Dampak Serangan Israel terhadap Iran: Ancaman Baru Percepatan Program Nuklir dan Keruntuhan Jalur Diplomasi
Petugas penyelamat bekerja di lokasi bangunan yang rusak akibat serangan udara Israel, di Teheran, Iran, Jumat (13/6/2025). (Al Jazeera)
11:39
14 Juni 2025

Dampak Serangan Israel terhadap Iran: Ancaman Baru Percepatan Program Nuklir dan Keruntuhan Jalur Diplomasi

 

 

Serangan udara Israel terhadap situs militer dan nuklir Iran menandai eskalasi besar dalam ketegangan regional dan berpotensi mengubah kebijakan nuklir Teheran secara mendasar. 

Dalam serangan yang dilaporkan telah direncanakan selama berbulan-bulan dengan restu Amerika Serikat itu, sejumlah pejabat tinggi militer Iran tewas, termasuk Panglima Angkatan Bersenjata Mohammad Bagheri dan Kepala Garda Revolusi Iran (Islamic Revolutionary Guard Corps/IRGC), Hossein Salami.

Ali Vaez dari International Crisis Group menegaskan bahwa serangan terhadap fasilitas nuklir bisa menjadi bumerang. “Salah satu kekhawatiran utama dalam menyerang situs nuklir adalah bahwa kemunduran ini justru mendorong Iran untuk mempercepat pengembangan senjata nuklir sebagai bentuk deterensi,” jelasnya, seperti dikutip Al Jazeera, Sabtu (14/6/2025).

Konflik ini memperkuat posisi faksi garis keras di dalam negeri Iran, yang selama ini skeptis terhadap negosiasi dengan Barat. “Serangan ini kemungkinan besar mengonfirmasi pandangan kelompok ultra-konservatif bahwa Iran hanya membuang waktu mencoba berunding dengan Barat,” ujar Reza H Akbari dari Institute for War and Peace Reporting.

Sejak AS keluar secara sepihak dari perjanjian nuklir Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA) pada 2018 di bawah Presiden Donald Trump, kepercayaan antara Iran dan Barat terus menipis. Padahal JCPOA yang disepakati pada 2015 bertujuan membatasi program nuklir Iran sebagai imbal balik atas pencabutan sanksi internasional. Namun, serangan Israel saat ini praktis menghentikan kemungkinan kebangkitan kembali diplomasi semacam itu.

“Ia (Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei) hampir pasti kini memihak garis keras,” kata Akbari. Dampaknya, Iran kemungkinan akan menarik diri dari JCPOA dan mempercepat ekspansi program nuklirnya.

Iran merespons dengan meluncurkan drone dan rudal balistik ke wilayah Israel, meski kekuatan aliansinya—seperti Hizbullah—melemah signifikan pasca-perang akhir 2024. Kekalahan Presiden Bashar al-Assad di Suriah juga memutus jalur logistik utama Iran ke Hizbullah.

Michael Stephens dari Royal United Services Institute memperingatkan bahwa tekanan eksternal yang dipimpin Trump justru mempersempit opsi Iran. “Tak ada pilihan baik bagi Iran. Jika Khamenei memerintahkan kompromi, itu bisa dilihat sebagai kelemahan. Tapi jika ia tetap keras, serangan dan pembunuhan pejabat tinggi akan berlanjut,” katanya.

Negarawan dan analis Negar Mortazavi dari Centre for International Policy menambahkan, Iran belajar dari nasib Muammar Gaddafi di Libya yang menyerahkan program nuklirnya pada 2003 dan kemudian digulingkan. “Skenario Libya sangat diperhatikan oleh Iran. Mereka tidak ingin berakhir seperti itu,” tegasnya.

Kini, dengan diplomasi yang mandek dan tekanan militer meningkat, Iran dihadapkan pada titik kritis. “Seberapa jauh dan seberapa cepat Iran akan mengembangkan kembali program nuklirnya masih belum jelas,” pungkas Mortazavi.

Kondisi geopolitik saat ini juga membuat Iran kehilangan daya tawar militernya di kawasan. Selain Hizbullah dan Suriah, Iran sebelumnya mengandalkan kelompok-kelompok bersenjata dalam poros “Axis of Resistance” sebagai penyeimbang terhadap agresi eksternal. 

Namun, dengan kehancuran infrastruktur militer di Suriah dan degradasi kekuatan Hizbullah pasca-konflik dengan Israel, Iran kini terisolasi secara strategis. Hal ini mempersempit ruang geraknya dan dapat memaksa Teheran beralih pada pengembangan senjata nuklir sebagai alat pertahanan terakhir.

Sementara itu, Presiden AS Donald Trump kembali tampil di panggung politik dengan tekanan yang keras terhadap Iran. Dalam unggahannya di Truth Social, Trump menyatakan bahwa Iran harus segera menyetujui kesepakatan baru atau “tidak akan ada yang tersisa dari negara itu,” seraya memperingatkan bahwa serangan berikutnya dari Israel akan “jauh lebih brutal”. 

Ancaman terbuka ini dinilai oleh analis sebagai bentuk tekanan maksimum untuk memaksa Iran menyerah, namun justru bisa memperkuat tekad pemimpin Iran untuk mengejar senjata nuklir sebagai jaminan kelangsungan rezim.

 

***

Editor: Novia Tri Astuti

Tag:  #dampak #serangan #israel #terhadap #iran #ancaman #baru #percepatan #program #nuklir #keruntuhan #jalur #diplomasi

KOMENTAR