Industri Pariwisata Belum Jadi Prioritas Pemerintah, Ini Kata GIPI
Kawasan Bromo ditutup dua hari, 30 September dan 1 Oktober 2025. Wisatawan bisa ke Bromo saat penutupan melalui jalur Prooblinggo dan Lumajang. (KOMPAS.com/Ahmad Faisol)
10:35
13 Oktober 2025

Industri Pariwisata Belum Jadi Prioritas Pemerintah, Ini Kata GIPI

Ketua Umum Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) Hariyadi Sukamdani mengatakan hingga saat ini industri pariwisata masih belum menjadi program utama, melainkan hanya menjadi program pelengkap pemerintah.

"Kita mengalami kendala, karena sejak republik ini berdiri, pariwisata itu sebelumnya tidak menjadi program utama dari berbagai pemerintahan yang ada selama ini. Mulai pertama republik ini berdiri sampai hari ini pariwisata itu bukan program utama tetapi lebih kepada program pelengkap."

Pernyataan tersebut disampaikan oleh Hariyadi dalam acara Press Conference DPP GIPI tentang Menilik Kondisi Pariwisata di tengah dinamika Undang-Undang Pariwisata Terbaru, yang Kompas.com pantau secara daring, Minggu (12/10/2025).

Hariyadi memaparkan, merujuk kepada Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara, pada Pasal 4 tertulis urusan pemerintah dibagi dalam tiga kategori.

Mengutip Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara, Pasal 4 Ayat 2 a ditulis: "Urusan pemerintah yang nomenklatur Kementeriannya secara tegas disebutkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945".

Selanjutnya, Pasal 4 Ayat 2 b ditulis: "Urusan pemerintahan yang ruang lingkupnya disebutkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945".

Kemudian pada Pasal 4 Ayat 2 c ditulis: "Urusan pemerintahan dalam rangka penajaman, koordinasi, dan sinkronisasi program pemerintah.

Lalu pada Pasal 5 dijabarkan aspek-aspek yang menjadi urusan pemerintah. Dalam hal ini, urusan pariwisata tertulis pada Pasal 5 Ayat 3.

Sementara itu pada Pasal 5 disebutkan untuk urusan pemerintah tingkat 2 dan tingkat 3 (termasuk industri pariwisata), dianggap tidak perlu dibuat suatu kementerian.

Artinya, lanjut Hariyadi, kementerian yang menaungi industri pariwisata bisa dibentuk dan bisa pula tidak perlu dibentuk.

"Dari tatanan Undang Undang Kementerian Negraa itu kita tau bahwa pariwisata itu tidak dalam domain yang penting, karena ruang lingkupnya tidak disebutkan di dalam Undang-Undang 1945," katanya.

Apa implikasinya kepada industri pariwisata?

Hariyadi memaparkan, apabila suatu industri tidak masuk dalam kategori ruang lingkup prioritas pemerintah, maka kewenangannya pun menjadi terbatas.

Mengingat kewenangannya terbatas, lanjutnya, otomatis anggarannya yang diberikan juga terbatas.

"Mungkin teman-teman mempertanyakan kenapa pariwisata kita kalah sama tetangga, padahal kita punya potensi yang sangat besar, punya pasar yang besar tapi kita selalu tertinggal," ujarnya.

Dana pariwisata yang kembali ke industri dinilai kecil

Lebih lanjut disampaikan, pendanaan yang diperoleh dari pajak pariwisata yang diambil oleh pemerintah daerah,  kecil kontribusinya untuk dianggarkan kembali guna pengembangan pariwisata daerah.

Pajak pariwisata yang dimaksud meliputi pajak hiburan, pajak hotel dan restoran, retribusi, ataupun semua bidang terkait pariwisata lainnya.

"Dikembalikan ke industrinya itu kecil, kecuali kami mencatat hanya dua daerah yang signifikan, yaitu Provinsi Jakarta dan kedua adalah Kabupaten di Bali," katanya.

Alasan penyebutan Bali sebagai "kabupaten", katanya, karena penarikan pajak dan retribusi di Bali dilakukan oleh pemerintah kedua, yaitu Kabupaten dan Kota.

"Bali itu mereka memang betul karena memang pariwisata adalah kegiatan utama pembangunan atau kegiatan utama dari ekonomi di Bali. Mereka kembalikan itu (pajak) juga cukup signifikan untuk industri, tetapi daerah lain itu relatif sedikit yang dikembalikan," ujarnya.

Selain dari pajak pariwisata, katanya, pungutan dari VISA dan PPN (khusus dari sektor pariwisata) yang seharusnya juga dapat digunakan dalam pengembangan pariwisata, juga sulit dapat disisihkan untuk kepentingan industri pariwisata.

Dalam hal ini, kata Hariyadi, termasuk kepentingan untuk pengembangan pasar dan produk wisata.

Maka dari itu, GIPI  mengatakan BLU (Badan Layanan Umum) Pariwisata menjadi harapan satu-satunya untuk menjawab pendanaan pariwisata.

GIPI usul dana pariwisata dari pungutan wisman

Dalam keterangan resmi GIPI yang Kompas.com terima pada Minggu (12/10/2025), GIPI sebelumnya mengusulkan konsep BLU Pariwisata dengan membuat pungutan dari wisatawan mancangera (wisman).

Setelah ditelusuri, berdasarkan Undang Undang Kepariwisataan yang baru saja disahkan, pada Pasal 57 A Ayat 1 dan 2 tertulis: 

Ayat (1) "Pemerintah dapat menarik pungutan dari wisatawan mancanegara" 

Ayat (2) " Pungutan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) dikelola dan dignakan untuk kegiatan pengembangan kepariwisataan.

Melihat hal ini, katanya, tentu akan menimbulkan kekhawatiran kembali bagi industri pariwiata terkait pendanaan pariwisata. Sebab dalam konsep awal, pariwisata bukan prioritas dan otomatis anggarannya pun terbatas.

Tag:  #industri #pariwisata #belum #jadi #prioritas #pemerintah #kata #gipi

KOMENTAR