Sajak: Duka dalam Saku Celana
ILUSTRASI. (BUDIONO/JAWA POS)
14:36
1 Februari 2025

Sajak: Duka dalam Saku Celana

Duka dalam Saku Celana

 


Tuhan, tolong janganlah marah

Saku di celana ini telah robek dan duka jatuh berserakan menghalangi langkahku pulang

 


Kemarin baru kujahit sendiri di teras sambil minum air kelapa yang segar, tapi maafkan aku karena benang itu tak cukup kuat menahan beratnya recehan di dalamnya

 


Tuhan, duka-duka yang lain seperti pupuk yang membuat tanaman hidup lebih hijau

Namun, duka ini justru menyeret iman keluar dari pintu masjid ke kamar yang gelap

 


Duka ini tidak lagi datang hanya potong demi potong

Namun, seperti longsor yang meruntuhkan sebuah rumah

Bagaimana celana usang ini mampu melindungi saku yang berisikan duka itu

 


Tuhan, hujan tak bisa ditepis dan badai tak mampu dihadang

Meski sudah sembunyi di laut yang dalam, akan kutemui duka-duka itu dalam bentuk yang lain pula

 


Tuhan, jika tabah kiranya masih tersisa di langit-Mu meski itu hanya seporsi tolong berikan padaku

Jika berkenan celana ini dapat kupakai lagi, maka berikanlah aku gulungan benang yang lebih kuat

Akan kujahit kembali walau peluh berjatuhan duet dengan air mata

 


Tuhan, beberapa duka kadang tiada berbentuk tapi membuat warna celana ini luntur

Seperti mata yang dihadapkan kabut

Pada hari-hari seperti ini, aku memohon pertolongan

 


Rinari, 2025

 

 

 

Kepingan Dosa yang Tak Habis Kumakan

Tuhan, mengapa dosa selayaknya kopi yang membikin nagih penikmatnya

Seperti sepotong roti cokelat yang didambakan anak kecil, padahal ibunya melarang

 


Begitu memikat dan memabukkan

Untung atau rugi ketika dosa tidak memiliki wujud

Meski kadang samar perasaan gelisah saat mengunyahnya

 


Tuhan, selamatkan tubuh yang tidak bersalah ini

Ia hanya raga yang harus patuh dan lengket menempel jiwa

 


Tuhan, kepingan dosa ini tak ada habisnya

Sebagaimana manusia yang tak berhenti lahir

Nafsu sering kali kelaparan

Tidak tahan ketika sajian dosa yang seksi

Menggoda, melirik sambil berjoget ria

 


Rinari, 2024

 

 

 

Telepon dari Hamba

Berdering ponsel-Mu

Saya memanggil

Mengantre untuk bicara

 


Kalau boleh saya mau mengobrol yang asyik

Suruh saja malaikat-malaikat itu ngopi dulu, Tuhan

Saya ingin berdua saja dengan Mu

 


Kasihan bantal tidur ini

Tiap malam meleleh basah oleh tangis

Telah saya beri waktu sepuluh menit untuk sedih itu bertamu

Namun, sepertinya mereka betah tinggal di sini

 


Tuhan

Beri wadah yang memadai untuk perjalanan panjang nanti

Signal iman ini kadang kencang, kadang juga lemot

Khawatir apabila tiba-tiba baterainya habis

 


Sebelum pagi menjemput

Jika panggilan ini kau pangkas usai

Maka sebelum itu,

Isilah daya kepada reruntuhan

Yang sedang berusaha bangkit

Rinari, 2024

 
*) Rivana Ninda Utari (Rinari) adalah penulis yang berdomisili di Batang.

Editor: Ilham Safutra

Tag:  #sajak #duka #dalam #saku #celana

KOMENTAR