Ribka Tjiptaning dari Partai Apa? Dipolisikan Buntut Ucapannya Soal Soeharto
Ribka Tjiptaning. [Suara.com/Lilis Varwati]
14:17
13 November 2025

Ribka Tjiptaning dari Partai Apa? Dipolisikan Buntut Ucapannya Soal Soeharto

Nama Ribka Tjiptaning mencuri perhatian publik setelah pernyataannya yang menolak gelar Pahlawan Nasional untuk Soeharto viral di media sosial. Banyak yang penasaran, Ribka Tjiptaning dari partai apa, hingga lantang menyuarakan hal tersebut?

Dalam pernyataannya, Ribka mengkritik pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto. Ia menyebut bahwa Soeharto telah membunuh jutaan rakyat Indonesia, yang kemudian viral di media sosial dan memicu perdebatan.

"Sudah ngomong di beberapa media loh. Kalau pribadi, oh, saya menolak keras. Iya kan? Apa sih hebatnya si Soeharto itu sebagai pahlawan hanya bisa memancing, eh apa membunuh jutaan rakyat Indonesia," kata Ribka kepada wartawan di Sekolah PDIP Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Selasa (28/10/2025).

Ucapan Ribka tersebut membuat kelompok masyarakat bernama Aliansi Rakyat Anti Hoaks (ARAH) melaporkannya ke Bareskrim Polri.

Mereka menilai pernyataan Ribka menyesatkan dan berpotensi mengandung ujaran kebencian karena tidak ada bukti hukum yang mendukung klaim tersebut.

Ribka Tjiptaning merupakan politikus senior dari PDI Perjuangan (PDIP) yang sudah lama berkecimpung di dunia politik Indonesia.

Banyak yang kemudian penasaran dengan sosok Ribka Tjiptaning dan bagaimana perjalanan politiknya hingga menjadi salah satu figur perempuan paling vokal di parlemen.

Profil dan Kiprah Ribka Tjiptaning

dr. Ribka Tjiptaning Proletariyati, A.Ak. lahir di Yogyakarta pada 1 Juli 1959. Ia adalah seorang dokter dan politikus yang sudah lama berkecimpung di dunia kesehatan dan parlemen. Latar belakang akademisnya cukup kuat.

Ribka menempuh pendidikan S1 Kedokteran di Universitas Kristen Indonesia (UKI) dan melanjutkan S2 Asuransi Kesehatan di Universitas Indonesia (UI), yang diselesaikannya pada tahun 2012.

Sebelum terjun ke politik, Ribka berprofesi sebagai dokter. Ia pernah membuka praktik di Klinik Partuha Ciledug serta menjadi dokter perusahaan di tempat kerja milik Puan Maharani, yang juga merupakan kader PDIP.

Pengalaman medis ini kemudian menjadi bekal penting bagi Ribka ketika ia dipercaya menangani isu-isu kesehatan di parlemen.

Ribka mulai aktif di politik sejak 1996 dengan bergabung di PDI Perjuangan, partai yang menjadi kendaraan politiknya hingga kini.

Puncak kariernya terjadi saat ia menjabat Ketua Komisi IX DPR RI pada periode 2009-2014, komisi yang membidangi urusan kesehatan, tenaga kerja, dan transmigrasi.

Dalam masa jabatannya, Ribka banyak memperjuangkan hak-hak tenaga kesehatan, pekerja, serta penegakan sistem jaminan sosial.

Selain kiprahnya di DPR, Ribka juga dikenal karena keberaniannya mengambil sikap berbeda. Salah satu yang paling diingat publik adalah saat ia menolak vaksinasi Covid-19 di awal pandemi.

Saat itu, ia menyatakan keraguannya terhadap vaksin dan mengingatkan agar pemerintah tidak menjadikan vaksin sebagai alat komersialisasi.

Ribka juga berasal dari keluarga bangsawan Jawa dan memiliki latar belakang sejarah yang terkait dengan Partai Komunis Indonesia (PKI).

Hal ini membuat pandangan politiknya cenderung berpihak pada rakyat kecil dan kelompok yang tertindas.

Menolak Soeharto Jadi Pahlawan Nasional

Kontroversi terbaru yang melibatkan Ribka berawal dari keputusan pemerintah yang menetapkan Presiden Soeharto sebagai Pahlawan Nasional melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 116/TK/Tahun 2025.

Keputusan tersebut diumumkan oleh Presiden Prabowo Subianto di Istana Negara pada 10 November 2025, bersamaan dengan penganugerahan gelar kepada 10 tokoh lainnya.

Menanggapi keputusan itu, Ribka menyatakan penolakannya secara terbuka. Dalam pernyataannya di Sekolah Partai PDIP, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, pada 28 Oktober 2025, Ribka mengatakan tidak melihat alasan kuat bagi Soeharto untuk disebut pahlawan.

"Kalau pribadi, saya menolak keras. Apa sih hebatnya Soeharto sebagai pahlawan? Hanya bisa membunuh jutaan rakyat Indonesia," ujarnya.

Menurut Ribka, sebelum memberi gelar pahlawan, negara seharusnya terlebih dahulu meluruskan sejarah dan menyelesaikan dugaan pelanggaran HAM di masa pemerintahan Soeharto.

Ia menilai, tanpa ada kejelasan dan tanggung jawab hukum, gelar pahlawan justru bisa melukai perasaan korban dan keluarga mereka.

Pernyataan tersebut membuat Aliansi Rakyat Anti Hoaks (ARAH) merasa perlu mengambil langkah hukum. Koordinator ARAH, Iqbal, menyebut pernyataan Ribka dapat menyesatkan publik karena tidak disertai bukti hukum.

Mereka menyerahkan video pernyataan Ribka sebagai bukti kepada Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri.

Namun, karena tidak memiliki legal standing dari keluarga Soeharto, laporan tersebut diterima sebagai pengaduan masyarakat (Dumas), bukan laporan pidana.

Meski begitu, Ribka tampak tak gentar. Ia menanggapi laporan itu dengan santai dan menyatakan siap menghadapi proses hukum.

Kontributor : Dini Sukmaningtyas

Editor: Agatha Vidya Nariswari

Tag:  #ribka #tjiptaning #dari #partai #dipolisikan #buntut #ucapannya #soal #soeharto

KOMENTAR