BRIN: Ekonomi RI 2026 Tumbuh 4,9-5,2 Persen, Terhambat Bencana-Naker
- Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) memperkirakan pertumbuhan ekonomi tahun depan akan tumbuh di kisaran 4,9-5,2 persen.
Proyeksi ini di bawah target pertumbuhan ekonomi yang dipatok pemerintah pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2026 sebesar 5,4 persen.
Peneliti Pusat Riset Ekonomi Makro dan Keuangan BRIN Pihri Buhaerah menjelaskan, pihaknya menilai pertumbuhan ekonomi nasional tahun depan berpotensi meningkat dan menurun dari tahun ini.
Namun, kalaupun meningkat tidak akan terlalu signifikan lantaran terdapat kebijakan pemangkasan anggaran yang membuat pemerintah pusat maupun daerah tidak siap mengerahkan strategi relokasi anggaran yang tepat.
"Jadi kami menganggap dengan skenario dari pesimis ke optimis kami kemudian memproyeksikan tahun 2026 di angka 4,9 sampai 5,2 persen," ujarnya dalam Seminar Economic Outlook 2026, dikutip dari YoTube BRIN Indonesia pada Senin (22/12/2025).
Tren PHK dan tingkat pengangguran
Di sisi lain, maraknya tren pemutusan hubungan kerja (PHK) sejam 2024 juga akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi tahun depan.
Sebab meski data Badan Pusat Statistik (BPS) periode Agustus 2025 menunjukkan tingkat pengangguran turun 4.000 orang menjadi 7,46 juta orang. Namun tingkat setengah pengangguran mengalami kenaikan 0,04 juta orang menjadi 11,60 juta orang.
"Walaupun tingkat pengangguran di bawah 5 persen, tapi kalau kita gabungkan setengah pengangguran dan pengangguran terbuka itu angkanya angka pengangguran kita jadi 12 persen, itu menembus dua digit kalau seperti itu," ucapnya.
Menurutnya, pasar tenaga kerja Indonesia masih belum pulih sejak terpuruk saat pandemi Covid-19 pada 2020 lalu. Hal ini tercermin dari tingkat pengangguran dan tingkat pekerja informal yang meningkat.
Berdasarkan hasil riset Pusat Penelitian Ekonomi LIPI, pasar tenaga kerja dalam negeri membutuhkan waktu paling cepat 4 tahun untuk kembali ke kondisi semula.
"Tahun 2020 kita mengalami pandemi ada syok di situ. Syok di sisi supply dan sisi demand. Akibatnya, pertubmbuhan kita terganggu dan pertumbuhan sudah output level produksi sudah kembali normal. Cuma masalahnya di pasar tenaga kerja tidak membaik," jelasnya.
Pertumbuhan ekonomi 2026 juga berpotensi terkontraksi ke level 4,9 persen akibat adanya potensi bencana alam yang meluas ke seluruh pulau, bukan hanya di Pulau Sumatera.
Terlebih BRIN menilai upaya pemulihan dari bencana di Sumatera akan mempengaruhi sisi supply dan demand sehingga akan mencegah ekonomi tumbuh lebih tinggi.
Masih Ada Optimisme
Kendati demikian, BRIN menilai masih ada secercah harapan untuk ekonomi tumbuh lebih optimistis ke arah 5,2 persen pada 2026.
Salah satunya berasal dari kebijakan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang menaikkan defisit fiskal dari 2,48 persen menjadi 2,68 persen terhadap produk domestik bruto (PDB).
Hal ini mengindikasikan belanja pemerintah akan lebih ekspansif dibandingkan tahun 2025. Namun, optimisme inipun tergantung pada bagaimana mentransformasi kebijakan itu menjadi mesin pertumbuhan.
Seperti diketahui, pemerintah cukup jor-joran dalam mengalokasikan anggaran ke berbagai program strategis seperti Makan Bergizi Gratis (MBG), Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih, hingga BPI Danantara.
Program-program tersebut dapat menjadi mesin pertumbuhan tahun depan jika diimplementasikan dengan baik. Meski sampai akhir tahun ini, program strategis tersebut masih belum telihat kontribusinya ke indikator ekonomi makro.
"Karena dari efisiensi tahun 2025 sebesar Rp 750 triliun, Rp 50 triliun diambil dari TKD, kemudian sisanya dari kementerian lembaga itu kan harusnya berputar di sektor riil. Kemudian ditarik ke atas untuk efisiensi masuk ke Danantara," tuturnya.
Tag: #brin #ekonomi #2026 #tumbuh #persen #terhambat #bencana #naker