



Pembunuhan Jurnalis Palestina Saleh Aljafarawi: Pesan Gelap bagi Pers Gaza di Tengah Janji Gencatan Senjata
Pembunuhan jurnalis muda Palestina, Saleh Aljafarawi (28), tak hanya meninggalkan duka mendalam bagi masyarakat Gaza, tetapi juga menyampaikan pesan gelap pada dunia, bahwa jurnalis di wilayah tersebut masih menjadi target meski perang telah berakhir.
Dilansir dari Al Jazeera, Rabu (15/10/2025), kematian Aljafarawi mengingatkan dunia bahwa kebebasan pers di Gaza tetap berada di bawah ancaman mematikan.
Aljafarawi dikenal sebagai sosok ceria di lingkungan tempat tinggalnya di Gaza City. Seorang teman masa kecilnya, Eman Murtaja, yang juga penulis opini di Al Jazeera, mengenangnya sebagai “pemuda yang gemar bernyanyi dan selalu membawa kebahagiaan bagi anak-anak di sekitar.”
Namun di balik sosok periang itu, Saleh adalah jurnalis yang berdedikasi tinggi. Ia mulai bekerja secara independen pada 2018 saat March of Return, kemudian dikenal luas sejak perang 2023 karena dokumentasinya mengenai kehancuran di Gaza.
Ketenarannya di dunia maya pun kian meningkat seiring keberaniannya menyoroti kekejaman perang, dengan akun Instagram yang memiliki lebih dari 10 juta pengikut dan kerap diblokir karena konten yang memperlihatkan kekerasan terhadap warga Palestina.
“Melalui kameranya, Saleh merekam genosida dengan segala detail mengerikan,” tulis Murtaja. “Ia tak segan mendatangi lokasi pengeboman untuk melaporkan dan menolong korban, meski itu berarti mempertaruhkan nyawanya sendiri.”
Dedikasinya tetap utuh meskipun ia menghadapi beban pribadi berat; ibunya mengidap kanker, ayahnya sakit, dan kakaknya, Naji, sempat hilang setelah ditangkap tentara Israel di Rumah Sakit Al-Shifa.
Popularitas Saleh membuatnya menjadi sasaran. Ia menerima ancaman yang sama seperti jurnalis Palestina lainnya, termasuk Anas al-Sharif, Ismail al-Ghoul, dan Hassan Eslaih, sebelum mereka juga tewas dibunuh.
Malam ketika gencatan senjata diumumkan, Saleh sempat mengunggah video penuh semangat yang viral, menandai harapan baru bagi keluarganya. Namun hanya beberapa hari kemudian, ia ditemukan tewas setelah dilaporkan diculik, dipukuli, dan ditembak tujuh kali di kawasan Sabra.
Kabar kematiannya mengguncang komunitas jurnalis Gaza. “Pembunuhan Saleh bukan sekadar kehilangan seorang jurnalis berbakat, tetapi juga peringatan bahwa kami belum benar-benar aman,” tulis Murtaja.
Ia menilai, meski pasukan Israel telah mundur dari sebagian wilayah Gaza, milisi bersenjata yang ditinggalkan masih menebar ketakutan. “Pesan pembunuhan itu jelas, siapa pun yang terus melaporkan kebenaran akan dibungkam dengan kekerasan.”
Lebih dari 250 jurnalis Palestina telah tewas sejak perang pecah. Namun, semangat untuk terus melaporkan kebenaran tak padam. “Saya tidak lagi merasa aman,” kata Murtaja, “tetapi saya tidak akan menyerah pada impian untuk menjadi jurnalis.”
Ia menyerukan dukungan global agar lembaga pers internasional dan organisasi HAM memperjuangkan perlindungan bagi jurnalis Palestina serta menolak kampanye yang mendiskreditkan kerja mereka.
Pembunuhan Aljafarawi menandai babak baru ancaman terhadap kebebasan pers di Gaza, sebuah pesan kelam bahwa kebenaran masih diburu hingga pelurunya yang terakhir. (*)
Tag: #pembunuhan #jurnalis #palestina #saleh #aljafarawi #pesan #gelap #bagi #pers #gaza #tengah #janji #gencatan #senjata