Worst Nightmare Gen Z : Diciduk Tanpa Penjelasan? Begini Aturannya di KUHAP Baru!
Buat banyak anak muda, ditahan aparat secara tiba-tiba tanpa konteks itu bukan cuma adegan film thriller, itu mimpi buruk paling real.
Salma (24 tahun), bahkan langsung kebayang skenario paling gelap kalau suatu saat ia dihentikan polisi tanpa alasan.
“Image aparat di kepala aku udah buruk banget. Yang aku takutkan kalau tiba-tiba ditangkap? Ya… aku hilang. Orang tua aku bingung, keluarga panik, aku nggak tau dibawa kemana,” kata dia.
Sejak dulu, aturan penangkapan diatur di Pasal 75 KUHAP 1981, yang pada intinya bilang bahwa setiap penangkapan harus disertai alasan yang jelas dan surat perintah.
Masalahnya, banyak gen Z bahkan nggak tau mereka punya hak dasar itu.
Jump in ke KUHAP 2025: Pasalnya beda, substansinya sama
Nah, ketika KUHAP mau direvisi pada 2025, banyak orang berharap bakal ada kemajuan besar soal perlindungan warga, termasuk mencegah penangkapan yang terkesan asal-asalan.
Tapi ternyata, hasilnya nggak sesuai yang dibayangkan.
Ahli hukum pidana Universitas Katolik Parahyangan Agustinus Pohan menilai, secara prinsip hampir nggak ada perubahan signifikan dalam KUHAP baru.
“Hak-haknya sama saja. Bedanya hanya sekarang dikelompokkan. Dulu tercerai-berai, sekarang dikumpulkan dalam pasal tersendiri. Tapi substansinya tetap sama. Tidak lebih baik,” kata dia.
Menariknya, draf lama revsi KUHAP sebenarnya pernah memasukkan mekanisme super penting: Hakim Pemeriksa Pendahuluan alias Judge of the Preliminary Review.
Mekanisme ini memungkinkan orang yang baru ditangkap langsung dibawa ke hadapan hakim untuk diuji apakah penangkapan itu sah atau tidak.
Kalau nggak sah, hakim bisa memerintahkan pembebasan saat itu juga.
“Kalau mekanisme itu jadi diterapkan, penangkapan tak beralasan akan sulit terjadi,” ucap Agustinus Pohan.
Masalahnya, mekanisme tersebut malah dihapus di draf final KUHAP 2025.
Hasilnya? Perlindungan warga kembali ke situasi lama: kalau kamu merasa ditangkap tanpa dasar, kamulah yang harus berjuang membuktikan bahwa penangkapan itu salah, bukan aparat yang harus membuktikan tindakan mereka benar di awal.
Aturan baru lebih terukur
Di sisi lain, pakar hukum Universitas Trisakti Albert Aries mengemukakan pendapatnya bahwa aturan baru sebenarnya lebih terstruktur.
Ia menyebutkan, dalam KUHAP 2025 :
- Polisi harus punya dua alat bukti yang cukup sebelum melakukan penangkapan.
- Ada dua surat yang wajib ditunjukkan, yakni surat tugas dan surat perintah penangkapan yang memuat identitas, alasan penangkapan, kronologi, dan lokasi pemeriksaan.
- Penangkapan maksimal 1×24 jam, kecuali kasus narkotika yang bisa memakan waktu lebih lama yakni 3×24 jam.
- Jika ada pelanggaran, warga bisa mengajukan pra-peradilan, versi Indonesia dari habeas corpus, untuk menguji apakah penangkapan sah atau tidak.
Secara teori, sudah nggak mungkin lagi ada penangkapan “tanpa alasan”.
“Kalau aparat sembarangan, itu abuse of power. Dan praperadilan bisa digunakan untuk menguji keabsahannya,” jelas Albert
Tapi, kenapa Gen Z masih takut?
“Karena kita pernah lihat orang mati ditangan aparat. Hak itu ada, tapi apakah mereka beneran mau kasih? Itu yang bikin takut.” ujar Salma
Agustinus juga mengatakan bahwa, penyimpangan itu tetap bisa kejadian, dan tanpa mekanisme kontrol cepat, wajar banget kalau orang makin was-was.
Jadi, apa sih kesimpulannya?
Pasal 75 KUHAP 1981 menjadi dasar umum bagi aturan penangkapan. Di RKUHAP 2025, isinya dipecah jadi beberapa pasal biar lebih terstruktur.
Isi intinya? Nggak jauh beda. Perlindungan terhadap warga tidak sepenuhnya meningkat.
Realita di lapangan? Kekhawatiran Gen Z tetap valid karena pada akhirnya, hukum bukan cuma soal pasal, tapi soal siapa yang menjalankannya.
Katanya Gen-Z nggak suka baca, apalagi soal masalah yang rumit. Lewat artikel ini, Kompas.com coba bikin kamu paham dengan bahasa yang mudah.
Tag: #worst #nightmare #diciduk #tanpa #penjelasan #begini #aturannya #kuhap #baru