Sajak Ambigu
ILUSTRASI. (BUDIONO/JAWA POS)
09:36
22 September 2024

Sajak Ambigu

Ambigu

aku melihat merah-putih penuh air mata

dan itu karena kemurungannya tidak lagi terbendung

apakah puisi harus berkemas diri

dari pergulatan hidup, yang tidak pernah tuntas

selalu saja kegelisahan dan kesedihan

melekat erat di urat nadi tradisi

entah, apakah merah-putih itu hanya simbol dari peradaban

sebab nyatanya penguasa kian bangga dengan busana kolonial

 


2024

---

Apologi Tirani

 


bangku-bangku telah lebam

lebih usang dari masa purba

dan tanah-tanah ini membiarkannya tetap tumbuh

entah, apakah karena mata ini tak mampu lagi membaca

atau puisi memang terlalu penat untuk dibacakan

selain bercengkerama dengan para pendusta

yang menganggap tanah-tanah leluhur ini miliknya sendiri

esok, akan ’kupinjam catatan Chairil Anwar

dan sempurnakan ’’binatang jalang” yang belum tuntas

dan ’kunyanyikan dalam senandung apologi tirani

 


2024

---

Pro Bono Publico

 


kita kecil bukan karena menjadi rakyat

kita besar bukan karena menjadi raja

karena kita semua adalah sederet huruf

yang membuat kata-kata bermakna

apakah huruf itu sudah adil bagi huruf yang lain

hanya puisi, tempat yang memberikan cinta bagi kata-kata itu

dan hari ini, tanah-tanah menjadi kejenakaan dari kerumitan kata-kata

hanya seorang raja dari negeri antah-berantah yang mampu menyatukannya

meski makna hukum harus bertelanjang diri

puisi menjadi skeptis, sebab takut dengan intimidasi

yang penting bisa memuluskan jalan-jalan berkarpet merah

dan mewujudkan impian permaisuri

sebab puisi memang semesta cinta yang sederhana

untuk menulis pesan: demi kepentingan umum

---- pro bono publico

di tanah-tanah yang telah kehilangan wajah!

 

2024

Editor: Ilham Safutra

Tag:  #sajak #ambigu

KOMENTAR