Bagaimana Cara Menerima Diri Apa Adanya? Ini Kata Pakar
- Tidak semua orang bisa menerima diri seutuhnya. Ada yang hanya menerima seluruh sifat baiknya dan menolak mengakui sifat buruknya, ada pula yang hanya mengakui separuh sifat buruknya.
Lantas, bagaimana cara menerima diri seutuhnya dan tidak merasa malu sampai menolak, atau menyembunyikan, sifat buruk yang dimiliki?
“Sebenarnya awalnya itu pasti harus selalu mawas diri dan mengenali diri sendiri,” kata psikolog Ina Luthfie, S.Psi., M.A saat ditemui di Aula Majapahit, Museum Mandiri, Jakarta Barat pada Minggu (23/11/2025).
Cara menerima diri seutuhnya
Kenali apa yang ada di dalam diri
Psikolog Ina Luthfie, S.Psi., M.A, saat ditemui dalam perayaan ulang tahun anggota boyband BTS bernama Park Jimin bertajuk Face of the Night, di Aula Majapahit, Museum Mandiri, Jakarta Barat pada Minggu (23/11/2025).
Menerima diri seutuhnya, alias self-acceptance, sangatlah penting karena bisa membantumu lebih bahagia dan berdamai dengan diri sendiri.
Untuk bisa menerima diri seutuhnya, prosesnya memang tidak bisa terjadi dalam satu malam saja. Kamu perlu banyak belajar untuk lebih sadar akan diri sendiri, demi mengenal diri sendiri.
“Bagaimana cara untuk sadar dan kenal dengan diri sendiri? Semudah kayak kamu tahu kepribadianmu seperti apa, apakah kamu tipe yang introvert atau extrovert, lalu tingkat energimu untuk bersosialisasi itu berapa persen?” ucap Ina.
Kemudian adalah mengetahui hal-hal seperti gaya komunikasimu dengan orang lain seperti apa, hal-hal yang disukai, hobi, serta apa saja yang kamu anggap benar dan salah.
Proses yang tidak mudah
Menerima diri sendiri apa adanya bisa membuatmu merasa lebih berbahagia dan berdamai dengan diri sendiri. Bagaimana caranya?
Mengetahui kepribadian diri sendiri bukanlah proses yang mudah. Sering kali, ada sifat negatif yang kita tahu kita memilikinya, tetapi kita sengaja tidak mengakuinya supaya terkesan memiliki kepribadian yang positif.
Misalnya saja sifat sombong. Tidak semua orang bisa mengakui memiliki sifat sombong.
Meskipun ada, kemungkinan mereka berdalih bahwa mereka sombong hanya pada orang atau situasi tertentu.
“Karena ini (sifat negatif) kadang-kadang suka bertentangan dengan keadaan dan juga sama ‘topeng’ yang kita pakai,” ucap Ina.
Tidak selaras dengan “topeng” yang dipakai
Menerima diri sendiri apa adanya bisa membuatmu merasa lebih berbahagia dan berdamai dengan diri sendiri. Bagaimana caranya?
Berkaitan dengan "topeng" dari sisi psikologis, seorang psikolog asal Swiss bernama Carl Jung yang mengartikan topeng sebagai persona, alias wajah sosial yang ditampilkan oleh seseorang ketika mereka berhadapan dengan suatu lingkungan.
Ina menjelaskan lebih lanjut bahwa setiap orang memiliki lebih dari topeng, tergantung berapa banyak lingkungan yang dihadapi sehari-hari.
“Dari sisi psikologi, ‘topeng’ itu wajah yang diperlihatkan pada dunia luar. Bisa dibilang wajah sosial. Jadi, kita menampilkan diri kita sesuai dengan lingkungan yang sedang kita hadapi,” kata dia.
Misalnya adalah topeng yang kita gunakan dalam lingkungan pekerjaan, serta saat sedang bersama teman dan keluarga.
Tentunya, seseorang akan memperlihatkan candaan yang berbeda ketika sedang bekerja di kantor, dan tidak akan selalu serius seperti sedang bekerja saat bersama keluarga atau teman.
“Itu sisi alam bawah sadar kita untuk menciptakan topeng-topeng yang sejalan dengan apa yang ada di lingkungan sosial kita, supaya kita tidak memperlihatkan sisi buruk kita lah istilahnya. Kita kan selalu ingin dilihat baik, positif, jadi kita ngumpetin dengan cara bertopeng,” ucap Ina.
Journaling bisa membantu
Menerima diri sendiri apa adanya bisa membuatmu merasa lebih berbahagia dan berdamai dengan diri sendiri. Bagaimana caranya?
Journaling atau menulis diary adalah salah satu medium yang bisa membantu seseorang lebih mengenal dirinya sendiri, sehingga ia bisa menerima diri seutuhnya.
Sebab, ketika sedang menulis, sering kali apa yang tertuang ke dalam tulisan adalah pikiran dan perasaan kita yang sebenarnya.
“Terus, kita review (mengulas) diri sendiri. Apakah kita masih sama seperti kita yang dulu? Karena, kita saat ini dengan kita lima tahun lalu kan sudah pasti beda,” ucap Ina.
Dari sini, kamu bisa memutuskan apakah kamu mau menerima dirimu yang dahulu untuk menjadi sosok yang lebih baik lagi saat ini dan ke depannya, atau menutupi dirimu yang dahulu tetapi “memalsukan” siapa dirimu sebenarnya sampai kamu akhirnya lelah secara mental?
“Pada akhirnya, self-acceptance adalah untuk menerima apapun yang kita punya, yang baik, buruk, kekurangan, kelebihan, lewat refleksi diri (journaling),” tutup Ina.