MK Putuskan Pemisahan Pemilu, Yusril: Pemerintah-DPR Harus Rumuskan Lagi UU Pemilu
Menko Kumham Imipas Yusril Ihza Mahendra saat menghadiri acara laporan tahunan Komnas HAM di Kantor Komnas HAM RI, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (2/7/2025).(KOMPAS.com/SINGGIH WIRYONO)
16:40
2 Juli 2025

MK Putuskan Pemisahan Pemilu, Yusril: Pemerintah-DPR Harus Rumuskan Lagi UU Pemilu

- Menteri Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra mengatakan, pemerintah dan DPR mau tidak mau harus merumuskan kembali Undang-Undang (UU) Pemilihan Umum (Pemilu).

Hal itu menyikapi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) bahwa pemilu anggota DPRD dan kepala/wakil kepala daerah (pemilu lokal) digelar 2 atau 2,5 tahun sejak pelantikan anggota DPR, DPD, dan presiden/wakil presiden terpilih (pemilu nasional).

Sebab, menurut Yusril, putusan MK bersifat mengingkat sehingga harus dilaksanakan.

"Sekarang sudah mau tidak mau karena memang itu sudah putusan MK, final dan binding (mengikat). Pemerintah dan DPR harus merumuskan kembali Undang-Undang Pemilu, termasuk sejumlah masalah baru yang timbul, misalnya mengenai anggota DPRD," kata Yusril saat ditemui di Kantor Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Jakarta, Rabu (2/7/2025), dikutip dari Antaranews.

Yusril berpandangan bahwa pemisahan pemilu nasional dan daerah berpotensi menimbulkan permasalahan untuk masa jabatan anggota DPRD hasil Pemilu 2024.

"Bagaimana halnya dengan anggota DPRD? Apakah bisa anggota DPRD itu diperpanjang? Apakah ini tidak against (menentang) konstitusi sendiri karena memang anggota DPRD itu harus dipilih oleh rakyat?" ujarnya.

Oleh karena itu, Yusril mengatakan, pemerintah dan DPR perlu mendiskusikan secara mendalam putusan MK tersebut agar tindak lanjutnya tidak pula menabrak konstitusi

Dari sisi pemerintah, Yusril menyebut, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menjadi pihak utama untuk menangani persoalan ini.

Namun, Yusril memastikan bahwa kementerian koordinator yang dipimpinnya akan terlibat untuk mengoordinasikan aspek-aspek hukum.

"Dan nanti kita akan lihat bahwa mana yang akan dikerjakan oleh pemerintah, mana yang akan dikerjakan oleh DPR,” katanya.

Potensi Langgar Konstitusi

Dalam kesempatan yang sama, Yusril mengatakan, ada potensi pelanggaran konstitusi jika putusan MK tersebut diterapkan.

Sebab, jeda waktu 2-2,5 tahun antara pemilu nasional dengan pemilu lokal tidak sesuai dengan amanat pada Pasal 22E Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia (NRI) Tahun 1945.

"Kalau kita baca pasal 22E UD 45 kan tegas dikatakan pemilu dilaksanakan sekali lima tahun, enggak bisa ada tafsir lain itu dan pemilu itu untuk memilih anggota DPR, DPD, DPRD, presiden dan wakil presiden," ujar Yusril.

Berikut bunyi Pasal 22E UUD NRI 1945:

(1) Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali.

(2) Pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

Diberitakan sebelumnya, MK mengabulkan sebagian permohonan Perludem dalam Perkara Nomor 135/PUU-XXII/2024.

Dalam putusan yang dibacakan pada 26 Juni 2025, MK memutuskan bahwa pemilu anggota DPRD dan kepala/wakil kepala daerah (pemilu lokal) digelar 2 atau 2,5 tahun sejak pelantikan anggota DPR, DPD, dan presiden/wakil presiden terpilih (pemilu nasional).

Dalam pertimbangan hukum, MK menyoroti pelaksanaan Pemilu 2019 yang menyebabkan penyelenggara pemilu jatuh sakit dan meninggal dunia karena rumitnya teknis penghitungan suara dan terbatasnya waktu untuk rekapitulasi suara.

Selain itu, MK juga menyoroti tenggelamnya masalah pembangunan daerah di tengah isu nasional karena pemilu nasional dan lokal digabungkan

Menurut Mahkamah, masalah pembangunan di setiap provinsi dan kabupaten/kota harus tetap menjadi fokus dan tidak boleh dibiarkan tenggelam di tengah isu nasional.

Tag:  #putuskan #pemisahan #pemilu #yusril #pemerintah #harus #rumuskan #lagi #pemilu

KOMENTAR