Ribka Tjiptaning Dilaporkan ke Polisi, Data Kedubes AS Ungkap Dugaan Pembantaian Massal
- Politikus PDI-P Ribka Tjiptaning dilaporkan ke Bareskrim Polri pada 12 November 2025 oleh ARAH.
- Laporan tersebut muncul akibat pernyataan Ribka yang menyebut Soeharto sebagai pembunuh jutaan rakyat.
- Dokumen rahasia AS tahun 1965 mengindikasikan Soeharto mendukung eksekusi massa simpatisan PKI oleh militer dan ormas.
Polemik seputar pengusulan almarhum Presiden ke-2 RI, Soeharto, sebagai Pahlawan Nasional memasuki babak baru di ranah hukum.
Politikus senior PDI-P, Ribka Tjiptaning, secara resmi dilaporkan ke Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri pada Rabu (12/11/2025).
Laporan tersebut diajukan oleh Aliansi Rakyat Anti-Hoaks (ARAH), menyusul pernyataan keras Ribka yang menyebut Soeharto sebagai “pembunuh jutaan rakyat” dalam konteks perdebatan publik mengenai gelar pahlawan nasional.
Koordinator ARAH, Muhammad Iqbal, menjelaskan bahwa pelaporan dilakukan karena pernyataan yang disampaikan Ribka dinilai menyesatkan dan berpotensi melanggar Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
"Pernyataan itu lebih menjurus pada ujaran kebencian dan berita bohong, karena sampai hari ini tidak ditemukan putusan terkait yang menyatakan almarhum Soeharto membunuh jutaan rakyat,” ujar Iqba.
Iqbal menegaskan bahwa pelaporan ini didasarkan pada rekaman video pernyataan Ribka yang telah tersebar di berbagai platform media, termasuk TikTok, dan menjadi berita di sejumlah media nasional sejak 28 Oktober 2025.
Ia juga memastikan bahwa ARAH bertindak atas nama masyarakat yang peduli terhadap kebenaran informasi publik, dan bukan mewakili kepentingan keluarga Cendana.
ARAH melaporkan Ribka dengan dugaan pelanggaran Pasal 28 juncto Pasal 45 UU ITE mengenai penyebaran informasi bohong yang dapat menimbulkan kebencian atau permusuhan di tengah masyarakat.
Dokumen Rahasia AS Ungkap Keterlibatan Militer
Untuk diketahui, pernyataan keras Ribka Tjiptaning ini mengacu pada tragedi pembunuhan massal terhadap anggota atau simpatisan Partai Komunis Indonesia (PKI) dan pihak-pihak yang dituduh terlibat Gerakan 30 September (Gestapu) pada tahun 1965.
Bahkan, warga sipil yang saat itu diragukan keanggotannya dalam PKI juga ikut terseret dalam kasus ini.
Mengutip laporan rahasia mingguan Joint Weeka (koleksi laporan mingguan Kedubes AS) yang terbit pada 30 November 1965, terdapat indikasi bahwa Jenderal Soeharto mendukung atau bahkan memerintahkan eksekusi massa terhadap pendukung atau anggota PKI di beberapa provinsi.
Laporan tersebut mencatat pernyataan Jenderal Nasution tentang keinginan melanjutkan upaya penekanan PKI, yang sudah sampai tahap eksekusi massa “tampaknya atas perintah Jenderal Soeharto, setidaknya di Jawa Tengah.”
Perburuan dan pembantaian ini melibatkan bukan hanya militer, tetapi juga organisasi kemasyarakatan (ormas) keagamaan.
Telegram Kedubes AS kepada Kementerian Luar Negeri AS pada 6 Desember 1965 menyebutkan bahwa ormas Islam juga turut menyerukan agar semua anggota PKI yang sadar harus dibunuh, dengan menyebut mereka sebagai ‘orang kafir munafik yang paling rendah, darahnya pantas ditumpahkan seperti menyembelih ayam.’
Kedubes AS bahkan menyebut ceramah itu sebagai ‘izin untuk membunuh’. Ormas pemuda keagamaan juga dilaporkan terlibat dalam aksi brutalitas.
Pembersihan terus berlanjut. Laporan Joint Weeka edisi 7 Desember 1965 menyebutkan sedikitnya 34 ribu orang yang dianggap anggota PKI ditangkap di Pulau Jawa, dan sebagian dieksekusi di tempat.
Aksi pembunuhan massa terhadap PKI berlangsung selama sekitar dua bulan, yang pada pertengahan Desember 1965, perkiraan jumlah korban yang dibunuh mencapai sedikitnya 100 ribu orang, termasuk sekitar 10 ribu orang di Bali.
Laporan National Security Archive (NSA) menyebutkan bahwa di Bali, aksi pembunuhan—yang sebagian besar dipimpin pasukan parakomando dan Brawijaya—berlangsung selama beberapa bulan, hingga jumlah orang yang dibunuh mencapai ribuan.
Tag: #ribka #tjiptaning #dilaporkan #polisi #data #kedubes #ungkap #dugaan #pembantaian #massal