Konklaf Paus: Sejarah Proses Pemilihan Pemimpin Gereja Katolik dan Bagaimana Prosesnya Berlangsung
Foto bagian puncak Basilika Santo Petrus di Kota Vatikan. (Freepik)
05:27
22 April 2025

Konklaf Paus: Sejarah Proses Pemilihan Pemimpin Gereja Katolik dan Bagaimana Prosesnya Berlangsung

- Gereja Katolik Roma dipimpin oleh satu orang pemimpin tertinggi yang disebut Paus. Untuk menentukan siapa yang akan menjadi Paus, dewan gereja menyelenggarakan sebuah proses pemilihan yang dikenal dengan nama konklaf.

Kata "konklaf" sendiri berasal dari bahasa Latin cum clave, yang berarti "dengan kunci", merujuk pada tradisi mengunci tempat pemilihan agar prosesnya berlangsung tertutup dan khusyuk.

Proses ini hanya dilakukan saat posisi Paus kosong, yaitu ketika Paus sebelumnya wafat atau memutuskan untuk mengundurkan diri dari jabatannya.

Menurut penjelasan dari Ensiklopedia Britannica, dalam proses konklaf, para kardinal yang memiliki hak suara akan berkumpul dan melakukan serangkaian pemungutan suara guna memilih Paus yang baru.

Sejarah Konklaf

Pada awalnya, gereja Katolik tidak memiliki pemimpin yang pasti selain Santo Petrus, yang kemudian diperkirakan sebagai Paus pertama. Santo Petrus sendiri yang memilih penerusnya, kebiasaan ini kemudian bertahan sebentar.

Setelah itu, pemilihan uskup Roma atau Paus, mengikuti proses pemilihan uskup di kota-kota lain, di mana terjadi pemungutan suara oleh para pendeta setempat.

Uskup tetangga akan bertindak sebagai presiden majelis dan hakim pemilihan. Lalu kaum awam akan menunjukkan persetujuan atau ketidaksetujuan mereka.

Tentunya pemilihan ini tidak akan selalu berjalan dengan tenang. Terbukti sejak tahun 217 Masehi, terjadi perpecahan antara pendukung Paus dan kelompok anti-Paus.

Kaisar Roma Konstantinus melegal agama Kristen pada awal abad ke empat, diasumsikan ia terlibat dalam pemungutan suara, memimpin proses hingga dapat mengajukan kandidat.

Pada abad ke enam, Kaisar Byzantine Justinian menegaskan bahwa Paus yang baru terpilih tidak dapat ditahbiskan sampai pemilihannya dikonfirmasi oleh kaisar.

Kemudian raja-raja dari Dinasti Carolingian menggantikan kaisar Byzantium sebagai otoritas sekuler yang menerima pemberitahuan resmi tentang hasil pemilihan Paus.

Para penguasa di negara-negara Barat kemudian mengambil alih hak dan keistimewaan Justinian.

Dewan Kardinal baru dibentuk pada tahun 1059, para uskup Roma ini juga dipilih secara aklamasi oleh pendeta dan rakyat setempat.

Pada tahun 1274, Paus Gregorius X mengumumkan Ubi Periculum, peraturan dasar mengenai tata cara konklaf.

Prosesi ini terus diperbaharui oleh Paus Gregorius XV pada tahun 1621 dengan diterbitkannya Aeterni Patris Filius. Dalam peraturan baru ini, terdapat sistem baru dalam pemungutan suara, yaitu dua pertiga suara mayoritas.

Peraturan Konklaf

Dilansir dari Konferensi Uskup Katolik Amerika Serikat, para kardinal akan berkumpul di Basilika Santo Petrus untuk mengadakan misa sebagai permintaan atas bimbingan untuk melakukan pemilihan.

Hanya kardinal di bawah umur 80 tahun yang diperbolehkan mengikuti prosesi konklaf ini, dan mereka dipanggil kardinal pemilih.

Saat konklaf terjadi, para kardinal pemilih akan pergi menuju Kapel Sistine dan melakukan sumpah untuk menjaga rahasia sebelum menyegel pintu konklaf.

Para kardinal memberikan suara melalui pemungutan suara rahasia, suara akan dikumpulkan satu per satu dengan mengucapkan doa dan surat dilipat dua kali, lalu dikumpulkan ke dalam piala besar.

Setiap harinya akan diadakan empat kali pemungutan suara hingga seorang kandidat memperoleh dua pertiga suara.

Hasil setiap surat suara dihitung dengan suara keras dan dicatat oleh tiga kardinal yang telah ditunjuk sebelumnya.

Jika belum ada satu pun kandidat yang mendapatkan dua per tiga suara, surat suara akan dibakar di tungku dekat kapel dengan campuran bahan kimia untuk menghasilkan asap hitam. Asap ini kemudian yang menandakan bahwa belum terpilihnya Paus.

Lalu setelah akhirnya terdapat seorang kardinal yang mendapatkan dua pertiga suara mayoritas, dekan dari Dewan Kardinal akan bertanya apakah ia menerima hasil pemungutan tersebut.

Apabila kardinal tersebut menerimanya, ia akan memilih nama kepausannya dan akan mengenakan jubah Paus sebelum berjalan menuju balkon Basilika Santo Petrus.

Surat suara pada pemungutan suara terakhir akan dibakar dengan bahan kimia yang menghasilkan asap putih. Asap ini akan menunjukkan kepada dunia bahwa sudah terpilihnya seorang Paus baru. (*)

Editor: Siti Nur Qasanah

Tag:  #konklaf #paus #sejarah #proses #pemilihan #pemimpin #gereja #katolik #bagaimana #prosesnya #berlangsung

KOMENTAR