Kasus Kanker Serviks Naik, Ini 4 Alasan Angka Skrining Rendah
Ketua Umum InaHEA, dr. Hasbullah Thabrany, MPH., Dr.PH dan Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (PTM), Kementerian Kesehatan RI, dr. Siti Nadia Tarmizi, M.Epid dalam Indonesian Health Economics Association (InaHEA) Media Discussion “From Pilot to National Scale: Strengthening Cervical Cancer Screening in Indonesia”, di Jakarta Selatan, Kamis (4/12/2025).(KOMPAS.com/DEVI PATTRICIA)
08:54
5 Desember 2025

Kasus Kanker Serviks Naik, Ini 4 Alasan Angka Skrining Rendah

 – Kanker leher rahim kini tercatat sebagai kanker kedua yang paling banyak diderita perempuan Indonesia, dan setiap harinya disebut dapat menyebabkan kurang lebih 56 kematian.

Berdasarkan data Kementerian Kesehatan (Kemenkes RI), pada tahun 2025 diprediksi akan muncul sekitar 38,8 ribu kasus baru, dengan angka kematian mencapai 22,3 ribu jiwa. 

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (PTM) Kemenkes, dr. Siti Nadia Tarmizi, M.Epid menegaskan, mayoritas kasus ditemukan dalam stadium lanjut, sehingga penanganannya menjadi jauh lebih sulit.

“Kasus kanker serviks jadi salah satu yang angkanya cukup banyak karena baru ditemukan di stadium lanjut, bukan stadium awal yang masih bisa ditangani,” kata Nadia dalam Indonesian Health Economics Association (InaHEA) Media Discussion bertajuk “From Pilot to National Scale: Strengthening Cervical Cancer Screening in Indonesia”, di Jakarta Selatan, Kamis (4/12/2025).

Menurut Nadia, rendahnya angka skrining menjadi salah satu penyebab utama meningkatnya kasus dan kematian akibat kanker serviks. Ia menyebut ada sejumlah faktor yang membuat masyarakat enggan melakukan pemeriksaan dini.

1. Rendahnya pengetahuan dan kesadaran

Rendahnya pengetahuan masyarakat tentang pentingnya deteksi dini menjadi salah satu hambatan terbesar. 

Banyak perempuan belum memahami bahwa kanker serviks dapat dicegah dan ditemukan sejak tahap awal melalui skrining yang sederhana.

Nadia menyebut, sebagian masyarakat masih enggan memeriksakan diri karena ketakutan akan diagnosis.

“Masih banyak orang yang denial dan merasa lebih baik enggak tahu kalau dia terdeteksi kanker. Mindset-nya kalau tidak tahu maka kemungkinan besar tidak ada kanker,” ujarnya.

Hal ini membuat banyak perempuan memilih menunda atau menghindari pemeriksaan, hingga akhirnya baru datang ke fasilitas kesehatan ketika kondisinya sudah parah.

Kanker servikspexels.com Kanker serviks

2. Persepsi masyarakat dan norma yang dianggap tabu

Selain kurangnya pengetahuan, budaya dan norma sosial juga memengaruhi keputusan perempuan untuk menjalani skrining. 

Pemeriksaan pada area intim sering kali dianggap tabu, sehingga banyak yang merasa tidak nyaman melakukannya.

Nadia menjelaskan, sebelum memutuskan untuk skrining, sebagian perempuan kerap merasa harus mendapatkan persetujuan atau dukungan dari orang-orang terdekat.

Ia menambahkan, biasanya perempuan. Situasi ini menunjukkan bahwa keputusan kesehatan perempuan masih sangat dipengaruhi lingkungan dan norma keluarga.

3. Takut akan prosedur dan hasil pemeriksaan

Ketakutan terhadap prosedur pemeriksaan maupun kemungkinan hasil yang akan keluar juga menjadi penghambat besar. 

Beberapa perempuan khawatir skrining akan terasa menyakitkan, padahal metode skrining modern seperti tes HPV relatif cepat dan minim rasa tidak nyaman.

“Ada juga yang merasa takut dengan prosedur ataupun hasilnya. Terkadang banyak perempuan merasa malu juga harus diperiksa area intimnya oleh orang lain,” ungkap dia.

Rasa takut dan malu ini kerap membuat perempuan memilih menunda pemeriksaan, walaupun mereka sudah mengetahui risiko kanker serviks.

4. Kurangnya dukungan dari lingkungan dan keluarga

Faktor terakhir adalah minimnya dukungan dari keluarga dan pasangan. Nadia menilai, masih banyak perempuan yang sulit melakukan skrining jika tidak ada izin atau dukungan moral dari suami maupun anggota keluarga lainnya.

“Beberapa orang juga tidak skrining dini karena keluarga atau bahkan suami tidak mendukung, sehingga tidak tergerak untuk memeriksakan kondisinya,” kata Nadia.

Padahal, dukungan lingkungan sangat penting untuk mendorong perempuan mengambil langkah preventif demi kesehatan jangka panjangnya.

Upaya Kemenkes untuk meningkatkan skrining

Untuk mengatasi masalah ini, Kemenkes terus memperluas akses skrining kanker serviks, termasuk memperbanyak fasilitas dan mengembangkan model skrining berbasis HPV yang lebih efektif. 

Melalui edukasi dan kampanye yang berkelanjutan, pemerintah berharap angka skrining dapat meningkat dan kasus kanker serviks bisa ditekan.

Tag:  #kasus #kanker #serviks #naik #alasan #angka #skrining #rendah

KOMENTAR