seseorang yang dipaksakan menghabiskan piring saat masih anak-anak. (Freepik/freepik)
Anak yang Dipaksa Menghabiskan Makanan Biasanya Menunjukkan 8 Pola Tidak Sehat Ini Saat Dewasa Menurut Psikologi
Pengalaman masa kecil sering meninggalkan jejak yang lebih dalam daripada yang kita sadari. Salah satu yang tampak sepele, namun ternyata membawa dampak jangka panjang, adalah kebiasaan dipaksa menghabiskan makanan di piring, apa pun kondisi kita saat itu—entah sudah kenyang, tidak suka rasanya, atau sedang tidak mood makan.
Bagi banyak anak, itu pun bukan sekadar aturan makan. Ia menjadi pelajaran diam-diam tentang bagaimana kita merespons rasa lapar, kenyang, emosi, dan batasan diri. Psikologi modern menunjukkan bahwa tekanan semacam ini dapat membentuk pola perilaku tertentu saat kita dewasa—pola yang sering kali tidak kita sadari, namun memengaruhi cara kita makan, bekerja, dan memperlakukan diri sendiri.
Dilansir dari Geediting, terdapat 8 pola tidak sehat yang sering muncul pada orang dewasa yang tumbuh dengan pengalaman dipaksa menghabiskan makanan semasa kecil.
1. Kesulitan Membedakan Lapar dan Kenyang
Ketika sejak kecil diajarkan bahwa “makan harus sampai habis,” anak tidak diberi ruang untuk mendengarkan sinyal tubuh. Akibatnya, saat dewasa mereka sering makan berdasarkan kebiasaan, jam, atau kondisi emosional, bukan berdasarkan rasa lapar yang sebenarnya. Banyak dari mereka makan berlebihan tanpa sadar, seolah tombol “stop” di tubuh tidak berfungsi lagi.
2. Cenderung Menjadi Emotional Eater
Dipaksa menghabiskan makanan membuat makan menjadi aktivitas wajib, bukan respons tubuh. Ketika dewasa, banyak yang akhirnya menggunakan makanan untuk menenangkan diri, mengatasi stres, atau mengalihkan emosi—karena sejak kecil mereka belajar bahwa “makan adalah solusi”, apa pun kondisinya.
3. Merasa Bersalah Jika Tidak Menghabiskan Makanan
Rasa bersalah ini sering muncul dari kalimat klasik: “Makanan itu susah dicari, jangan disia-siakan.” Ketika dewasa, mereka bisa merasa bersalah atau tidak enak hati jika meninggalkan sedikit saja makanan, meskipun sudah kenyang. Guilt-driven eating ini dapat berujung pada makan berlebihan bahkan ketika tubuh memberi sinyal berhenti.
4. Pola Perfeksionisme yang Tidak Disadari
“Piring harus kosong” perlahan diterjemahkan otak kecil sebagai “tugas harus sempurna.” Tanpa disadari, banyak orang dewasa dengan latar ini tumbuh menjadi perfeksionis: harus menyelesaikan semua hal tanpa sisa, sulit menyerahkan tugas setengah jadi, atau merasa gagal jika tidak mencapai standar tertentu.
5. Lebih Mudah Takut atau Cemas pada Situasi yang Mengandung Otoritas
Pengalaman dipaksa makan biasanya datang dari figur berkuasa: orang tua, pengasuh, atau guru. Akibatnya, saat dewasa, mereka sering merasa tekanan berlebihan saat berhadapan dengan otoritas, seperti atasan atau orang yang dominan. Bukan takut pada orangnya, tetapi pada sensasi dikontrol.
6. Cenderung Mengabaikan Batasan Diri
Tidak menghormati sinyal kenyang semasa kecil mengajarkan anak bahwa kebutuhan tubuh bukan prioritas. Saat dewasa, ini dapat berkembang menjadi kebiasaan mengabaikan batasan: tetap bekerja saat lelah, sulit mengatakan “tidak”, atau memaksakan diri meski tidak sanggup. Pola ini sering berawal dari satu kebiasaan: tubuh berkata berhenti, tapi kita dipaksa terus.
7. Sulit Membuang atau Melepaskan Sesuatu
Karena dibesarkan dengan mindset “semua harus dimanfaatkan,” sebagian orang dewasa dengan pengalaman ini menjadi penimbun ringan: sulit membuang barang, menyimpan hal-hal yang tidak perlu, atau merasa bersalah saat melepaskan sesuatu. Prinsip “jangan menyia-nyiakan” terbawa ke aspek lain kehidupan.
8. Pola Diet Tidak Stabil di Kehidupan Dewasa
Banyak yang berjuang dengan pola makan ekstrem seperti makan berlebihan, makan cepat-cepat, atau diet ketat berulang, karena hubungan mereka dengan makanan tidak benar-benar natural sejak kecil. Dari luar tampak hanya “masalah makan,” padahal akarnya adalah hubungan yang rusak dengan sinyal tubuh.
Kesimpulan: Luka Kecil di Meja Makan yang Mengikuti Kita Hingga Dewasa
Dipaksa menghabiskan makanan mungkin tampak seperti bagian kecil dari masa kecil, namun bagi banyak orang, itu membentuk pola pikir dasar tentang tubuh, kontrol, dan batasan. Pola tidak sehat ini bukanlah kesalahan kita—itu hanyalah hasil dari pelajaran masa kecil yang tidak pernah kita sadari pengaruhnya.
Kabar baiknya: pola ini bisa diperbaiki. Dengan mempelajari sinyal tubuh, melatih mindful eating, mengizinkan diri untuk berhenti ketika sudah cukup, dan membangun batasan yang sehat, kita bisa membalikkan pola lama yang terbentuk bertahun-tahun.
Kadang, penyembuhan dimulai dari hal sederhana:
mendengarkan tubuh yang selama ini kita abaikan. ***
Editor: Novia Tri Astuti
Tag: #anak #yang #dipaksa #menghabiskan #makanan #biasanya #menunjukkan #pola #tidak #sehat #saat #dewasa #menurut #psikologi