![](https://jakarta365.net/public/assets/img/icon/view.png)
![2024, Indonesia Berhasil Tarik Investasi Berdampak Rp 23 Triliun](https://jakarta365.net/uploads/2025/02/08/kompas/2024-indonesia-berhasil-tarik-investasi-berdampak-rp-23-triliun-1161677.jpg)
![](https://jakarta365.net/public/assets/img/icon/clock-d.png)
![](https://jakarta365.net/public/assets/img/icon/calendar-d.png)
2024, Indonesia Berhasil Tarik Investasi Berdampak Rp 23 Triliun
- Praktisi Investasi Berdampak, Fikri Syaryadi, mengatakan, mengacu pada data Global Impact Investing Network (GIIN), pada 2024 total aset yang dikelola lewat investasi berdampak (impact investment) di dunia lebih dari 1,1 triliun dollar AS atau sekitar Rp 16.927,9 triliun.
CEO Bumandhala Impact Fund ini mengungkapkan, Indonesia sendiri menjadi salah satu pasar yang paling aktif untuk investasi berdampak. Indonesia berhasil menarik investasi sebesar 1,5 miliar dollar AS atau sekitar Rp 23,08 triliun.
Pada 2025, diperkirakan investasi berdampak di Indonesia akan meningkat 20 persen dibandingkan tahun 2024.
“Di Indonesia sendiri diperkirakan pada 2025, investasi berdampak di Indonesia akan meningkat 20 persen dibandingkan dengan tahun 2024,” tutur Fikri dalam rilis yang diterima Kompas.com, Sabtu (8/2/2025).
Namun, nilai investasi yang fantastis ini masih belum cukup untuk mengatasi kebutuhan sosial dan lingkungan yang meningkat di Indonesia.
Dipaparkan Fikri, investasi berdampak ini umumnya ada di sektor pertanian, perkebunan, dan kehutanan.
Menurut dia, investasi berdampak muncul sebagai salah satu solusi untuk mengatasi permasalahan lingkungan di Indonesia.
Fikri mengakui maraknya investasi berdampak membuka peluang tumbuhnya kewirausahaan sosial di Indonesia.
“Kewirausahaan sosial menggabungkan fundamental pendirian bisnis mulai dari inovasi ide, tata kelola keuangan, hingga produk akhir yang bertujuan mengatasi isu sosial-lingkungan di masyarakat yang terjadi secara struktural maupun kultural,” jelas Fikri.
Salah satu tantangan utama pengembangan kewirausahaan sosial adalah keterbatasan pendanaan. Banyak investor beranggapan model bisnis ini sulit menghasilkan profit dan dampak sosialnya sulit diukur.
Di sinilah investasi berdampak berperan dalam mendukung pertumbuhan kewirausahaan sosial. Investasi ini dapat diterapkan di berbagai sektor seperti agrikultur, kehutanan, pengelolaan limbah, dan perikanan.
Mengingat Indonesia merupakan salah satu negara maritim terbesar di dunia, peluang untuk menerapkan skema investasi berdampak dalam sektor-sektor tersebut sangat besar.
“Kewirausahaan sosial muncul sebagai bentuk inovasi jangka panjang sebagai solusi masalah lingkungan dan sosial, yang berasal dari sektor swasta maupun masyarakat, dengan tujuan untuk kebaikan bersama. Namun, perubahan skala besar dan jangka panjang ini tidak mudah dan tidak murah untuk direalisasikan,” lanjut Fikri.
Berbeda dengan investasi konvensional yang berorientasi pada keuntungan finansial semata, investasi berdampak menitikberatkan pada aspek lingkungan dan sosial.
Seorang investor berdampak akan mendanai bisnis yang tidak hanya memperhatikan dampak lingkungannya, tetapi juga aktif menitikberatkan kontribusi usahanya dalam menciptakan perubahan positif.
“Investasi berdampak dapat menjembatani kepentingan bisnis berorientasi profit dengan tujuan keberlanjutan lingkungan. Dengan meningkatnya tantangan lingkungan di Indonesia, seperti deforestasi, eksploitasi sumber daya laut, dan pengelolaan limbah, investasi yang mendukung solusi berkelanjutan menjadi semakin mendesak. Tanpa adanya dukungan finansial yang memadai, dampak negatif terhadap lingkungan akan semakin sulit dikendalikan,” pungkasnya.
Indonesia sendiri pernah dikenal sebagai paru-paru dunia berkat luasnya hutan hujan tropis yang dimiliki. Namun, dalam periode 2021-2022, Indonesia kehilangan lebih dari 1.000 km² hutan akibat deforestasi.
Selain itu, sektor perikanan mengalami kerugian hingga 26 juta ton ikan per tahun akibat praktik penangkapan ilegal. Ironisnya, Indonesia juga menjadi salah satu penghasil limbah makanan terbesar kedua di dunia.
Di tingkat global, peningkatan emisi karbon yang terus berlangsung semakin memperburuk situasi dan berisiko menyebabkan pemanasan global melebihi 1,5°C.
Di sisi lain, kesadaran masyarakat terhadap dampak lingkungan dari aktivitas bisnis terus meningkat, terutama di kalangan generasi muda.
Praktisi Lingkungan dan CEO Carbon X, Dessi Yuliana, menyoroti adanya pergeseran perilaku konsumen yang kini lebih mempertimbangkan dampak sosial dan lingkungan dalam keputusan pembelian produk.
Tag: #2024 #indonesia #berhasil #tarik #investasi #berdampak #triliun