



Kemendag Tolak Usulan Pengenaan BMAD Impor Benang Filamen Sintetik Asal China
- Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso menolak usulan pengenaan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) terhadap impor produk benang filamen sintetik tertentu yang berasal dari China.
Keputusan tersebut tertuang dalam surat balasan yang ditujukan Budi Santoso kepada Ketua Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) per 13 Juni 2025.
Dalam surat itu, Mendag membeberkan alasan menunda pengenaan BMAD bagi produk benang filamen sintetik asal China.
Penolakan itu mempertimbangkan masukan dari Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto yang meminta agar pengenaan BMAD benang filamen harus dilakukan pembahasan komprehensif dalam rapat tim Pertimbangan Kepentingan Nasional (PKN).
“Mempertimbangkan masukan dalam rangka kepentingan nasional yang disampaikan Menteri Bidang Perekonomian melalui surat Nomor PI.02.03/105A/M.EKON/04/2025 tanggal 11 April 2025 menyampaikan agar pengenaan BMAD Benang Filamen diharapkan untuk dilakukan pembahasan komprehensif dalam rapat Tim PKN dengan pertimbangan untuk ditinjau kembali,” demikian isi surat Mendag, dikutip Kamis (19/6/2025).
Masukan senada juga datang dari Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, yang menilai perlunya pembahasan mendalam terkait pemenuhan quality, cost, delivery (QCD), konfirmasi mengenai kebutuhan nasional benang filamen sintetik tertentu yang belum dapat dipenuhi oleh industri domestik.
Lalu, pertimbangan atas usulan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Rachmat Pambudy, di mana pengenaan BMAD perlu dikaji lebih lanjut guna memastikan kebijakan yang diambil tetap menjaga keseimbangan antara perlindungan industri domestik dan kepentingan sektor pengguna.
Sedangkan, usulan Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menekankan bahwa pengenaan BMAD didasarkan pada kesepahaman antara pelaku industri hulu dan hilir.
Selain itu, untuk produk POY karena pasokan masih terbatas, maka diusulkan agar tidak dikenakan tarif BMAD.
Sementara, untuk produk DTY, pengenaan besaran tarif BMAD agar dikaji lebih mendalam dengan menjaga asas berkeadilan bagi industri hulu (APSyFl) maupun industri hilir (API).
Pandangan lain juga datang dari Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen (APSYFI), dan Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API).
Lebih jauh, dalam surat Mendag, dijelaskan bahwa telah dilakukan pembahasan pada rapat pleno Tim Pertimbangan Kepentingan Nasional yang digelar pada 29 April dan 21 Mei 2024. Forum ini dihadiri pihak KPPU, API, APSYFI, dan APINDO.
Lalu, pertemuan lanjutan di tanggal 23 Mei 2025 yang dilaksanakan di Kementerian Perdagangan.
Dari masukan otoritas dan pihak terkait, Mendag menyimpulkan bahwa pengenaan Bea Masuk Anti Dumping harus memperhatikan situasi terhadap industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) secara keseluruhan di Indonesia.
Pasokan benang filamen sintetik tertentu ke pasar domestik sangat terbatas dikarenakan kapasitas produksi nasional saat ini belum mampu memenuhi kebutuhan industri pengguna.
Sebagian besar produsen benang filamen sintetik tertentu memproduksi untuk dipakai sendiri, dan produsen utama berada di Kawasan Berikat.
Saat ini, di sektor hulu industri TPT telah dikenakan kebijakan trade remedies yaitu BMTP Benang (PMK No.46 Tahun 2023) dan BMAD Polyester Staple Fiber dari India, RRT, dan Taiwan (PMK No.176 Tahun 2022), sehingga pengenaan BMAD terhadap benang filamen sintetik tertentu, yang merupakan bahan baku utama, akan meningkatkan biaya produksi dan menurunkan daya saing industri hilir.
Mendag juga mencatat, saat ini sektor industri TPT baik hulu maupun hilir sedang menghadapi tekanan akibat dinamika geoekonomi-politik global, pengenaan tarif resiprokal Amerika Serikat, dan penutupan beberapa industri.
Terlebih, kontribusi sektor industri TPT mulai menurun terhadap PDB, terutama setelah pandemi Covid-19, dari sebesar 1,3 persen di 2019 menjadi 1,1 persen pada 2024.
Tag: #kemendag #tolak #usulan #pengenaan #bmad #impor #benang #filamen #sintetik #asal #china