KPK Klarifikasi soal Tenaga Ahli yang Ngaku Dapat Rp 200 Juta dari Terdakwa Judol Adhi Kismanto
Juru Bicara KPK Budi Prasetyo di Gedung Merah Putih, Jakarta, Rabu (11/6/2025).(KOMPAS.com/Haryanti Puspa Sari)
14:08
19 Juni 2025

KPK Klarifikasi soal Tenaga Ahli yang Ngaku Dapat Rp 200 Juta dari Terdakwa Judol Adhi Kismanto

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengklarifikasi soal pihak bernama Raihan yang disebut sebagai Tenaga Ahli KPK dalam persidangan terkait situs judi online (judol) Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi).

Juru Bicara KPK Budi Prasetyo mengatakan, Raihan bukan merupakan pegawai KPK.

Namun, dia pernah menjadi narasumber terkait pengelolaan data dan informasi di KPK.

"Kami sampaikan bahwa Saudara Raihan bukan pegawai KPK, namun yang bersangkutan memang pernah menjadi narasumber di KPK, khususnya terkait dengan pengelolaan data dan informasi," kata Budi di Gedung Merah Putih, Jakarta, Kamis (19/6/2025).

Budi mengatakan, sebagai narasumber, jenis pekerjaan Raihan adalah dukungan dan tidak sama dengan pegawai KPK.

"Karena kalau untuk narasumber itu kita perlukan, kita panggil, kita undang ketika dibutuhkan, sehingga dalam konteks dia sebagai narasumber, jadi memang di sana tidak mengikat kepada profesionalisme yang bersangkutan untuk kemudian mengerjakan proyek-proyek lain," ujarnya.

Meski demikian, Budi mengatakan, Inspektorat akan mendalami posisi dan pekerjaan yang dilakukan Raihan selama di KPK.

"Inspektorat akan mendalami informasi ini, apakah ada dugaan pelanggaran yang terkait dengan KPK-nya supaya kita juga bisa memitigasi jika memang ada dugaan-dugaan tersebut," ucap dia.

Sebelumnya, Raihan (22), tenaga ahli di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), menerima uang Rp 200 juta dari terdakwa Adhi Kismanto usai membuat software bernama Clandestine yang dirancang untuk mengumpulkan atau meng-crawling situs-situs judi online (judol).

Software ini dibuat Raihan berdasarkan kesepakatan personal dengan Adhi karena yang saat itu mengaku mempunyai proyek dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), kini bernama Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi).

Hal tersebut diungkapkan Raihan saat dihadirkan jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan sebagai saksi dalam sidang kasus melindungi situs judol agar tidak terblokir Kementerian Kominfo, klaster koordinator.

Dalam kasus ini, Raihan berperan sebagai pengembang software Clandestine dan tidak terlibat dalam pengoperasiannya.

Raihan bercerita bahwa dia mengenal Adhi sejak 2021 karena kerap bekerja sama tentang pembuatan software Information Technology (IT) atau aplikasi.

Setelah sudah tidak lama bersua, keduanya bertemu pada akhir 2023.

Dalam kesempatan itu, Adhi meminta Raihan membuat software Clandestine yang sedang dibutuhkan oleh Kominfo untuk meng-crawling situs-situs judol lalu diblokir.

“Saya bagian development (dari software Clandestine),” kata Raihan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Rabu (18/6/2025).

Kendati demikian, saat itu Raihan belum mengetahui secara pasti apakah Adhi sudah bekerja sebagai tenaga ahli di Kementerian Kominfo atau belum.

“Karena saya sudah lost contact beberapa tahun, baru berhubungan lagi. Namun saya belum tahu apakah dia sudah bekerja di Kominfo atau belum. Tapi yang saya tahu, dia memiliki proyek di Kominfo,” ucap dia.

Terlepas dari itu, Adhi menjadikan tukang parkir kecanduan judi online sebagai latar belakang cerita hendak membuat software Clandestine melalui Raihan.

“Dia pernah cerita kepada saya, dia cukup sedihlah melihat tukang parkir, main judi online. ‘Tukang parkir kan enggak ada duitnya, terus ditipu lagi dengan judi online. Akhirnya dia makin sengsara’. Dari situ saya, 'oh iya benar juga', saya juga ikut tergerak kalau ini harus dijadikan,” ungkap dia.

Diberitakan sebelumnya, setidaknya terdapat empat klaster dalam perkara melindungi situs judol agar tidak terblokir Kementerian Kominfo yang tengah bergulir di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.

Klaster pertama adalah koordinator dengan terdakwa Adhi Kismanto, Zulkarnaen Apriliantony alias Tony, Muhrijan alias Agus, dan Alwin Jabarti Kiemas.

Klaster kedua adalah para eks pegawai Kementerian Kominfo, yakni terdakwa Denden Imadudin Soleh, Fakhri Dzulfiqar, Riko Rasota Rahmada, Syamsul Arifin, Yudha Rahman Setiadi, Yoga Priyanka Sihombing, Reyga Radika, Muhammad Abindra Putra Tayip N, dan Radyka Prima Wicaksana.

Klaster ketiga adalah agen situs judol.

Para terdakwa terdiri dari Muchlis, Deny Maryono, Harry Efendy, Helmi Fernando, Bernard alias Otoy, Budianto Salim, Bennihardi, Ferry alias William alias Acai.

Klaster keempat adalah tindak pidana pencucian uang (TPPU) atau para penampung hasil melindungi situs judol.

Para terdakwa yang baru diketahui adalah Darmawati dan Adriana Angela Brigita.

Tag:  #klarifikasi #soal #tenaga #ahli #yang #ngaku #dapat #juta #dari #terdakwa #judol #adhi #kismanto

KOMENTAR