Abrasi Berkurang, Kepiting Datang: Bagaimana Mangrove Mengubah Wajah Pesisir Tambakrejo Semarang?
Kelompok Camar membudidayakan mangrove di Tambakrejo Semarang. (Suara.com/Ikhsan)
18:44
27 November 2025

Abrasi Berkurang, Kepiting Datang: Bagaimana Mangrove Mengubah Wajah Pesisir Tambakrejo Semarang?

Baca 10 detik
  • Tambakrejo dulu terancam abrasi parah, dengan rumah-rumah hilang dan warga hidup dalam kecemasan setiap kali air pasang.
  • Inisiatif warga menanam mangrove sejak 2011, dipimpin Juraemi dari CAMAR, memulihkan pesisir menahan abrasi, memulihkan ekosistem, hingga menarik pengunjung.
  • Kini pesisir mulai pulih, ditandai sabuk hijau mangrove yang melindungi pantai dan membuka peluang ekonomi, membuktikan bahwa perubahan besar bisa lahir dari langkah kecil yang dirawat konsisten.

Garis pantai Tambakrejo, Semarang, dulu identik dengan satu kata abrasi. Rumah-rumah hilang digerus gelombang, tambak tenggelam perlahan, dan setiap kali air laut pasang, warga hidup dalam kecemasan.

Pesisir terus mundur dari tahun ke tahun, sementara masyarakat tak punya banyak pilihan selain bertahan dan berharap keadaan membaik.

Perubahan baru terasa ketika sekelompok warga memutuskan melakukan sesuatu yang tampak sederhana tetapi mendasar: menanam mangrove. Dari langkah kecil itu, sebuah pemulihan panjang mulai bergerak.

Juraemi, Ketua Cinta Alam Mangrove Asri dan Rimbun (CAMAR), masih ingat hari ia mulai memahami dunia mangrove, 2 Desember 2011.

Kelompok Camar membudidayakan mangrove di Tambakrejo Semarang. (Suara.com/Ikhsan) PerbesarKelompok Camar membudidayakan mangrove di Tambakrejo Semarang. (Suara.com/Ikhsan)

“Sedikit-sedikit saya belajar mengenali jenis-jenis mangrove, progres kehidupannya, pemanfaatannya,” ujarnya.

Saat itu ia hanya mengenal istilah yang familier bagi warga Jawa Tengah bongkok atau bakau. Namun seiring waktu, lewat pelatihan dan banyak belajar secara otodidak, pengetahuannya berkembang. Ia mulai memahami bahwa mangrove memiliki keragaman yang jauh lebih luas.

“Dalam pelatihan disebut ada 105 jenis mangrove. Tapi yang kami pahami dan yang tumbuh baik di sini dua kasta: Rhizophora dan Avicennia,” jelasnya.

Rhizophora mucronata menjadi jenis utama yang mereka tanam untuk menahan abrasi, sementara Avicennia terbukti paling adaptif menghadapi kondisi campuran air asin dan tawar di Tambakrejo.

Dari Menahan Ombak, Ekosistem Ikut Bangkit

Pemulihan pesisir tidak terjadi dalam hitungan bulan. Tapi mangrove memberi dampak awal yang paling dirindukan warga abrasi berhenti memakan daratan.

“Yang paling terasa itu mangrove mengurangi abrasi,” kata Juraemi.

Akar-akar mangrove menahan gelombang, menangkap sedimen, dan perlahan menstabilkan tanah yang dulu terus terkikis.

Dengan perlahan, pesisir mulai “tumbuh” kembali.

Kelompok Camar membudidayakan mangrove di Tambakrejo Semarang. (Suara.com/Ikhsan) PerbesarKelompok Camar membudidayakan mangrove di Tambakrejo Semarang. (Suara.com/Ikhsan)

Bersamaan dengan itu, kehidupan pun ikut pulih. Di bawah rimbun mangrove, kepiting kembali berkembang biak, ikan kecil muncul untuk memijah, dan burung datang berteduh serta membuat sarang. Ekosistem yang dulu sepi kini kembali hidup.

Secara ekonomi, perubahan memang tidak drastis, tetapi mulai terasa. Ketika kawasan ini dikenal sebagai ruang edukasi, tamu datang berkunjung, membuka peluang bagi warga untuk berjualan dan menyediakan wisata alam sederhana. Bahkan daun mangrove jenis tertentu kini bisa diolah menjadi keripik, memberi tambahan pendapatan kecil tapi berarti.

Hutan bakau adalah pusat keanekaragaman hayati yang menopang banyak tumbuhan dan hewan penting bagi produksi pangan. Menurut UNEP, bakau menjadi tempat pembibitan ikan-ikan muda dan habitat lebah madu, dua sumber pangan krusial bagi masyarakat pesisir.

Bagi 1,5 miliar orang, ikan adalah sumber protein utama. Di negara berpenghasilan rendah yang rawan krisis pangan, hampir 20 persen asupan protein hewani berasal dari ikan. Karena itu, hilangnya bakau akan memukul keras sektor perikanan, terutama di negara berkembang.

Sebaliknya, memulihkan bakau dapat menambah hingga 60 triliun ikan dan invertebrata muda setiap tahun, stok alami yang bisa dimakan dan memiliki nilai ekonomi tinggi. Ini menjadi dorongan besar bagi ketahanan pangan global.

Pesisir yang Mulai Pulih

Restorasi mangrove di Tambakrejo tidak lahir dari proyek besar atau teknologi canggih. Ia tumbuh dari warga yang belajar sambil praktik, menanam sambil menjaga, dan memahami bahwa pemulihan alam membutuhkan waktu.

Kini, sebuah sabuk hijau membentang di sepanjang pesisir, menjadi benteng alami yang melindungi desa dari abrasi. Ekosistem yang sempat rusak kembali bernapas, dan masyarakat perlahan merasakan manfaat ekologis, sosial, hingga ekonomi.

Tambakrejo memberi satu pelajaran penting perubahan besar bisa berawal dari langkah kecil yang dirawat dengan konsisten. Dari satu pohon mangrove yang ditanam belasan tahun lalu, kini tumbuh harapan bagi pesisir yang dulu hampir hilang.

----

Tulisan ini merupakan bagian dari program jurnalisme konstruktif Suara Hijau yang didukung oleh IMS (International Media Support)

Editor: Bimo Aria Fundrika

Tag:  #abrasi #berkurang #kepiting #datang #bagaimana #mangrove #mengubah #wajah #pesisir #tambakrejo #semarang

KOMENTAR