Pelukan ''Nenek'' Terbuat dari Cinta dan Keajaiban
Presiden ke-5 RI sekaligus Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri saat berpidato dalam seminar peringatan 70 Tahun Konferensi Asia-Afrika di Blitar, Jawa Timur, Sabtu (1/11/2025).(Dokumentasi PDI-P.)
06:48
25 November 2025

Pelukan ''Nenek'' Terbuat dari Cinta dan Keajaiban

Tidak ada mimpi yang terlalu besar ketika Anda memiliki seorang nenek yang percaya pada Anda. ”

DUA hari terakhir ini, kenangan mendiang nenek begitu menghunjam sanubari saya yang terdalam.

Sebagai seorang istri penisunan polisi berpangkat rendah, nenek begitu perkasa untuk ikut menyingsingkan lengan menambal uang pensiun kakek yang tidak begitu besar.

Demi membantu ibu saya yang juga mendapat setoran gajian ayah sebagai serdadu TNI dari golongan bintara dan beranak enam orang, tentu nenek begitu peduli.

Adzan Subuh belum terdengar, tetapi bunyi alat-alat masak di dapur begitu nyaring terdengar di dapur. Nenek begitu sigap mengolah pisang, ubi dan ketan untuk hidangan kolak yang enak.

Belum lagi tangan nenek begitu cekatan memotong kikil sapi dan menguleg bumbu kacang untuk bahan rujak cingur.

Saban pagi, di rumah kuno di Gang Batok, Malang, Jawa Timur, perjuangan nenek dan kakek berjualan rujak cingur dan kolak bermula.

Saya yang masih pelajar kelas 2 SD Kriten Merapi sudah “bertugas” memasang terpal untuk memayungi jualan nenek agar tidak kepanasan atau kehujanan.

Bagi saya, nenek adalah “pahlawan” yang mengajarkan arti perjuangan sejak dini. Dari nenek yang buta huruf, saya ditempa untuk selalu rajin belajar agar tidak bodoh dan terjerumus ke pergaulan nakal.

Nenek saya masih sempat menimang putri saya atau cicitnya saat masih bocah dan masih menjadi saksi cucunya ini lulus sarjana S-1 dari Universitas Indonesia (UI), walau tidak lagi menyaksikan saya tamat S-2 dan S-3. Apalagi bisa melihat cicitnya tengah menempuh program S-2 di Australia.

Saya bisa membayangkan larat kesedihan nenek mendiang Alvaro Kiano Nugroho (6) yang begitu berat menerima kenyataan kalau sang cucu akhirnya ditemukan tewas dengan kondisi mengenaskan.

Sejak Maret 2025, Alvaro menghilang dari sekitar rumahnya di Kawasan Pesanggrahan, Jakarta Selatan.

Setiap saat nenek Alvaro menunggu kabar kepastian nasib cucunya hingga mendapat Alvaro ditemukan dalam kondisi tinggal tulang belulang di Kawasan Tenjo, Bogor, Jawa Barat, berselang 8 bulan sejak menghilang.

Usai perceraian kedua orangtuanya dan ditinggal ibunya merantau ke Malaysia, Alvaro dibesarkan oleh nenek kakeknya sehingga ikatan batin begitu lekat.

Jika nurani orang masih tumpul, maka kesedihan dan rasa kehilangan yang dirasakan nenek Alavaro tentu tidak akan dirasakan.

Jika setiap cucu tidak pernah merasakan kasih sayang dari seorang nenek, bisa jadi di masa dewasanya tidak mengenal rasa bijak.

PSI Vs Nenek-nenek

Ketua Harian PSI Ahmad Ali saat ditemui di Palu, Sulawesi Tengah, Rabu (19/11/2025). KOMPAS.com/ADHYASTA DIRGANTARA Ketua Harian PSI Ahmad Ali saat ditemui di Palu, Sulawesi Tengah, Rabu (19/11/2025). Akhir-akhir ini, terminologi “nenek” tengah ramai dibincangkan publik usai Ketua Harian Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Ahmad Ali menyebut,” ada nenek-nenek yang sudah puluhan tahun jadi ketua partai”.

Eks politisi Partai Nasdem tersebut berbicara dalam konteks dirinya tidak terima ketika Jokowi dirujak saat bicara politik, tetapi diminta pensiun saja.

Pernyataan Ahmad Ali yang “memantik” tensi politik memanas itu dikemukan saat menyampaikan arahan di Rakorwil PSI se-Kepulauan Riau di Batam, Sabtu lalu (Kompas.com, 22/11/202

Dari semua partai politik yang ada, baik yang terwakili di Senayan atau yang berada “di pinggiran” Senayan atau tidak lolos parliamentary threshold, hanya PDI Perjuangan yang memiliki ketua umum seorang perempuan. Sehingga jelas tudingan Ahmad Ali tersebut tertuju kepada Megawati Soekarnoputri.

Megawati terlahir dari putri Sang Proklamator Bung Karno di Gedung Agung Yogyakarta, 23 Januari 1947. Dari sisi usia, Megawati yang mendapat 10 gelar Doktor Kehormatan (HC) dan 3 gelar Profesor Kehormatan menjadi ketua umum partai politik paling senior. Saat ini Megawati berusia 76 tahun.

Bayangkan di saat Megawati mulai kritis terhadap rezim pemerintahan represif Orde Baru dan mulai memimpin Partai Demokrasi Indonesia Cabang Jakarta Pusat di tahun 1986, Ahmad Ali baru mulai aktif berorganisasi di Himpunan Mahasiswa Islam tahun 1998.

Jika Megawati selalu konsisten di jalan politik PDI dan selanjutnya PDI Perjuangan, Ahmad Ali malah sudah pernah “loncat-loncat” partai dari Patriot, Golkar, Nasdem dan kini di PSI.

Pernyataan Ahmad Ali tentu direspons balik oleh kader-kader PDI Perjuangan yang dikenal militan. Dan tidak pelak jagat politik yang selama ini “disesaki” kontroversi tuduhan ijazah palsu dan “ambyarnya” proyek-proyek infrastruktur selama era Jokowi, mulai teralihkan.

Sengkarut pernyataan politisi-politisi yang seakan ingin “viral” dan bertujuan menjadi atensi pemberitaan media seharusnya disadari semua pihak bahwa tata krama dan etika politik harusnya lebih dikedepankan.

Mungkin saja Ahmad Ali lupa kalau PSI kini tidak lagi menjadi “anak emas” mengingat pengaruh power politik dan kekuasaan Jokowi semakin surut.

Semakin terkuaknya aneka penyimpangan dan ketidakberesan program-program kebijakan yang dibuat Jokowi membuat publik semakin kritis bersuara.

Alih-alih memberi penguatan terhadap program-program kerakyatan yang dikerjakan Presiden Prabowo seperti Sekolah Rakyat, Koperasi Desa Merah Putih, pelaksanaan Program Makan Bergizi Gratis, revitalisasi sarana dan prasarana sekolah, dan lainnya, politisi kita sekarang ini masih berkutat dengan masalah “receh”.

Politisi kita saat ini tidak ada yang sekaliber Akbar Tandjung di Golkar, mendiang Prof Suhardi di Gerindra, Almarhum Prof JE Sahetapy di PDI Perjuangan atau Almarhum Hartono Mardjono di Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Kritik yang disampaikan mereka begitu bernas dan tidak pernah berujar menyakiti pribadi seseorang.

Kekaguman saya terhadap Megawati – yang disebut “nenek-nenek" oleh Ahmad Ali – terletak pada konsistensinya atas penegakkan demokrasi.

Di saat politisi “unyu-unyu” loncat-loncat pindah partai demi posisi dan memperbesarnya peluang menjadi anggota Dewan yang terhormat, Megawati tetap setia pada keyakinannya akan jalan demokrasi sebagai tujuan akhir.

Di saat berkuasa menjadi Presiden, Megawati ingin pemilihan presiden berjalan jujur, transparan dan berkeadilan. Ia tidak pernah bercita-cita menjadi presiden hingga tiga periode atau memaksakan putrinya, Puan Maharani menjadi seorang wakil presiden dengan cara “mengakali” konstitusi.

Walau calon presiden dan wakil presiden yang diusungnya kalah di Pemilihan Presiden 2024, Megawati tidak “ngambek”, tetapi tetap memberikan dukungan kritis dan menjadi kekuatan penyeimbang untuk pemerintahah Prabowo Subianto.

Menjadi politisi adalah pilihan, jauh lebih penting lagi kepemimpinan dalam politik bukan tentang jabatan atau kekuasaan, tetapi tentang memberi dampak positif.

Tag:  #pelukan #nenek #terbuat #dari #cinta #keajaiban

KOMENTAR