Rumus Baru UMP 2026, Mampukah Penuhi Kebutuhan Hidup Layak?
Ilustrasi UMP 2026 vs Kebutuhan Hidup Layak. (Suara.com)
21:52
18 Desember 2025

Rumus Baru UMP 2026, Mampukah Penuhi Kebutuhan Hidup Layak?

Baca 10 detik
  • Formula UMP 2026 yang baru menggunakan inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan faktor alfa, diserahkan penetapannya kepada gubernur daerah.
  • Kelompok buruh menilai formula baru berpotensi menaikkan upah sangat minim, tidak menjamin Kebutuhan Hidup Layak (KHL) pekerja.
  • ASPIRASI menuntut peninjauan ulang formula dan pemerintah menjaga stabilitas harga kebutuhan pokok sebelum penetapan UMP.

Penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2026 kembali memantik api perdebatan lama: soal siapa yang paling dikorbankan dalam hitung-hitungan ekonomi negara. Di tengah janji rumus baru yang diklaim lebih adil dan fleksibel, kelompok buruh justru melihat bayang-bayang masalah lama—upah naik tipis, harga hidup terus meroket.

Alih-alih jadi angin segar, formula baru UMP 2026 dinilai berpotensi membuat pekerja tetap “sesak napas” di tengah biaya hidup yang kian tak ramah.

Dengan formula penghitungan berupa kombinasi tingkat inflasi dan pertumbuhan ekonomi beserta faktor pengali berupa alfa, besaran kenaikan UMP tidak lagi ditetapkan secara seragam di seluruh Indonesia.

Penetapan kenaikan UMP nantinya diambil oleh masing-masing gubernur di berbagai wilayah, sesuai rekomendasi Dewan Pengupahan Daerah.

Kontroversi UMP 2026

Cara penghitungan baru upah minimum untuk tahun 2026 langsung disambut nada kekecewaan dari kelompok buruh.

Salah satunya datang Asosiasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (ASPIRASI), yang terang-terangan menyebut formula penghitungan baru sama sekali tidak menjamin kesejahteraan pekerja.

"Rumus tersebut tidak mencerminkan dan tidak menjamin terpenuhinya Kebutuhan Hidup Layak (KHL) bagi pekerja dan keluarganya," kata perwakilan ASPIRASI, Mirah Sumirat, Rabu (17/12/2025).

Infografis Rumus UMP 2026. (Suara.com/Emma) PerbesarInfografis Rumus UMP 2026. (Suara.com/Emma)

Kelemahan Rumus UMP 2026

Rumus penetapan UMP 2026, yang didasarkan pada revisi regulasi pasca putusan Mahkamah Konstitusi (MK), dinilai punya banyak kelemahan.

Teknis formula yang diusulkan pemerintah malah dinilai belum sepenuhnya mencerminkan Kebutuhan Hidup Layak (KHL) buruh, karena variabel pengalinya di rentang 0,5 sampai 0,9 dianggap terlalu kecil untuk mengejar kenaikan harga barang pokok.

Hal itu berisiko menghasilkan kenaikan upah yang sangat minim, bahkan di bawah tingkat inflasi riil yang dirasakan pekerja.

Bahkan, implementasi rumus tertentu dalam PP Pengupahan dikhawatirkan dapat menyebabkan upah minimum di beberapa daerah tidak mengalami kenaikan sama sekali, jika pertumbuhan ekonomi wilayah tersebut stagnan.

"Padahal, Putusan Mahkamah Konstitusi secara jelas menyatakan bahwa upah minimum harus mengandung prinsip KHL, keadilan, dan kemanusiaan, bukan sekadar pendekatan teknokratis berbasis angka makroekonomi," jelas Mirah Sumirat.

Mengenal Kebutuhan Hidup Layak (KHL)

Mahkamah Konstitusi mendefinisikan KHL sebagai standar kebutuhan yang harus dipenuhi oleh seorang pekerja lajang untuk dapat hidup layak secara fisik, nonfisik, dan sosial selama satu bulan.

Terdapat 60 komponen kebutuhan hidup layak yang terbagi untuk kebutuhan sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, transportasi serta rekreasi dan tabungan.

KHL juga harus menjadi variabel utama dalam struktur upah minimum, di samping variabel inflasi dan pertumbuhan ekonomi.

Upah minimum pun harus mengandung prinsip keadilan dan kemanusiaan, sehingga penetapannya tidak boleh hanya menggunakan pendekatan teknokratis angka makroekonomi semata tanpa mempertimbangkan kebutuhan nyata hidup layak.

Estimasi kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2026 yang mempertimbangkan variabel Kebutuhan Hidup Layak (KHL) berkisar antara 6,5 persen hingga 10,5 persen, tergantung pada skenario dan tuntutan yang diajukan. 

Dengan asumsi inflasi sekitar 2,69 persen dan pertumbuhan ekonomi 4,96 persen, kenaikan ideal diprediksi mencapai 7,7 persen hingga 7,77 persen.

Kelompok buruh mengajukan tiga opsi kenaikan, yaitu 6,5 persen, 7,77 persen hingga maksimal 8,5 persen sampai 10,5 persen guna mengejar standar KHL yang lebih adil.

Lewat penghitungan tersebut, UMP 2026 Jakarta, sebagai salah satu contoh, diperkirakan di angka Rp5,8 sampai Rp5,9 juta.

Namun dengan hasil rumusan terbaru penghitungan, prediksi kenaikan UMP bisa lebih rendah dari itu.

Di Jakarta, dengan asumsi inflasi 2,69 persen dan pertumbuhan ekonomi 4,96 persen, kenaikan UMP Jakarta 2026 diperkirakan berkisar antara 5,17 persen (alfa 0,5) hingga 7,15 persen (alfa 0,9) atau di kisaran Rp5,6 sampai Rp5,7 juta.

Infografis KHL (Kebutuhan Hidup Layak). (Suara.com/Emma) PerbesarInfografis KHL (Kebutuhan Hidup Layak). (Suara.com/Emma)

Tetap Tekan Daya Beli Pekerja

Rumusan penghitungan baru untuk upah minimum nyatanya tetap tidak sebanding dengan daya beli pekerja.

Survey Biaya Hidup (SBH) 2022 saja menunjukkan data bahwa rata-rata pengeluaran rumah tangga bulanan bisa mencapai hampir Rp15 juta.

Sedang bagi pekerja lajang dengan gaya hidup standar, biaya per bulan yang harus ditanggung ada di kisaran Rp4,5 hingga Rp6 juta.

Bagi mereka yang berpendapatan UMR, gaji bulanan mereka tentu hanya bisa digunakan untuk mencukupi kebutuhan dasar seperti rumah, makanan dan transportasi saja. 

Potensi Gejolak Sosial 

Pro kontra perumusan upah minimum untuk tahun 2026 pun berpotensi menimbulkan gelombang protes dari kalangan buruh.

Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) bersama Koalisi Serikat Pekerja–Partai Buruh (KSP–PB) sudah mendengungkan wacana untuk menggelar aksi unjuk rasa pada Jumat (19/12/2025).

"RPP Pengupahan dan penetapan umum minimum tidak sesuai harapan buruh," kata Presiden KSPI sekaligus Presiden Partai Buruh, Said Iqbal pada Selasa (16/12/2025).

Namun, ada juga serikat pekerja yang menawarkan solusi ke para pengampu kebijakan sebelum penetapan UMP 2026 menimbulkan masalah baru.

Contohnya seperti tiga tuntutan dari Asosiasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (ASPIRASI), untuk pemerintah segera mengambil langkah korektif dalam perumusan UMP 2026.

Mulai dari peninjauan kembali formula pengupahan yang baru saja disahkan dalam Peraturan Pemerintah, peran aktif pemerintah dalam menjaga stabilitas harga barang di pasaran agar upah memiliki nilai, hingga partisipasi aktif kelompok buruh dalam setiap perumusan aturan ketenagakerjaan.

"Sehingga mampu menciptakan keadilan, kepastian, dan kesejahteraan bagi pekerja, sekaligus menjaga hubungan industrial yang harmonis dan berkelanjutan," tegas perwakilan ASPIRASI, Mirah Sumirat.

Apa Solusinya?

Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal melihat bahwa rumusan baru penetapan UMP sebenarnya sudah memenuhi unsur keadilan.

Pada dasarnya, setiap daerah memang memiliki kondisi ekonomi yang berbeda-beda dan akan lebih tepat kalau penetapan UMP tidak diseragamkan seperti sebelumnya.

"Kan malah sebenernya fair. Kalau kondisi ekonomi bagus, otomatis upah lebih tinggi," kata Faisal kepada Suara.com, Kamis (18/12/2025).

Hal serupa pun diutarakan Esther Sri Astuti, Direktur Eksekutif INDEF, meski di sisi lain dirinya sependapat bahwa besaran UMP harus mendekati standar KHL.

"Jadi, harus disesuaikan dengan kondisi ekonomi saat ini, dan bisa diprediksi kenaikannya secara pasti. Agar dari sisi investor bisa merencanakan keuangannya dengan baik," jelasnya kepada Suara.com, Kamis (18/12/2025).

Dengan demikian, ke depan tinggal peran pemerintah masing-masing daerah untuk dapat menjaga harga-harga kebutuhan dasar agar bisa menyeimbangkan besaran UMP dan standar KHL.

"Itu juga kan ikut membantu meringankan beban biaya hidup daripada buruh," pungkas Faisal.

Di persimpangan antara angka makroekonomi dan realitas dapur pekerja, polemik UMP 2026 menegaskan bahwa soal upah bukan sekadar rumus, melainkan soal hidup layak. Tanpa keberanian pemerintah menyeimbangkan kepastian usaha dan keadilan sosial, formula baru ini berisiko kembali jadi angka indah di atas kertas, tapi pahit di kantong buruh.

Editor: Vania Rossa

Tag:  #rumus #baru #2026 #mampukah #penuhi #kebutuhan #hidup #layak

KOMENTAR