- Praktisi hukum Syaefullah Hamid menyatakan kasus dugaan korupsi terkait pembelian liquefied natural gas (LNG) atau gas alam cair yang didakwakan kepada mantan Direktur Utama (Dirut) PT.
Pertamina Galaila Karen Kardinah alias Karen Agustiawan bukan perkara hukum pidana. Ia menegaskan, perkara itu seharusnya masuk ranah perdata. "Tindakan bisnis, tindakan korporasi semestinya kalaupun mau di evaluasi secara ranah korporasi. Bukan ranah pidana," kata Syaefullah Hamid ditemui di kawasan Blok M, Jakarta Selatan, Jumat (23/2). Syaefullah menegaskan, perkara yang didakwakan merupakan ranah bisnis. Ia menuturkan, dalam hukum bisnis hal biasa jika ada keuntungan maupun kerugian. "Itu keruginan bisnis, dalam bisnis kerugian itu biasa. Sehingga tidak otomatis menjadi kerugian negara. Kita tahu kontraknya masih berlangsung belum berakhir. Sehingga terlalu prematur ada kerugian atau tidak, yang harus dilihat diakhir untung atau rugi," tegas Syaefullah. Syaefullah mengharapkan eksepsi Karen bisa diterima oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Terlebih, ia pun menyoroti berkas perkara yang ditandatangani mantan Ketua
KPK Firli Bahuri. Mengingat, Firli saat ini bukan lagi Pimpinan KPK. Sehingga, seharusnya berkas perkara yang menjerat Karen ditandatangani oleh penyidik KPK. "Karena serangkaian penyidikan itu adalah dilakukan penyidik. Kalau pimpinan bukan penyidik. Sehingga itu cacat hukum. Sehingga berkas perkaranya tidak dapat diterima," ujar Syaefullah. Sebelumnya, Mantan Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina (Persero) Karen Agustiawan didakwa telah merugikan negara sebesar USD 113.839.186.60 atau setara Rp 1,779 triliun. Karen berharap sidang yang menjerat dirinya akan diungkap secara utuh. Dia ingin ada serial perkara pengadilan pengadaan LNG Pertamina. Dia mengklaim media internasional menunggu. Media asing tersebut sangat antusias terhadap aksi korporasi Pertamina dengan CCL selama dirinya menjabat sebagai dirut Pertamina hingga 1 Oktober 2014. Terutama setelah terjadi kasus suap SAP yang dituntut oleh Foreign Corrupt Practces Act (FCPA) dan Securites and Exchange Commision (SEC), USA sebesar USD 220 juta.
"Tadi sudah dibacakan seluruh dakwaan JPU dan di sidang berikutnya saya akan
menjelaskan secara rinci berdasarkan dokumen. Bukan hanya katanya," tegas Karen, pada Senin (12/2).
Karen atas dakwaan terhadap dirinya, mengaku akan mengungkap fakta hukum yang sebenarnya dalam persidangan ke depan. Ke depannya setiap selesai sidang dirinya akan mengungkap fakta ke publik soal persoalan sidang yang dijalani.
"Ini tanggung jawab moral saya agar masyarakat Indonesia memahami jalannya proses hukum ini. Sehingga, keadilan di negeri Indonesia tercinta ini benar-benar ditegakkan. Saya pun setuju dengan moto “No Viral No Justice," sambungnya.
Karen mengaku ada kejanggalan dengan penahanannya yang ditandatangani Ketua KPK (nonaktif) Firli Bahuri. "Sejak tanggal 19 September 2023 KPK telah menahan saya. Kemudian saya banyak membaca dengan teliti dan ternyata surat penahanan saya ditandatangani oleh mantan Ketua KPK Firli Bahuri yang sekarang berstatus tersangka," pungkas dia.
Editor: Dimas Ryandi
Tag:
#pakar
#sebut
#kasus
#yang
#menjerat
#dirut
#pertamina
#karen
#agustiawan
#masuk
#ranah
#perdata