“Jika kebijakan fiskal diarahkan pada investasi yang berdaya ungkit tinggi, Indonesia bukan hanya mampu memperkuat pertahanan, tetapi juga menciptakan ketahanan ekonomi jangka panjang,” pungkasnya.
Tag: #pemerintahan #prabowo #gibran #genap #satu #tahun #jadi #tantangan #menkeu #purbaya #hadirkan #investasi #produktif