Komut Petro Energy Dituntut 11 Tahun Penjara Terkait Kasus LPEI, Kuasa Hukum Sebut Tindak Pidana Jangan Kangkangi Proses Perdata
–Komisaris Utama (Komut) PT Petro Energy Jimmy Masrin dituntut 11 tahun penjara. Selain itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga menuntut denda Rp 400 juta subsider 6 bulan kurungan.
Penasihat hukum Jimmy Masrin, Waldus Situmorang, menilai tuntutan tersebut memiliki kekeliruan konstruksi hukum yang berpotensi menyesatkan. JPU menafsirkan pembayaran kewajiban Petro Energy kepada LPEI sebagai pengembalian uang hasil korupsi. Padahal, keduanya berbeda dalam terminologi hukum.
“Dalam hukum, pengembalian sebagaimana dimaksud Pasal 4 UU Tipikor hanya terjadi bila seseorang telah dinyatakan menerima uang hasil tindak pidana, lalu mengembalikannya ke rekening negara. Tetapi yang terjadi dalam perkara ini adalah pembayaran kewajiban kontraktual, bukan pengembalian uang korupsi,” kata Waldus dalam keterangan tertulis, Senin (24/11).
Waldus menjelaskan, pembayaran angsuran atas fasilitas pembiayaan USD 10 juta telah dilakukan sejak 2021–2022. Kini tinggal tersisa sekitar USD 500 ribu, seluruh bunga dibayar tanpa tunggakan.
Sementara untuk fasilitas USD 50 juta, pembayaran dimulai 2024 dan sudah dilakukan tujuh kali (jatuh tempo hingga 2028).
“Kalau ini dianggap pengembalian, seolah-olah uang tersebut adalah milik negara dan harus masuk ke rekening negara. Padahal yang terjadi adalah pembayaran utang kepada LPEI sesuai perjanjian,” tegas Waldus.
Waldus membantah tegas penilaian soal kliennya yang dinilai berbelit dalam proses persidangan. Dia menyatakan Jimmy tidak terlibat dalam pengelolaan operasional perusahaan karena fungsi itu berada di tangan direksi.
“Penilaian bahwa terdakwa berbelit-belit tidak berdasar. Beliau jarang bicara justru karena tidak menjalankan fungsi operasional,” jelas Waldus.
Karena itu, dia memastikaakan menyampaikan pembelaan menyeluruh tehradap kliennya. Waldus menekankan, seluruh pembayaran masih berlangsung sesuai perjanjian kontraktual antara Petro Energy dan LPEI.
“Pertama, uang sudah dibayar secara termin sesuai perjanjian. Ini hubungan perdata yang sah dan mengikat kedua pihak, pacta sunt servanda, sebagaimana Pasal 1320 jo. 1338 KUHPerdata,” tutur Waldus.
Dia mempersoalkan alasan hukum pidana ikut masuk ketika mekanisme restrukturisasi masih berjalan normal tanpa wanprestasi.
“Pembelaan kami sederhana, ini adalah pembayaran utang yang sah, bukan tindak pidana,” tegas Waldus.
Sebagaimana diketahui, Jaksa KPK menuntut tiga terdakwa kasus korupsi pemberian fasilitas kredit oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI). Ketiga terdakwa yakni, Newin Nugroho, Presiden Direktur PT Petro Energy dituntut 6 tahun penjara dan denda Rp 250 juta, subsider 4 bulan kurungan.
Kemudian, Susy Mira Dewi Sugiarta, Direktur PT Petro Energy dituntut 8 tahun 4 bulan penjara dan denda Rp 250 juta, subsider 4 bulan kurungan.
Sementara, Jimmy Marsin selaku Komisaris Utama PT Petro Energy sekaligus penerima manfaat (beneficial owner) dituntut 11 tahun penjara, denda Rp 400 juta subsider 6 bulan kurungan, serta membayar uang pengganti USD 32.691.551,88. Jika tidak membayar uang pengganti, Jimmy harus menjalani 5 tahun penjara tambahan.
Perbuatan para terdakwa disebut telah merugikan keuangan negara sebesar Rp 958,5 miliar, sebagai bagian dari keseluruhan kasus kredit bermasalah yang merugikan negara hingga Rp 11,7 triliun.
Mereka dituntut melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Tag: #komut #petro #energy #dituntut #tahun #penjara #terkait #kasus #lpei #kuasa #hukum #sebut #tindak #pidana #jangan #kangkangi #proses #perdata