LMKN Disebut Anak Haram Konstitusi, Pencipta Lagu Minta Menteri Hukum Baca UU
Jumpa pers pencipta lagu memberikan update terkait perkembangan informasi soal permohonan uji materi yang diajukan ke MA. (Abdul Rahman)
22:16
31 Oktober 2025

LMKN Disebut Anak Haram Konstitusi, Pencipta Lagu Minta Menteri Hukum Baca UU

- Polemik terkait masalah hak cipta masih terus memanas. Hal itu terjadi setelah sejumlah pencipta lagu resmi memasukkan permohonan uji materiil kepada Mahkamah Agung (MA).

Sejumlah pencipta lagu melakukan gugatan atau uji materiil terhadap Peraturan Pemerintah (PP) No. 56 Tahun 2021 tentang Tata Cara Pengelolaan Royalti Lagu dan/atau Musik serta Peraturan Menteri Hukum (Permenkum) No. 27 Tahun 2025 yang merupakan aturan pelaksanaannya.

Gugatan secara resmi dimasukkan pencipta lagu ke MA pada Rabu (29/10) dengan dokumen cukup tebal mencapai 285 halaman. Langkah hukum ini ditempuh sejumlah pencipta lagu karena keberadaan Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) dinilai bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.

Sejumlah pencipta lagu tersebut menilai, keberadaan LMKN tidak memiliki dasar hukum melenceng dari UU Hak Cipta. Salah satu yang dikritisi adalah LMKN yang ada saat ini menjadi alat bantu negara dan merasa tidak bertanggung jawab kepada LMK yang memiliki mandat langsung dari para pemilik hak cipta.

"LMKN itu seharusnya alat bantu LMK, tapi yang berjalan sekarang LMKN menjadi alat bantu negara. Ini masalah yang sangat serius," kata Ali Akbar, salah satu pemohon uji materi yang juga pencipta lagu untuk God Bless dan Gong 2000, di bilangan Jakarta Selatan, Kamis (30/10).

Menurut dia, dalam UU Hak Cipta, yang diberikan kewenangan untuk mengumpulkan dan distribusikan royalti adalah LMK, bukan LMKN. Karena di dalam UU tidak dikenal LMKN seperti sekarang ini.

"LMK itu lembaga otonom. Tidak ada di atas lembaga otonom yang memayungi lagi kecuali negara. Apakah ada lembaga lain yang memayungi partai politik? Tidak ada kan," katanya.

Kesalahan fatal lainnya, menurut Ali Akbar, terletak pada proses pembentukan LMKN yang dibentuk oleh menteri. Dia pun mempertanyakan apa kewenangan menteri dalam membentuk LMKN, apalagi sampai campur tangan ke dalam urusan royalti hak cipta.

"Royalti itu beda dengan pajak. Kalau pajak haknya negara, tapi royalti hak para pencipta. LMKN yang ada sekarang adalah anak haram konstitusi," paparnya.

Hal senada juga diungkapkan Eko Saky selaku pencipta lagu legendaris “Jatuh Bangun”. Menurut dia, akar permasalahan pengelolaan royalti di Tanah Air bisa terjadi karena terjadi kesalahan sejak awal proses pembentukan LMKN yang tidak sesuai dengan amanat UU No. 28 Tahun 2014. 

“LMKN sejak awal sudah tidak sesuai dengan UU Hak Cipta. Maka tidak heran jika dalam perjalanannya, lembaga ini menimbulkan banyak persoalan dan keresahan di kalangan pencipta lagu,” paparnya.

Menurut dia, untuk memperbaiki tata kelola royalti di Tanah Air harus dibetulkan dari awal yaitu dimulai proses pembentukan LMKN. Eko Saky tidak menampik LMK membutuhkan wadah komunikasi supaya menjadi satu pintu. Namun, LMKN yang ada sekarang disebutnya menjadi alat negara, bukan menjadi alat bantu LMK. Dan hal itu dinilai bertentangan dengan UU.
  
"Menteri Hukum mungkin tidak baca UU Hak Cipta, sebaiknya beliau baca dulu UU biar kesalahannya tidak semakin jauh," paparnya.

Dia pun bingung dengan komisioner LMKN yang ada sekarang karena bukan merepresentasikan pencipta lagu. Bahkan, sejumlah komisioner LMKN sekarang ini merupakan ASN, termasuk ada staf khusus menteri.

"Apa kaitannya mereka dengan royalti dari pemilik hak cipta? Coba tanya ke mereka apa lagu yang mereka ciptakan. Pasti bingung," katanya.

Editor: Nurul Adriyana Salbiah

Tag:  #lmkn #disebut #anak #haram #konstitusi #pencipta #lagu #minta #menteri #hukum #baca

KOMENTAR