Kluivert dan Elektabilitas (Ketua) Federasi
Pelatih baru Timnas Indonesia Patrick Kluivert (kiri) dan Ketua Umum PSSI Erick Thohir (kanani) berfoto bersama sesaat setelah konferensi pers di Hotel Mulia, Senayan, Jakarta Pusat, Minggu (12/1/2025). Kluivert menyinggung mengenai pentingnya kehadiran pemain lokal sebagai jantung timnas Indonesia.(KOMPAS.com/ANTONIUS ADITYA MAHENDRA)
05:29
17 Oktober 2025

Kluivert dan Elektabilitas (Ketua) Federasi

PATRICK Kluivert dan timnya pergi, siapa yang paling diuntungkan? Pertanyaan ini melanjutkan proses kehebohan pada Kamis (16/10/2025) siang, ketika muncul informasi “Kluivert Out!”.

Berakhirnya kerja sama PSSI dengan Patrick Kluivert sebagai pelatih kepala, yang diikuti tim kepelatihan timnas Indonesia, seolah menjadi jawaban atas kekecewaan dan amarah publik sepak bola di Indonesia.

Bila Shin Tae-yong, yang membawa Indonesia mengalahkan Arab Saudi 2-0 di Ronde 3 Kualifikasi Piala Dunia 2026 dipecat, masak sih Patrick Kluivert yang membuat permainan Garuda menjadi aneh dan menyerah 2-3 dari lawan yang sama di Ronde 4 aman-aman saja?

Sebuah kesimpulan sederhana bila mengacu pada hasil dan cara bermain di lapangan. Hingga malam hari setelah keluar informasi berakhirnya kerja sama PSSI dan Kluivert, pembahasan menarik adalah: proses pengambilan keputusan.

Benarkah melepas jabatan Patrick Kluivert ini mutlak keputusan Ketua Umum PSSI Erick Thohir? Atau hasil meeting online dengan Komite Eksekutif PSSI dan mendapatkan kesepakatan menyudahi kerja sama dengan sang pelatih?

Bagaimana bila ternyata keputusan itu muncul hasil kompromi antara Patrick Kluivert dengan PSSI (lebih tepatnya Ketua Umum)?

Nostalgia STY

Kamis (16/10) malam, wajar bila publik tak mau tahu proses perpisahan tersebut. Yang penting, timnas Indonesia diselamatkan dari ketidakbecusan Patrick Kluivert sebagai pelatih kepala.

Hanya itu yang paling penting bagi banyak orang saat ini. Apalagi, nostalgia bersama Shin Tae-yong tak henti hadir dalam perbincangan dunia maya.

Kalau benar ada kesepakatan antara PSSI dengan Patrick Kluivert dan tim pelatih untuk menyudahi kerja sama yang berlaku sejak awal Januari 2025, tentu ada klausul dan “jalan damai” agar kontrak 2 tahun tersebut bisa disudahi lebih cepat.

Lagi-lagi, publik tak terlalu memikirkan besaran biaya kompensasi menyudahi kontrak Kluivert sebelum waktunya itu.

Kekecewaan atas kegagalan Indonesia meraih tiket ke Piala Dunia 2026 itu hanya ingin diobati dengan kalimat “Kluivert Out!”.

Siapa pengganti Kluivert? Nanti dulu, yang penting kursi kepelatihan yang sempat diembuskan oleh orang dalam PSSI sebagai “tim kepelatihan terbaik untuk timnas Indonesia” tak lagi diduduki orang yang sama.

Padahal, ketika Kluivert datang ke Tanah Air dan diperkenalkan sebagai pelatih kepala timnas Indonesia menggantikan Shin Tae-yong, euforia dikreasikan sedemikian rupa seolah kita kedatangan pelatih yang sarat pengalaman dan prestasi.

Strategi federasi berjalan mulus. Foto-foto dan video Kluivert saat bermain untuk timnas Belanda, Ajax Amsterdam, hingga FC Barcelona seolah menjadi jawaban pembanding kualitas dengan STY.

Apes, budaya minim membaca dan miskin literasi membuat banyak orang menyambut Kluivert sebagai pahlawan yang akan mewujudkan impian menyaksikan timnas Indonesia berlaga di Piala Dunia 2026.

Inisiatif berpisah

Baik, kita lewatkan cerita masa lalu. Lupakan proses perekrutan Kluivert yang dibanggakan oleh Ketum PSSI, tapi mengundang cibiran banyak pengamat sepak bola Tanah Air.

Kita melompat juga dari fase munculnya “survei” soal kepuasan publik sepak bola terhadap kinerja Erick Thohir sebagai Ketum PSSI.

Survei yang digiring untuk mempertegas kebutuhan sepak bola Indonesia terhadap Erick Thohir walau kini menjadi Menteri Pemuda dan Olahraga di kabinet Presiden Prabowo Subianto.

Kembali ke perpisahan PSSI dengan Kluivert (dan gerbongnya). Sesungguhnya, siapa yang berinisiatif lebih dahulu untuk mencapai kesepakatan berpisah itu? Apakah Kluivert?

Coba kita bayangkan bagaimana perasaan pria Belanda berusia 49 tahun ini ketika teriakan nama “Shin Tae-yong… Shin Tae-yong…” bergema di stadion saat ia berdiri sebagai pelatih kepala timnas Indonesia. Dan, kejadian itu tak hanya sekali.

Ingat, Kluivert menyandang nama besar sebagai pemain (dan oleh anggota Exco PSSI hal tersebut disebut sebagai daya tarik untuk mengundang pemain diaspora).

Ia pernah mengangkat trofi Liga Champions ketika mencetak gol kemenangan Ajax atas AC Milan di final 1995.

Tidakkah darah Eropa-nya mendidih mendengar nama mantan pelatih Indonesia asal Korea Selatan, tanpa nama besar sebagai pemain sepak bola dunia, dielu-elukan suporter Garuda di depan matanya?

Terlepas dari kerugian kehilangan pekerjaan dan pendapatan sebagai pelatih timnas Indonesia, bisa saja harga diri Kluivert lebih kuat menjadi pemicu terjadinya kesepakatan berpisah dari PSSI.

Coba bayangkan bagaimana reaksi publik sepak bola Indonesia seandainya Kluivert masih memimpin Indonesia di laga persahabatan sesuai kalender FIFA pada 10-18 November 2025?

Kursi panas

Opsi kedua tentulah yang berinisiatif mengakhiri kerja sama dengan Patrick Kluivert muncul dari Ketum PSSI, Erick Thohir.

Bukan cerita baru bila mantan Menteri BUMN ini menjadi bulan-bulanan publik yang kecewa dengan hasil di Arab Saudi.

Erick Thohir dituding sebagai biang kegagalan Indonesia meraih tiket ke PD 2026 setelah memecat Shin Tae-yong dan menggantinya dengan pelatih yang hadir memenuhi undangan job interview saat libur Natal.

Masyarakat Indonesia kecewa atas kekalahan dari Arab Saudi dan Irak di putaran IV Kualifikasi PD 2026. Publik sepak bola Indonesia marah menyaksikan penampilan tim asuhan Kluivert dan membaca ketidakharmonisan terjadi di tubuh tim kebanggaannya.

Gelombang penolakan terhadap Kluivert sebagai pelatih timnas Indonesia adalah gangguan terhadap popularitas Eric Thohir sebagai orang nomor satu di federasi sepak bola Indonesia.

Keberadaan Patrick Kluivert adalah kerikil bagi elektabilitas Eric Thohir ketika muncul bisik-bisik adanya niatan pergerakan melakukan perubahan di tubuh PSSI sebelum masa kerja pengurus berakhir.

Keberanian mengambil keputusan melepas Kluivert jelas merupakan opsi terbaik bagi Eric Thohir untuk meraih kembali kepercayaan publik. Sekaligus upaya meredam pergerakan yang mengincar kursi kepemimpinannya.

Kini, posisi Erick Thohir akan kembali dipertaruhkan saat menjatuhkan pilihan pelatih kepala timnas Indonesia pengganti Patrick Kluivert.

Pelatih yang diharapkan dapat mengobati luka dengan menjuarai Piala AFF untuk pertama kali. Kita tunggu pertandingannya pada Juli-Agustus 2026.

Apakah keputusan itu akan melibatkan Komite Eksekutif PSSI dan menjadi sikap bersama? Akankah Direktur Teknik dan Penasihat Teknik yang asal Belanda dimintai pendapat serta diajak berdiskusi mencari solusi?

Tag:  #kluivert #elektabilitas #ketua #federasi

KOMENTAR