



Pengamat Soroti Dominasi Arab di AFC dan Lemahnya Lobi Indonesia di Level Asia
- Kisruh terkait keputusan Konfederasi Sepak Bola Asia (AFC) yang menetapkan Arab Saudi dan Qatar sebagai tuan rumah putaran keempat Kualifikasi Piala Dunia 2026 Zona Asia masih menjadi perbincangan hangat di kalangan pecinta sepak bola.
Banyak pihak menilai pemilihan Arab Saudi dan Qatar sebagai tuan rumah tidak adil dan sarat kepentingan politik.
Pengamat sepak bola nasional, Anton Sanjoyo, menyebut bahwa sejak awal keputusan itu diambil secara sepihak dan memang sudah bisa ditebak arahnya.
“Ya, memang sejak penentuan tuan rumah sepihak itu memang dikerjain, tidak hanya Timnas Indonesia tapi Irak juga dikerjain," ujar pengamat yang biasa disapa Bung Joy kepada Kompas.com.
"Jadi dalam kaitan penyisihan Piala Dunia ini Indonesia kan di bawah AFC."
"Nah, AFC itu sebagian besar Exco-nya adalah para sultan dan orang-orang kaya di Jazirah Arab."
"Kebanyakan orang Arab Saudi, Qatar, dan UEA, ada juga orang Thailand, Myanmar, dan Filipina. Kebanyakan sih para sultan Jazirah Arab, mereka mendominasi itu,” imbuhnya.
Ia menjelaskan, putaran keempat sebenarnya direncanakan bergulir di tempat netral.
Namun, keputusan mendadak AFC untuk menjadikan Ronde 4 ini sebagai turnamen “home base” bagi dua negara kaya minyak itu membuat negara-negara lain, termasuk Indonesia dan Irak, berada dalam posisi sulit.
“Beberapa bulan lalu masih di pertengahan putaran ketiga, AFC memutuskan bahwa putaran keempat digelar dengan home tournament di dua tempat, Arab dan Qatar,” tutur Anton Sanjoyo.
"Tapi FIFA yang dilaporin pun tidak menolak. Kenapa? Karena lobi AFC ke FIFA dikuasai orang-orang Arab itu."
"Waktu Irak sempat protes, saya sudah bilang itu pertarungan yang tidak bisa dimenangkan,” sambungnya.
Baginya, situasi ini adalah gambaran nyata bagaimana politik sepak bola di Asia dijalankan.
Apalagi, menurutnya Indonesia belum memiliki posisi kuat dalam tubuh AFC karena minim representasi di level eksekutif.
“Indonesia itu tidak punya Exco di AFC, jago kandang semua itu Exco PSSI. Kalau di Indonesia kayak harimau, kalau di luar kayak kucing yang pemalu,” ucapnya.
Starting Timnas Indonesia, yang harus mengubur mimpi ke Piala Dunia 2026 usai mengalami kekalahan kedua kalinya di Grup B ronde keempat Kualifikasi Piala Dunia 2026 Zona Asia, kali ini oleh Irak, Minggu (12/10/2025) di Stadion King Abdullah Sports City, Jeddah.
Sorotan Lobi Internasional PSSI
Ia juga menyoroti lemahnya kapasitas lobi internasional PSSI.
Meski Erick Thohir dinilai bekerja keras membangun hubungan dengan FIFA, kekuatan finansial dan politik negara-negara Arab tetap tidak bisa tertandingi.
edekatan PSSI dengan FIFA pun tidak serta-merta membuat Indonesia mempunyai pengaruh kuat.
“Erick Thohir dan Ratu Tisha bisa kontak Gianni Infantino, tapi yang berkontak langsung mempunyai hotline ya Arab. Jadi apa yang diputuskan oleh Arab Saudi, Qatar, dan UEA, FIFA ngikut saja,” kata Anton Sanjoyo.
Sehingga ia menilai PSSI sebenarnya sudah menyadari bahwa mereka sedang “dikerjain” dalam sistem ini.
Namun, tidak banyak yang bisa dilakukan karena kekuatan politik dan dana tidak berpihak pada Indonesia.
“Mereka sudah sadar kok ‘dikerjain’ Arab Saudi dengan cara lain. Kan waktu itu sudah mau melayangkan surat protes, karena mereka tahu tidak akan menang lawan AFC,” imbuhnya.
Jadwal yang Menyulitkan dan Ketimpangan Istirahat
Selain itu, ia juga menyinggung hal teknis yang memperlihatkan ketimpangan sistematis dalam penjadwalan laga putaran keempat Kualifikasi Piala Dunia 2026 Zona Asia.
“Narasinya lawan Arab Saudi dipimpin wasit dari Kuwait, ternyata kan wasitnya bagus, jadi memang ada kecurigaan permainan Arab Saudi. Tapi di luar wasit, untuk penentuan tuan rumah itu mereka ‘tricky’, lalu jadwal,” ujar mantan jurnalis olahraga senior Harian Kompas.
Karena pengaturan jadwal sangat menguntungkan Arab Saudi. Ia mencontohkan bagaimana jarak pertandingan dan masa istirahat tim-tim lain menjadi tidak seimbang.
“Saat itu laga pertama Indonesia vs Arab, lalu kedua Irak vs Indonesia, dan laga ketiga Arab vs Irak. Jadi Irak pun tidak bisa apa-apa dengan jarak tanding yang berdekatan, sedangkan Arab Saudi istirahatnya lebih panjang,” sambungnya.
"Nah ini kan tricky-nya mereka, ‘dikerjain’ itu dalam konteks tersebut."
Meski demikian, Anton Sanjoyo menilai Indonesia tetap harus bercermin.
Kekalahan di dua laga yang sudah dijalani seharusnya menjadi momentum untuk memperbaiki diri, bukan sekadar menyalahkan sistem.
“Tapi, ya di laga putaran kempat ini Indonesia saja yang tidak bisa memaksimalkan potensi yang ada," tuturnya menambahkan.
"Sebenarnya lawan Arab Saudi itulah turning point-nya. Kalau lawan Irak kan sudah habis-habisan, Irak pun sebenarnya biasa-biasa saja, tidak seperti yang kita duga tapi ya B (biasa) saja,” pungkasnya.
Tag: #pengamat #soroti #dominasi #arab #lemahnya #lobi #indonesia #level #asia