Mengenal Ulos Tumtuman dan Sadum, Dua Wastra dengan Teknik Jungkit
Koleksi wastra Tobatenun dalam acara MAULIATE di Mega Kuningan Barat 3, Jakarta Selatan, Kamis (4/12/2025).(KOMPAS.com/Aliyah Shifa Rifai)
12:20
5 Desember 2025

Mengenal Ulos Tumtuman dan Sadum, Dua Wastra dengan Teknik Jungkit

- Ulos tumtuman dan ulos sadum merupakan dua jenis wastra Batak yang hadir dalam beragam kegiatan adat, terlebih pada momen sukacita. Masing-masing memiliki motif, warna, dan penggunaan yang berkembang sesuai tradisi yang diwariskan turun-temurun.

Menurut CEO Tobatenun, Kerri Na Basaria Pandjaitan, kedua kain ini tidak hanya hadir sebagai bagian dari tradisi, tetapi juga sebagai ekspresi identitas yang terus hidup di tengah perubahan zaman.

Tumtuman, wastra prestisius dengan sejarah panjang

Dalam komunitas Batak, tumtuman sering dipandang sebagai salah satu kain yang prestisius. Kerri menjelaskan bahwa kain ini biasanya muncul dalam acara-acara besar, terutama pernikahan.

“Kalau tumtuman ini bisa dibilang kalau di komunitas Batak seperti yang paling luxe. Biasanya dipakai untuk acara pernikahan, bridal-nya biasanya memakai tumtuman,” ujarnya dalam acara MAULIATE di Sopo Del Tower, Jakarta Selatan, Kamis (4/12/2025).

Koleksi wastra Tobatenun, sadum, dalam acara MAULIATE di Mega Kuningan Barat 3, Jakarta Selatan, Kamis (4/12/2025).KOMPAS.com/Aliyah Shifa Rifai Koleksi wastra Tobatenun, sadum, dalam acara MAULIATE di Mega Kuningan Barat 3, Jakarta Selatan, Kamis (4/12/2025).

Ulos tumtuman sendiri memiliki akar sejarah yang panjang. Tumtuman berasal dari kata “tumtum” yang berarti “mengikat”, merujuk pada fungsi awalnya sebagai ikat kepala. 

Dari bentuk awal itu, tumtuman berkembang menjadi selendang dan kemudian menjadi satu set wastra bernilai tinggi yang digunakan dalam berbagai upacara adat. 

Tak hanya digunakan oleh laki-laki, kini tumtuman juga sering dipakai oleh perempuan sebagai kain dan selendang.

Motifnya banyak terinspirasi dari ikat pinggang para raja atau hohos Suranti, serta selendang pelengkap ulos hande bagi tokoh kerajaan dan permaisuri. Struktur motifnya bahkan memiliki kemiripan dengan bagian pada ulos ragi idup.

Adapun Kerri menyebut bahwa kepopuleran tumtuman juga dipengaruhi peran generasi pendahulu dan harus tetap dilestarikan oleh generasi muda saat ini.

“Senior-senior saya mempopulerkan tumtuman itu, dan kita sebagai generasi baru meneruskan, juga dengan warna-warna alam yang kita gaungkan,” katanya.

Koleksi wastra Tobatenun, tumtuman, dalam acara MAULIATE di Mega Kuningan Barat 3, Jakarta Selatan, Kamis (4/12/2025).KOMPAS.com/Aliyah Shifa Rifai Koleksi wastra Tobatenun, tumtuman, dalam acara MAULIATE di Mega Kuningan Barat 3, Jakarta Selatan, Kamis (4/12/2025).

Sadum, dalam tradisi dan perayaan adat Batak

Ulos sadum dikenal sebagai salah satu jenis ulos yang hadir dalam berbagai acara adat bernuansa sukacita. 

Kerri mengatakan, salah satu cara untuk mengenali sadum bisa dilihat melalui konteks pemakaiannya.

“Kalau sadum itu memang dikenal biasanya dipakai gadis atau gadis yang belum menikah. Sebenarnya semua bisa pakai, tapi yang saya mengerti biasanya dipakai untuk gadis yang belum menikah untuk acara pesta ataupun sehari-hari,” ujarnya.

Dalam adat Batak, sadum biasa digunakan sebagai handehande, yaitu kain yang ditaruh di atas bahu, serta sering muncul dalam prosesi mangulosi parboru, yaitu memakaikan ulos untuk para perempuan.

Menurut Kerri, secara visual sadum sering muncul dalam palet warna cerah dan dihiasi mote mote, sehingga banyak orang mengenalinya melalui karakter tersebut. 

Namun, sadum sebenarnya memiliki banyak variasi, baik dalam motif maupun warna, sehingga tampilannya bisa berbeda-beda sesuai daerah dan pengrajinnya.

Teknik jungkit di balik kekayaan motif sadum dan tumtuman

Baik Tumtuman maupun Sadum dikerjakan dengan teknik Jungkit, yaitu teknik songket Batak yang menambahkan benang hias secara melintang pada susunan benang vertikal (lungsi), sehingga menghasilkan motif yang tampak lebih timbul.

Para artisan yang menenunnya tersebar di berbagai wilayah di Sumatera Utara, mulai dari Toba, Silindung, Angkola, Mandailing, hingga Tarutung. 

Di banyak daerah, keterampilan ini diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya, sebagian besar oleh para perempuan yang telah lama menjaga tradisi tenun Batak tetap hidup.

Dalam prosesnya, Tobatenun bersama para penenunnya berupaya mempertahankan praktik pewarnaan alami, menghadirkan rona-rona yang lembut dan tak lepas dari karakter wastra Batak.

Tag:  #mengenal #ulos #tumtuman #sadum #wastra #dengan #teknik #jungkit

KOMENTAR