



Cara Mencegah Keracunan Makanan pada Anak, Menurut Dokter IDAI
Kasus keracunan makanan massal pada anak beberapa kali terjadi di Indonesia.
Sebagai contoh kasus keracunan dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG) atau keracunan massal saat hajatan.
Ketua Umum PP IDAI, Dr. dr. Piprim Basarah Yanuarso, Sp.A(K), mengatakan bahwa satu kasus keracunan saja sudah merupakan hal serius, apalagi jika sampai menimbulkan korban dalam jumlah besar.
Keracunan makanan berbeda dengan alergi
Ketua Unit Kerja Koordinasi Emergensi dan Terapi Intensif Anak (UKK ETIA) IDAI, dr. Yogi Prawira, Sp.A(K), menjelaskan bahwa keracunan makanan berbeda dengan alergi makanan.
Keracunan terjadi ketika seseorang mengonsumsi makanan atau minuman yang terkontaminasi bakteri, virus, parasit, atau bahan kimia, sedangkan alergi merupakan reaksi sistem imun terhadap protein tertentu dalam makanan.
“Kalau banyak anak sakit setelah makan makanan yang sama, hampir pasti itu keracunan, bukan alergi,” kata dr. Yogi.
Gejala dan bahaya keracunan makanan pada anak
Gejala keracunan makanan umumnya meliputi:
- Mual, muntah, dan nyeri perut
- Diare cair atau berdarah
- Demam, sakit kepala, dan lemas
Kondisi ini bisa berbahaya bila menyebabkan dehidrasi, ditandai dengan mulut kering, anak tampak haus terus, jarang buang air kecil, dan warna urine yang pekat.
“Kalau anak tampak lemas, muntah terus, atau demam tinggi lebih dari tiga hari, segera bawa ke fasilitas kesehatan,” tegas dr. Yogi.
Cara mencegah keracunan makanan pada anak
Menurut IDAI, mencegah jauh lebih penting daripada mengobati. Berikut sejumlah langkah pencegahan keracunan makanan pada anak yang dapat diterapkan di rumah maupun di sekolah:
- Cuci tangan dengan sabun dan air mengalir
Kebiasaan sederhana ini sering diabaikan. Cuci tangan perlu dilakukan sebelum makan, setelah dari kamar mandi, atau setelah menyentuh bahan makanan mentah.
- Pastikan makanan dimasak hingga matang sempurna
Daging ayam sebaiknya dimasak dengan suhu minimal 74°C, sedangkan daging sapi 71°C. Telur juga harus dimasak hingga kuningnya padat, bukan setengah matang.
- Pisahkan bahan mentah dan makanan siap saji
Gunakan talenan atau alat masak berbeda untuk daging, ikan, dan sayuran agar tidak terjadi kontaminasi silang.
- Perhatikan suhu dan penyimpanan makanan
Simpan makanan matang dalam wadah tertutup dan segera masukkan ke lemari pendingin maksimal dua jam setelah dimasak. Jangan mencairkan makanan beku di suhu ruangan.
- Gunakan air bersih yang sudah dimasak atau disaring
Air yang belum diolah dapat mengandung bakteri penyebab penyakit pencernaan.
- Periksa kondisi makanan sebelum dikonsumsi
Jangan makan makanan yang berubah warna, berlendir, berbau asam atau tengik, maupun kemasannya menggembung atau bocor.
- Jaga kebersihan alat makan dan dapur
Bersihkan alat makan dengan air panas dan sabun. Pastikan tempat memasak memiliki sirkulasi udara yang baik dan bebas dari hama.
Edukasi keamanan pangan sejak dini
Dokter Piprim menambahkan, pendidikan tentang higienitas dan keamanan pangan perlu diberikan sejak anak usia sekolah.
Hal ini dapat dilakukan melalui program kolaboratif antara guru, petugas kesehatan, dan orang tua.
“Anak-anak perlu dibiasakan mencuci tangan dan mengenali tanda-tanda makanan yang tidak layak. Edukasi kecil seperti ini bisa menyelamatkan banyak nyawa,” ujarnya.
Menurut IDAI, makanan sehat bukan hanya soal kandungan gizi, tetapi juga soal keamanan pangan dari dapur hingga meja makan.
Dengan menerapkan langkah-langkah sederhana di atas, risiko keracunan makanan pada anak bisa diminimalkan.
“Cukup sudah ribuan anak jadi korban. Ke depan, kita harus memastikan setiap makanan yang diberikan ke anak-anak benar-benar aman,” tutup dr. Piprim.
Tag: #cara #mencegah #keracunan #makanan #pada #anak #menurut #dokter #idai