Ambisi Chip AI Tiongkok Mengguncang Barat, Proyek Manhattan Beijing Menantang Dominasi Teknologi Global
Ilustrasi bendera Tiongkok dan chip semikonduktor. (Reuters)
19:12
18 Desember 2025

Ambisi Chip AI Tiongkok Mengguncang Barat, Proyek Manhattan Beijing Menantang Dominasi Teknologi Global

 

— Ambisi Tiongkok untuk menguasai teknologi chip kecerdasan buatan (AI) kini memasuki fase yang secara nyata mengguncang dominasi teknologi global yang selama ini dipegang Barat. 

Upaya tersebut diwujudkan melalui proyek rahasia berskala nasional yang, menurut para sumber internal, disamakan dengan Proyek Manhattan, sebagai bagian dari strategi Beijing membangun kemandirian teknologi di sektor paling strategis dalam ekonomi digital dan pertahanan modern.

Chip AI merupakan fondasi utama bagi komputasi awan, kecerdasan buatan generatif, hingga sistem persenjataan canggih—bidang yang menopang kekuatan ekonomi dan militer negara-negara Barat serta raksasa teknologi global seperti Nvidia, AMD, dan ekosistem AI yang digunakan Tesla, Amazon, serta Meta. Karena itu, setiap terobosan di sektor semikonduktor langsung berdampak pada keseimbangan kekuatan geopolitik dunia.

Dalam konteks inilah, teknologi litografi extreme ultraviolet (EUV) menjadi kunci. Mesin EUV merupakan prasyarat utama untuk memproduksi chip paling mutakhir di dunia, sekaligus simbol dominasi teknologi Barat yang selama ini sulit ditembus pesaing mana pun.

Dilansir dari Reuters, Kamis (18/12/2025), Tiongkok telah menyelesaikan prototipe mesin litografi extreme ultraviolet (EUV) di sebuah fasilitas berkeamanan tinggi di Shenzhen. Prototipe yang rampung pada awal 2025 dan kini dalam tahap pengujian itu dikembangkan oleh tim yang terdiri atas mantan insinyur ASML, perusahaan Belanda yang hingga kini menjadi satu-satunya produsen mesin EUV komersial di dunia.

Mesin EUV berfungsi mengukir sirkuit ultra-halus—ribuan kali lebih tipis dari rambut manusia—di atas wafer silikon. Semakin kecil sirkuit yang dihasilkan, semakin besar daya komputasi chip. Menurut sumber Reuters, mesin buatan Tiongkok tersebut telah berhasil menghasilkan cahaya ultraviolet ekstrem, meski belum mampu memproduksi chip yang berfungsi secara penuh.

ASML menegaskan bahwa meniru teknologi EUV bukanlah perkara sederhana. “Masuk akal jika ada pihak yang ingin mereplikasi teknologi kami, tetapi melakukan hal tersebut bukan perkara kecil,” kata ASML dalam pernyataannya kepada Reuters. Perusahaan itu mencatat, pengembangan EUV memerlukan hampir dua dekade riset serta investasi miliaran euro sebelum akhirnya digunakan secara komersial pada 2019.

Meski demikian, sejumlah analis menilai kemajuan Tiongkok lebih cepat dari perkiraan sebelumnya. Jeff Koch, analis dari SemiAnalysis dan mantan insinyur ASML, mengatakan, “Tidak diragukan lagi ini secara teknis memungkinkan. Pertanyaannya hanya soal waktu.” Dia menambahkan, jika sumber cahaya memiliki daya yang cukup, andal, dan minim kontaminasi, maka Tiongkok telah mencapai “kemajuan yang bermakna”.

Proyek EUV Shenzhen ini merupakan puncak dari inisiatif enam tahun pemerintah Tiongkok untuk mencapai swasembada semikonduktor, salah satu prioritas utama Presiden Xi Jinping. 

Proyek tersebut berada di bawah strategi nasional yang dikoordinasikan oleh Ding Xuexiang, orang kepercayaan Xi, dengan Huawei berperan sentral mengoordinasikan jaringan perusahaan, lembaga riset, dan ribuan insinyur di seluruh negeri.

“Tujuannya adalah agar Tiongkok pada akhirnya mampu memproduksi chip canggih dengan mesin yang sepenuhnya buatan dalam negeri,” ujar salah satu sumber kepada Reuters. Sumber itu menegaskan, ambisi Beijing adalah mengeluarkan Amerika Serikat sepenuhnya dari rantai pasok teknologi strategis Tiongkok.

Langkah agresif ini tidak terlepas dari pembatasan ekspor Amerika Serikat sejak 2018 yang menekan Belanda agar melarang penjualan mesin EUV ke Tiongkok. 

Mesin EUV ASML sendiri dibanderol sekitar 250 juta dolar AS, setara Rp 4,17 triliun dengan kurs Rp 16.690 per dolar AS. Pembatasan tersebut selama bertahun-tahun memperlambat kemampuan produksi chip canggih Tiongkok dan menekan Huawei setidaknya satu generasi di belakang Barat.

Namun, tekanan itu justru melahirkan strategi alternatif. Tiongkok memanfaatkan pasar sekunder untuk memperoleh komponen mesin lama, merekrut mantan insinyur asing dengan insentif besar—bonus penandatanganan mencapai 3–5 juta yuan atau sekitar Rp 7,1–11,8 miliar dengan kurs Rp 2.369 per yuan—serta mengerahkan lembaga riset nasional untuk mengembangkan sistem optik dalam negeri.

Bagi industri teknologi global, perkembangan ini menandai babak baru Perang Dingin Teknologi AS-Tiongkok. Dominasi AI, komputasi awan, dan ekonomi digital tidak lagi sepenuhnya ditentukan oleh Silicon Valley dan sekutunya. 

Jika target Beijing untuk memproduksi chip berfungsi tercapai pada 2028–2030, peta kekuatan industri semikonduktor global—dan keseimbangan teknologi dunia—berpotensi berubah secara fundamental.

Editor: Setyo Adi Nugroho

Tag:  #ambisi #chip #tiongkok #mengguncang #barat #proyek #manhattan #beijing #menantang #dominasi #teknologi #global

KOMENTAR