LPSK Terima 12.243 Permohonan Perlindungan Tahun 2025, Terbanyak dari Korban TPPU dan Kekerasan Seksual
– Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mencatat lonjakan permohonan perlindungan sepanjang tahun 2025. Hingga 4 November 2025, tercatat sebanyak 12.243 permohonan perlindungan masuk dari berbagai wilayah di Indonesia. Permohonan terbanyak datang dari korban Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dan Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).
Wakil Ketua LPSK, Wawan Fahrudin, menjelaskan bahwa meningkatnya angka permohonan ini menunjukkan kesadaran masyarakat yang semakin tinggi untuk mencari perlindungan hukum ketika menjadi korban tindak pidana.
“Sebagian besar permohonan berasal dari korban TPPU sebanyak 7.898 kasus, disusul korban TPKS sebanyak 1.505 kasus, yang terdiri atas 1.251 korban anak dan 254 korban dewasa,” ujar Wawan kepada wartawan, Rabu (5/11).
Berdasarkan wilayah, DKI Jakarta menjadi daerah dengan permohonan terbanyak mencapai 3.419, diikuti oleh Jawa Barat 1.833, Jawa Timur 1.161, dan Jawa Tengah 1.042.
Sementara itu, korban permohonan lainnya datang dari kasus pelanggaran HAM berat yang mencatat 784 permohonan dan tindak pidana lainnya mencapai 1.127 kasus.
Wawan menjelaskan, keputusan terhadap permohonan perlindungan dan perpanjangan layanan dilakukan melalui Sidang Mahkamah Pimpinan LPSK (SMPL). Dari jumlah tersebut, sepanjang 2025, LPSK telah mengeluarkan 4.235 keputusan terkait perlindungan. Adapun hingga 31 Oktober 2025, sebanyak 4.633 orang telah menjadi terlindung LPSK, dengan total 5.632 program layanan yang diberikan.
Jenis layanan perlindungan yang paling banyak diakses masyarakat adalah fasilitasi restitusi sebanyak 3.075 layanan, diikuti oleh bantuan medis 897 layanan, dan pemenuhan hak prosedural 646 layanan.
Bentuk perlindungan lainnya meliputi pemenuhan hak rasa aman, ganti kerugian, serta bantuan medis, psikologis, dan psikososial.
“Permohonan dari Jawa Barat menjadi yang tertinggi untuk kasus TPPU dengan 1.284 laporan, TPKS Anak 252 laporan, dan tindak pidana lainnya 141 laporan,” terang Wawan.
Berdasarkan risalah putusan SMPL periode Januari–Agustus 2025, modus kekerasan seksual tertinggi yang teridentifikasi mencakup kekerasan fisik, relasi kuasa, serta bujuk rayu. Lokasi kejadian paling sering terjadi di tempat tinggal pelaku, ruang publik, dan lembaga pendidikan agama.
LPSK juga mencatat bahwa dampak paling sering dialami korban kekerasan seksual adalah gangguan psikologis, trauma mendalam, serta kehamilan akibat kekerasan.
Menurut Wawan, data ini menjadi pengingat bahwa penanganan korban harus dilakukan secara menyeluruh, tidak hanya secara hukum, tetapi juga melalui pemulihan fisik dan mental.
Tag: #lpsk #terima #12243 #permohonan #perlindungan #tahun #2025 #terbanyak #dari #korban #tppu #kekerasan #seksual