Jika Seseorang Menghindari Percakapan Mendalam, Mereka Mungkin Berjuang dengan 8 Rasa Tidak Aman yang Tersembunyi Menurut Psikologi
seseorang yang menghindari percakapan mendalam (Freepik/Lifestylememory)
04:34
15 Oktober 2025

Jika Seseorang Menghindari Percakapan Mendalam, Mereka Mungkin Berjuang dengan 8 Rasa Tidak Aman yang Tersembunyi Menurut Psikologi

 

Ada banyak alasan mengapa seseorang tampak enggan terlibat dalam percakapan mendalam. 

Mereka bisa ramah, lucu, dan mudah bergaul dalam obrolan ringan, tetapi ketika topik mulai menyinggung perasaan, masa lalu, atau kerentanan pribadi—mereka perlahan mundur, mengganti topik, atau bahkan diam. 

Dalam psikologi, perilaku ini sering kali bukan sekadar “tidak suka bicara hal berat”, melainkan cermin dari rasa tidak aman yang tersembunyi.

Setiap manusia punya lapisan-lapisan emosional, dan sebagian orang memilih untuk menutupinya karena rasa takut yang belum disadari. 

Dilansir dari Geediting pada Senin (13/10), terdapat delapan bentuk rasa tidak aman yang sering menjadi alasan di balik kecenderungan menghindari percakapan mendalam.

1. Takut Diadili: Ketika Keaslian Terasa Berisiko

Sebagian orang menolak membuka diri karena takut dihakimi. Mereka belajar dari pengalaman bahwa menunjukkan diri apa adanya sering berujung pada kritik, penolakan, atau ejekan. 

Akibatnya, mereka membangun tembok pelindung berupa percakapan ringan yang aman—tentang cuaca, pekerjaan, atau hal-hal sepele—agar tidak perlu menunjukkan sisi rapuhnya.

Dalam psikologi sosial, ini disebut impression management—usaha menjaga citra diri agar tetap positif di mata orang lain.

Ironisnya, semakin kuat keinginan untuk “terlihat baik”, semakin jauh seseorang dari kedekatan emosional yang sebenarnya.

2. Rasa Tak Layak Dicintai: Ketika Kedekatan Terasa Menakutkan

Mereka yang merasa tidak cukup berharga sering menolak kedekatan emosional karena takut ditinggalkan setelah orang lain tahu “siapa mereka sebenarnya.”

Ini adalah bentuk fear of intimacy, di mana seseorang merasa cinta dan penerimaan sejati adalah sesuatu yang tidak pantas mereka dapatkan.

Alih-alih membiarkan orang masuk ke ruang batin, mereka memilih menjaga jarak aman agar tidak terluka. 

Akibatnya, hubungan mereka sering berhenti di permukaan—hangat tapi hampa, akrab tapi tak pernah benar-benar dekat.

3. Trauma Masa Lalu: Ketika Keheningan Jadi Benteng Pertahanan

Percakapan mendalam sering memunculkan memori lama—tentang kehilangan, penolakan, atau pengkhianatan. 

Bagi mereka yang belum sembuh dari luka emosional, berbicara mendalam berarti membuka luka yang belum benar-benar tertutup.

Psikolog menyebut ini sebagai avoidant coping mechanism—cara menghindar dari pemicu stres emosional. 

Orang yang trauma sering mengalihkan topik pembicaraan bukan karena tak peduli, tetapi karena hati mereka masih berusaha bertahan.

4. Takut Rentan: Saat Kejujuran Terasa Seperti Ancaman

Keterbukaan menuntut keberanian untuk terlihat “tidak sempurna”. Namun, di masyarakat yang sering memuja pencapaian dan citra kuat, menjadi rentan bisa terasa seperti kelemahan.

Banyak orang yang akhirnya menyembunyikan perasaannya di balik humor, logika, atau kesibukan agar tak tampak rapuh.

Padahal, menurut Brené Brown—peneliti yang banyak membahas tentang kerentanan—hanya dengan berani tampil apa adanya, seseorang bisa membangun koneksi yang tulus. 

Tapi tentu saja, bagi yang masih menyimpan ketakutan akan penolakan, itu langkah yang terasa sangat menakutkan.

5. Rasa Tidak Percaya: Pengalaman Dikhianati yang Belum Pulih

Salah satu akar utama dari menghindari percakapan mendalam adalah hilangnya kepercayaan. 

Mungkin dulu seseorang pernah berbagi rahasia, lalu dikhianati. Atau mereka terbuka, namun malah ditertawakan. 

Setelah pengalaman seperti itu, wajar jika mereka memilih diam. Dalam teori keterikatan (attachment theory), orang dengan avoidant attachment style cenderung menarik diri saat hubungan mulai terasa dekat. 

Mereka mengira menjaga jarak adalah cara terbaik untuk mencegah luka terulang.

6. Ketidakmampuan Mengidentifikasi Emosi Sendiri

Beberapa orang tampak datar atau tidak tertarik pada topik emosional karena mereka memang kesulitan mengenali apa yang mereka rasakan. 

Kondisi ini disebut alexithymia—ketidakmampuan untuk mengidentifikasi dan mengekspresikan emosi.

Bukan berarti mereka tidak punya perasaan, tetapi mereka tak terbiasa menyelaminya. 

Bagi mereka, berbicara mendalam terasa membingungkan, bahkan menegangkan, karena dunia batin mereka masih asing bagi diri sendiri.

7. Takut Kehilangan Kontrol

Percakapan mendalam sering membawa seseorang keluar dari kendali—emosi bisa muncul tiba-tiba, air mata bisa menetes tanpa rencana, atau rahasia lama bisa terucap spontan. 

Bagi orang yang perfeksionis atau sangat mandiri, kehilangan kendali seperti ini menimbulkan kecemasan.

Mereka terbiasa mengatur segalanya, termasuk ekspresi diri. Maka, ketika percakapan mulai terasa terlalu pribadi, mereka mundur—bukan karena tidak peduli, tapi karena ingin tetap memegang kendali atas dirinya sendiri.

8. Kelelahan Emosional: Saat Hati Sudah Terlalu Penuh

Ada juga yang menghindari percakapan mendalam bukan karena takut, tapi karena lelah. 

Mereka sudah terlalu sering menjadi tempat curhat, penengah konflik, atau penyembuh bagi orang lain. 

Ketika tiba waktunya berbicara mendalam, mereka justru memilih tenang, tidak ingin menambah beban.

Kondisi ini sering disebut emotional burnout—keadaan di mana kapasitas emosional seseorang telah terkuras. 

Dalam diamnya, sebenarnya mereka sedang beristirahat dari dunia yang menuntut terlalu banyak empati.

Kesimpulan: Di Balik Diamnya, Ada Cerita yang Belum Tersampaikan

Menghindari percakapan mendalam bukan tanda bahwa seseorang dingin atau tidak peduli. 

Dalam banyak kasus, itu adalah bentuk perlindungan diri yang lahir dari luka, ketakutan, atau rasa tidak aman yang belum selesai.

Alih-alih memaksa mereka untuk terbuka, kita bisa mencoba hadir dengan empati. 

Memberi ruang aman tanpa tekanan, mendengarkan tanpa menghakimi, dan menunjukkan bahwa kedekatan bisa menjadi tempat yang aman, bukan ancaman.

Karena pada akhirnya, setiap orang hanya ingin satu hal: diterima apa adanya, tanpa harus menyembunyikan sisi yang paling manusiawi dari dirinya.

 

***

Editor: Novia Tri Astuti

Tag:  #jika #seseorang #menghindari #percakapan #mendalam #mereka #mungkin #berjuang #dengan #rasa #tidak #aman #yang #tersembunyi #menurut #psikologi

KOMENTAR