Kisah Wanita Penjaga Warung Rest Area Batang, Banting Tulang Saat Ramadan Demi Bayar Sekolah Anak
Anik Wijayanti (36), penjaga warung di Rest Area 379 A Batang saat ditemui Tribunnews.com, Minggu (31/3/2024). 
18:19
31 Maret 2024

Kisah Wanita Penjaga Warung Rest Area Batang, Banting Tulang Saat Ramadan Demi Bayar Sekolah Anak

- "Allah itu akan memampukan makhluknya selama makhluknya itu mau berusaha. Kita berpikirnya kayak gitu saja."

Itulah kalimat yang keluar dari  Anik Wijayanti, wanita berusia 36 tahun saat berbincang dengan Tribunnews.com, Minggu (31/3/2024).

Prinsip tersebut terus dipegang Anik yang hari-harinya berperan sebagai tulang punggung bagi dua anaknya.

Peran itu mesti dilakoni, sebab suaminya sudah tiada.

"Suami sudah enggak ada," ujarnya pelan.

Saat ditemui, Anik tampak sibuk memainkan ponsel sembari menunggu pelanggan di deretan tenant makanan Rest Area Kilometer 379 A Batang, Jawa Tengah.

Sama seperti prinsipnya, Anik juga tampak tak neko-neko dalam berpakaian, ia mengenakan kaus hitam dipadu hijab warna senada dengan motif kembang di pinggirannya.

Dengan senang hati, dia berkisah soal suka-dukanya menghabiskan 12 jam per hari untuk menjaga dua warung milik bosnya.

"Satu shift, dari jam 8 pagi sampai 8 malam. Kalau malam gantian, ada yang jaga," katanya lalu tersenyum.

Dua warung yang dijaga Anik berada di bagian belakang, sebab belum lama ini direlokasi dari bagian depan rest area.

Di lokasi yang sama, tenant-tenant lain juga berjajar menjajakan aneka makanan, seperti soto, sop, tongseng, bakso, rawon, dan lain-lain.

Dari menjaga dua warung, setidaknya Anik mengantongi Rp 50 ribu per hari sebagai gaji pokok, belum termasuk komisi penjualan.

"Kalau dapatnya dikit, minim itu 50 (ribu). Tapi kalau pendapatannya, kita jual lumayan, kita kan dapat tambahan lagi," ujarnya.

Anik mengaku dapat persenan yang lumayan saat warung yang dijaganya masih berlokasi di bagian depan rest area.

Namun, begitu dipindah ke bagian belakang, penjualan menurun sampai dua kali lipat.

Di bagian depan rest area sendiri kini sudah terdapat restoran-restoran ternama.

Informasi yang diperoleh juga, tak lama lagi akan ditambah satu restoran cepat saji.

"Ini saja aku buka baru 10 hari. Jadi 2019 itu kan bangunannya di depan sana. Biasanya itu pendapatan di sini sehari tuh, di sana bisa dapat di satu warung, ini dua warung. Jomplang banget," ujarnya.

Meski demikian, di musim mudik penghasilannya masih tertolong, mengingat ramainya pengunjung rest area, bahkan sampai ke area belakang.

Terlebih sehari setelah lebaran, dia bisa membawa pulang uang hingga empat kali lipat dari hari-hari biasanya.

"Kalau di H+1 itu ya lumayan. Kalau tahun kemarin Alhamdulillah dua lembar dapat," katanya.

Karena itulah ibu dua anak itu rela tak mengambil libur barang sehari selama Bulan Ramadhan.

Apalagi di H-5 hingga H-1 lebaran. Dia hanya ambil libur pada hari pertama lebaran.

Katanya, hasilan yang diperoleh, sayang untuk dilewatkan.

Maklum, sebagai tulang punggung, Anik terus kepikiran soal anak-anaknya yang butuh biaya untuk mengenyam pendidikan.

"Buat kebutuhan anak. Apalagi yang kelulusan mau ke SMA," ujarnya.

Sembari membenahi posisi duduknya, Anik bercerita bahwa kedua anaknya mengenyam pendidikan di sekolah keagamaan, madrasah ibtidaiyah (MI) dan madrasah tsanawiyah (MTs).

Raut wajahnya lebih serius saat menceritakan itu.

Katanya, tak mengapa walau tidak gratis seperti sekolah negeri.

Untuk anaknya yang bersekolah di MI, biayanya tak begitu membikin pusing Anik, yakni Rp 15.000 per bulan.

Iuran pokok itu belum perintilan lainnya, termasuk uang gedung Rp 150 ribu sampai Rp 200 ribu per tahun.

Sedangkan untuk anaknya yang di MTs, iuran pokok yang mesti dibayar Rp 60.000 per bulan.

"Belum nanti iuran-iuran yang lain. Ya Bismillah bisa," katanya sembari merekahkan senyum.

Menyekolahkan anak di MI dan MTs merupakan pilihan yang harus diambilnya.

Sebab Anik merasa belum bisa memberikan pendidikan agama secara langsung kepada dua anaknya lantaran terbentur kondisi harus mencari nafkah.

Katanya, tak mengapa dia berjuang mati-matian asalkan anak-anaknya memiliki dasar agama yang kuat.

"Aku pengen mereka dapat ilmu keagamaan. Aku udah tau di negeri itu pelajaran agama itu dua jam aja. Setidaknya kan aku menyadari enggak bisa ngasih langsung, ngajarin ilmu agama ke anak-anakku karena terpaut dengan aku kerja."

Sekali lagi, dia yakin setiap orang sudah diberi ujian dan rezeki yang sesuai takaran kesanggupannya.

"Enggak usah dibawa takut. Sudah ada yang ngatur," katanya.

Editor: Adi Suhendi

Tag:  #kisah #wanita #penjaga #warung #rest #area #batang #banting #tulang #saat #ramadan #demi #bayar #sekolah #anak

KOMENTAR