Protes-Protes Mahasiswa PTN Atas Kenaikan UKT, Sangat Mencekik-Fasilitas Belajar Masih Buruk
– Besaran uang kuliah tunggal (UKT) kembali memicu gelombang protes mahasiswa. Sayang, sejauh ini respons pemerintah sebatas imbauan-imbauan untuk perguruan tinggi negeri (PTN).
Di Universitas Sumatera Utara (USU), pada Rabu (8/5), puluhan mahasiswa berunjuk rasa di depan Kantor Biro Rektor USU. Mereka menolak besaran UKT yang kembali naik tahun ini hingga 30–50 persen.
Padahal, fasilitas belajar di kampus tak mengalami perubahan. Fasilitas belajar dianggap masih buruk sehingga tak sesuai dengan kenaikan UKT yang dibebankan kampus kepada mahasiswa.
Dilansir Sumut Pos, dalam aksinya, mahasiswa membawa spanduk dengan tuntutan penolakan kenaikan UKT. Salah satunya bertulisan Mahasiswa Baru Panik UKT Semakin Mencekik. ”Jujur, banyak dari kami yang bukan dari keluarga ekonomi tinggi dengan penghasilan orang tuanya di atas rata-rata,” ucap mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya USU Alfandi Hagana.
Menurut dia, saat ini UKT dibagi dalam delapan golongan. Yang terendah Rp 500 ribu. Namun, sepengetahuan Alfandi, dari seleksi nasional berbasis prestasi (SNBP) 2024, khususnya di FIB USU, tidak ada mahasiswa yang mendapatkan golongan UKT 1 atau membayar Rp 500 ribu. ”Besaran UKT terendah yang diterima mahasiswa baru tahun ini Rp 2,4 juta, sedangkan yang mendapatkan golongan tertinggi Rp 8,5 juta. Yang kami tanya jumlahnya ada 10 orang,” ucap Alfandi.
Dalam unjuk rasa itu, mahasiswa mengajukan sejumlah tuntutan. Di antaranya, menuntut revisi SK rektor tentang penetapan tarif UKT dan iuran pengembangan institusi (IPT), menuntut transparansi penggolongan dan banding UKT, serta menuntut pembangunan fasilitas sesuai kebutuhan mahasiswa.
Wakil Rektor (WR) I USU Edy Ikhsan yang menemui mahasiswa menjelaskan, penyesuaian UKT dilakukan sesuai dengan Permendikbudristek No 2 Tahun 2024. Di dalam aturan tersebut diatur besaran angka beban kuliah tunggal (BKT) atau besaran standar satuan biaya operasional pendidikan tinggi negeri.
”Melalui permendikbudristek, pemerintah mengatur nilai UKT PTN agar memiliki acuan dan standar yang jelas. Bukan hanya USU, setiap perguruan tinggi negeri diminta agar menyusun dan menyesuaikan besaran nilai UKT sesuai BKT yang telah direkomendasikan pemerintah,” ujar Edy.
Atas besaran BKT dari pemerintah itu, USU melakukan penyesuaian yang kemudian dikonsultasikan ke kementerian. Kementerian lalu memverifikasi pengajuan rancangan tersebut dan menyetujuinya. ”Penyesuaian tarif kelompok UKT yang diberlakukan USU sudah mencerminkan keberpihakan pada ekonomi mahasiswa. Hal ini dilihat dari jumlah mahasiswa yang mendapat UKT 1 dan 2 yang besaran uang kuliahnya hanya Rp 500 ribu dan Rp 1 juta per semester. Begitu juga jumlah mahasiswa penerima UKT 3, 4, dan 5 yang uang kuliahnya sama dengan rata-rata besaran UKT KIPK (beasiswa pemerintah),” ucap Edy.
Protes soal UKT juga terjadi di sejumlah kampus lainnya. Dewan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi atau Dema Fidkom UIN Jakarta bahkan berencana mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) atas kenaikan UKT tahun akademik 2024–2025 yang dikeluarkan melalui SK Rektor Nomor 512. Sebab, rektor bergeming dengan protes yang telah disampaikan.
Ketua Dema Fidkom UIN Najib Jayakarta mengatakan, banyak mahasiswa baru yang berkeberatan dengan kenaikan UKT. Mereka seolah ”dijebak” lantaran pihak kampus memublikasikan perubahan UKT itu pada 16 April 2024 setelah mahasiswa baru diterima. Dalam kebijakan baru itu, UKT naik 30–50 persen dengan kenaikan rata-rata Rp 2 juta hingga Rp 3 juta.
Kenaikan serupa terjadi pada UKT calon mahasiswa di Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, Jawa Tengah. Para mahasiswa mendatangi langsung Rektor Unsoed Akhmad Sodiq untuk menyampaikan keluhan. Salah seorang calon mahasiswa baru bernama Aisyah bahkan menangis saat menuturkan besaran UKT yang harus ditanggungnya. Dengan orang tua yang hanya bekerja sebagai buruh dan pedagang, dia dikenai UKT mencapai Rp 8 juta.
Menteri Aksi dan Propaganda Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Unsoed Muhammad Hafidz Baihaqi membenarkan bahwa UKT mahasiswa baru Unsoed naik berkali-kali lipat dibandingkan tahun sebelumnya. Program studi keperawatan kelas internasional, misalnya, menetapkan nominal UKT tertinggi Rp 52 juta tahun ini. Naik hampir lima kali lipat dibandingkan 2023 yang hanya Rp 9 juta.
Contoh lain, program studi di fakultas hukum nominal paling besar Rp 3 juta, lalu naik menjadi Rp 14,5 juta. ”Kenaikan ini terjadi karena rektor menerbitkan peraturan baru soal UKT. Peraturan itu adalah Peraturan Rektor Nomor 6 Tahun 2024 yang telah ditetapkan pada 4 April 2024,” katanya.
Protes kenaikan UKT juga disampaikan Ketua BEM UI Verrel Uziel. Dia mengungkap adanya perubahan UKT yang cukup tinggi. Yang jadi persoalan, UI hanya menetapkan lima kelompok UKT sehingga gap antarkelompok cukup tinggi. ”Jadi, naik dan turunnya UKT akan berbeda-beda juga dari setiap program studi,” ujarnya.
Aksi protes itu sudah mendapat tanggapan dari kampus. Misalnya, pihak Unsoed yang langsung mengeluarkan aturan baru mengenai UKT melalui Peraturan Rektor Nomor 9 Tahun 2024. Aturan itu sekaligus menggantikan Peraturan Rektor Nomor 6 Tahun 2024 yang sebelumnya diprotes keras.
Kampus menegaskan bahwa biaya kuliah di Unsoed terjangkau bagi warga tidak mampu dengan tetap memiliki UKT level 1 dan 2 yang setidaknya diberikan untuk 20 persen mahasiswa. Biaya UKT level 1 dan 2 masing-masing Rp 500 ribu dan Rp 1 juta.
Selain itu, dalam perubahannya, Unsoed sempat menghentikan registrasi online bagi mahasiswa yang diterima melalui jalur seleksi nasional berdasarkan prestasi (SNBP).
Dari pihak UI, Kepala Biro Humas dan Keterbukaan Informasi Publik (KIP) UI Amelita Lusia meminta para mahasiswa, khususnya mahasiswa baru, tidak khawatir dengan perubahan sistem BOP tahun ini. Menurut dia, kampus masih membuka ruang bagi mahasiswa untuk menyampaikan keberatan. ”Nanti diverifikasi lagi oleh tim yang melihat semua apa yang disampaikan pada preregistrasi itu. Jadi, mahasiswa tak perlu khawatir,” ungkapnya. (mia/c19/fal)
Tag: #protes #protes #mahasiswa #atas #kenaikan #sangat #mencekik #fasilitas #belajar #masih #buruk