Eks Ketua MK Jimly Asshiddiqie Ikut Dorong Pembentukan Mahkamah Etika Nasional, Tangani Problem Etik Penyelenggara Negara
Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK), Jimly Asshiddiqie memimpin jalannya sidang putusan dugaan pelanggaran etik terhadap hakim MK. (Dery Ridwansah/JawaPos.com)
12:48
18 September 2024

Eks Ketua MK Jimly Asshiddiqie Ikut Dorong Pembentukan Mahkamah Etika Nasional, Tangani Problem Etik Penyelenggara Negara

– Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie menyambut positif munculnya usulan pembentukan Mahkamah Etika Nasional. Ia menyebut, lembaga itu nantinya akan menangani seluruh permasalahan etik yang menyangkut penyelenggara negara.

Jimly mengaku telah berulang kali mempromosikan pentingnya menata sistem etika di Indonesia. Namun, hingga kini belum ada usaha nyata dari pemerintah untuk mewujudkan rekomendasi dalam TAP MPR Nomor 6 Tahun 2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa itu.

"Saya sudah tiga kali menggelar konvensi nasional tentang etika kehidupan berbangsa. Bahkan waktu pelantikan Presiden Jokowi tahun 2019, Ketua MPR mendukung ide pembentukan Mahkamah Etika Nasional. Sudah disetujui, tetapi tidak ada yang mengerjakan teknisnya," kata Jimly dalam diskusi yang diselenggarakan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Rabu (18/9).

Mantan Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) itu menyatakan, momentum saat ini sangat tepat untuk memulai pembentukan Mahkamah Etika Nasional. 

Lembaga ini diharapkan bisa menjawab persoalan etika yang melanda berbagai sektor publik di Indonesia. 

Ia meyakini, Mahkamah Etika akan menjadi institusi yang berperan penting dalam menjaga integritas pejabat publik dan penyelenggara negara.

"Saya yakin timingnya sudah tepat. Kita buat Undang-Undang tentang etika berbangsa dan Mahkamah Etika Nasional. Undang-undang ini akan mengatur substansi etika dan infrastruktur pendukungnya. Tidak hanya menyangkut penyelenggara negara, tetapi juga semua jabatan publik," tegasnya.

Jimly menambahkan, pelanggaran etika bukan hanya terjadi di kalangan penyelenggara negara. Tetapi juga di berbagai organisasi profesional dan sektor publik lainnya.

"Etika jabatan publik lebih luas dari sekadar etika penyelenggara negara. Ada masalah serius di berbagai sektor, dari polisi hingga partai politik, bahkan di dunia kesehatan dan organisasi profesional," jelas Jimly.

Dalam kesempatan yang sama, Guru Besar Hukum Universitas Krisnadwipayana, Topane Gayus Lumbuun juga menekankan pentingnya etika dalam kehidupan berbangsa.

Ia mengatakan, etika muncul ketika hukum tidak lagi mampu mengatasi persoalan yang terjadi. Terutama ketika menghadapi krisis multidimensi seperti yang dialami Indonesia pada 1998.

"Secara etika, sangat mungkin sebuah kebijakan menjadi lebih bijaksana daripada sekadar mengikuti aturan hukum. Namun, apakah kebijaksanaan penyelenggara negara selalu berjalan baik? Ternyata tidak," ujar Gayus.

Ia mengingatkan tentang pentingnya TAP MPR Nomor 6 Tahun 2001 yang memuat rekomendasi tentang penegakan etika dalam berbagai bidang tersebut.

"Etika sosial, hukum, ekonomi, politik, dan lingkungan harus ditegakkan sebagai bagian dari kehidupan berbangsa dan bernegara," pungkasnya.

 

Editor: Bayu Putra

Tag:  #ketua #jimly #asshiddiqie #ikut #dorong #pembentukan #mahkamah #etika #nasional #tangani #problem #etik #penyelenggara #negara

KOMENTAR