Di Tengah Konflik dengan Kamboja, Thailand Bubarkan Parlemen dan Kekuasaan Penuh Kembali ke Rakyat
- Pemerintah Thailand resmi membubarkan parlemen di tengah memanasnya konflik perbatasan dengan Kamboja dan meningkatnya tekanan politik dalam negeri.
Keputusan tersebut membuka jalan bagi penyelenggaraan pemilihan umum lebih cepat, yang dijadwalkan berlangsung dalam waktu 45 hingga 60 hari ke depan. Pembubaran parlemen atau DPR Thailand diumumkan melalui dekret kerajaan yang dirilis pada Jumat (waktu setempat).
Perdana Menteri Anutin Charnvirakul menyebut situasi keamanan di perbatasan Thailand–Kamboja, yang kembali diwarnai bentrokan berdarah, sebagai salah satu alasan utama di balik keputusan besar ini. Selain itu, ia juga mengakui pemerintahannya yang berstatus minoritas menghadapi tantangan serius dalam menjaga stabilitas nasional.
“Solusi yang paling tepat adalah membubarkan parlemen, sebagai cara mengembalikan kekuasaan politik kepada rakyat,” ujar Anutin dalam pernyataannya yang dimuat dalam dekret tersebut dan disahkan Raja Thailand, Maha Vajiralongkorn.
Namun demikian, keputusan membubarkan parlemen ini juga tidak lepas dari ancaman mosi tidak percaya yang kian dekat. Anutin, yang juga dikenal sebagai pengusaha besar, sebenarnya telah berjanji akan membubarkan parlemen paling lambat akhir Januari. Situasi politik yang memburuk membuat jadwal tersebut dimajukan.
Anutin merupakan perdana menteri ketiga Thailand sejak Agustus 2023. Ia mulai menjabat pada September lalu, tetapi masa kepemimpinannya terus dibayangi ketidakstabilan politik.
Salah satu pukulan terberat datang ketika Partai Rakyat (People’s Party), partai progresif dengan basis pemilih muda dan menjadi kekuatan terbesar di parlemen, menarik dukungannya terhadap pemerintah.
Mengutip BBC, hubungan antara Partai Rakyat dan Partai Bhumjaithai pimpinan Anutin memang sejak awal rapuh. Keduanya berada di spektrum ideologi yang berlawanan, Partai Rakyat mendorong reformasi struktural, sementara Bhumjaithai dikenal lebih konservatif dan pragmatis.
Dukungan Partai Rakyat sebelumnya diberikan dengan sejumlah syarat, termasuk komitmen untuk mereformasi konstitusi yang disusun militer serta pembubaran parlemen dalam waktu empat bulan. Namun, Partai Rakyat menilai Bhumjaithai gagal menepati kesepakatan tersebut.
Partai Rakyat bahkan telah bersiap mengajukan mosi tidak percaya pada hari yang sama dengan pengumuman pembubaran parlemen. Sehari sebelumnya, mereka mendesak Anutin untuk membubarkan parlemen sebagai bentuk tanggung jawab kepada publik.
“Sampai jumpa di tempat pemungutan suara,” tulis partai itu dalam pernyataan singkat di media sosial.
Konflik Perbatasan dan Krisis Kemanusiaan
Pembubaran parlemen terjadi di saat Thailand kembali terlibat bentrokan serius dengan Kamboja di wilayah perbatasan. Konflik terbaru ini telah menewaskan sedikitnya 20 orang dan memaksa ratusan ribu warga mengungsi dari daerah terdampak.
Dalam dekret kerajaan tersebut, Anutin menegaskan bahwa pemerintah telah berupaya maksimal untuk menangani berbagai persoalan mendesak, baik di bidang keamanan maupun administrasi publik.
Meski demikian, ia mengakui bahwa menjalankan pemerintahan secara efektif membutuhkan stabilitas politik yang tidak dimiliki oleh pemerintahan minoritas saat ini.
“Dengan status sebagai pemerintah minoritas dan situasi politik domestik yang bermasalah, pemerintahan tidak dapat berjalan secara berkelanjutan, efektif, dan stabil,” tulis Anutin.
Selain konflik perbatasan, pemerintahan Anutin juga menuai kritik keras atas penanganan banjir besar di wilayah selatan Thailand bulan lalu. Bencana tersebut menewaskan sedikitnya 176 orang dan memicu kemarahan publik terhadap respons pemerintah yang dinilai lamban dan tidak terkoordinasi dengan baik.
Secara lebih luas, pembubaran parlemen ini menambah daftar panjang gejolak politik Thailand dalam setahun terakhir. Dua perdana menteri sebelumnya diberhentikan oleh pengadilan atas pelanggaran etik.
Dengan dibubarkannya parlemen, Thailand kini memasuki babak baru yang krusial. Pemilu yang akan digelar dalam waktu dekat dipandang sebagai momentum penting untuk menentukan arah politik negara tersebut, di tengah harapan publik akan stabilitas, reformasi, dan pemerintahan yang lebih responsif.
Namun, di tengah konflik perbatasan yang belum mereda dan polarisasi politik yang tajam, jalan menuju pemulihan politik Thailand diperkirakan masih akan penuh tantangan.
Tag: #tengah #konflik #dengan #kamboja #thailand #bubarkan #parlemen #kekuasaan #penuh #kembali #rakyat