Usai IPO, Superbank (SUPA) Bidik Pertumbuhan Agresif Lewat Ekosistem Grab dan OVO
konferensi pers seremoni pencatatan saham perdana Superbank di Gedung BEI, Jakarta.(KOMPAS.com/SUPARJO RAMALAN)
12:44
17 Desember 2025

Usai IPO, Superbank (SUPA) Bidik Pertumbuhan Agresif Lewat Ekosistem Grab dan OVO

- PT Super Bank Indonesia Tbk (SUPA) atau Superbank menargetkan akselerasi pertumbuhan bisnis usai sahamnya diperdagangkan secara perdana di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Rabu (17/12/2025).

Dengan dukungan modal sebesar Rp 8 triliun, emiten bank digital ini memfokuskan strategi pada pendalaman bisnis di ekosistem digital yang telah dimiliki, terutama Grab dan OVO.

Sebagai informasi, SUPA mencatatkan kinerja impresif pada perdagangan perdananya di pasar modal.

Pada pembukaan perdagangan Rabu pagi, saham SUPA melesat 24,41 persen ke level Rp 790 per saham, dibandingkan harga penawaran umum perdana (initial public offering/IPO) sebesar Rp 635 per saham.

Presiden Direktur Superbank, Tigor M. Siahaan, mengatakan kerja sama strategis terus ditekankan perseroan melalui pendalaman ekosistem yang dimiliki.

Kolaborasi itu dinilai telah berjalan cukup dalam, namun masih memiliki ruang yang besar untuk dikembangkan lebih lanjut.

Salah satu langkah yang dilakukan adalah melalui OVO dengan menghadirkan produk OVO Nabung by Superbank, yang memungkinkan pengguna hanya dengan beberapa langkah atau klik langsung menjadi nasabah Superbank tanpa harus keluar dari lingkungan aplikasi OVO.

Strategi serupa juga diterapkan di aplikasi Grab.

Melalui integrasi layanan, pengguna dapat langsung membuka rekening dan menjadi nasabah Superbank dari dalam aplikasi Grab tanpa perlu berpindah ke platform lain.

“Jadi kerja sama strategis, kami terus tekankan kepada ekosistem kita. Jadi, memang sudah cukup dalam, tapi kita banyak bisa perdalam lagi dengan OVO, ada produk kita namanya OVO Nabung, di mana nasabah dengan beberapa klik bisa menjadi nasabah Superbank di dalam OVO environment,” ujar Tigor saat konferensi pers seremoni pencatatan saham di Gedung BEI, Jakarta.

“Jadi, we want to be native in that apps. Jadi, di Grab App itu sendiri, itu bisa langsung menjadi nasabah Superbank di Grab App itu sendiri,” paparnya.

Pendekatan integrasi layanan tidak hanya diterapkan di OVO, tetapi juga berpotensi diperluas ke mitra-mitra lain ke depan.

Meski demikian, Tigor menekankan fokus utama Superbank dalam waktu dekat tetap pada pendalaman penetrasi di ekosistem yang sudah ada.

Strategi tersebut dipilih karena ekosistem yang telah dimiliki dinilai sebagai peluang yang paling mudah dan cepat untuk dimaksimalkan, sehingga dapat menjadi sumber pertumbuhan awal yang realistis dan efektif bagi perseroan.

“Itu yang kita coba terapkan di OVO dan juga mungkin nanti di partner-partner kami yang lain. Tapi fokus kami ke depannya, in terms of penetration, tetap di ekosistem kita dulu karena itu the low hanging fruits yang kita akan coba capai,” bebernya.

Lebih jauh, menanggapi pertanyaan terkait ketergantungan Superbank terhadap ekosistem Grab, Tigor menyebut saat ini sekitar 60 persen akuisisi nasabah Superbank berasal dari ekosistem tersebut.

Ketergantungan dipandang sebagai keunggulan utama perseroan karena memberikan berbagai keuntungan dari sisi efisiensi biaya, mulai dari biaya akuisisi nasabah, biaya layanan, hingga tingkat keterlibatan nasabah yang lebih kuat karena terintegrasi langsung dengan platform seperti Grab dan OVO.

Keterikatan tersebut membuat interaksi antara nasabah dan layanan perbankan menjadi lebih menyatu dalam aktivitas sehari-hari pengguna.

Meski begitu, Superbank tidak sepenuhnya bergantung pada ekosistem tersebut.

Sekitar 40 persen akuisisi nasabah berasal dari luar ekosistem dan terus menunjukkan perkembangan yang positif.

Pertumbuhan di luar ekosistem ini sebagian besar terjadi secara organik, serta didukung oleh berbagai kerja sama dengan mitra lain di luar jaringan Grab dan OVO.

Menurut Tigor, hal ini menunjukkan minat masyarakat terhadap layanan Superbank tidak hanya datang dari satu sumber, tetapi juga tumbuh dari berbagai kanal lainnya.

“Tetapi kita memang mempunyai 40 persen yang di luar ekosistem. Dan ini memang berkembang terus. Kebanyakan secara organik, banyak dengan partnership-partnership yang lain yang di luar ekosistem,” katanya.

“Jadi, kami merasa bahwa benar ada advantage, ada kelebihan dari Superbank dengan menggali ekosistem yang sudah tersedia, jadi kolamnya sudah tersedia ini. Akan tetapi, memang di luar itu, Indonesia ini sangat besar. Jadi nasabah dari kami itu memang 5 juta nasabah. Tapi masyarakat Indonesia itu sangat-sangat besar. Jadi masih sangat luas sekali kesempatan kami di luar ekosistem itu. First, kita masuk penetrasi ekosistem, tapi biar bagaimanapun juga di luar ekosistem memang berkembang juga,” lanjut Tigor.

Senada, Direktur Keuangan Superbank, Melisa Hendrawati, mengatakan capaian pertumbuhan perseroan sejak peluncuran aplikasi digital pada Juni 2024 tidak hanya tecermin dari jumlah nasabah, tetapi juga dari tingkat keterlibatan atau engagement nasabah yang terus meningkat.

“Kalau dari capaian, sejak peluncuran aplikasi digital pada Juni 2024, Superbank telah melayani lebih dari 5 juta nasabah. Tapi yang kami lihat bukan cuma jumlah nasabah, melainkan bagaimana engagement-nya,” kata Melisa.

Ia menjelaskan, peningkatan engagement tecermin dari rata-rata jumlah transaksi harian yang kini telah melampaui 1 juta transaksi per hari.

Angka tersebut terus dipantau dan menunjukkan pertumbuhan yang solid.

“Rata-rata transaksi harian per hari sudah melebihi 1 juta transaksi. Dan itu tumbuh lebih dari 40 persen pada kuartal III-2025 dibandingkan periode sebelumnya,” ucap Melisa.

Menurutnya, tingginya aktivitas transaksi mencerminkan kepercayaan masyarakat terhadap layanan Superbank.

Selain pertumbuhan, perseroan juga mencatatkan kinerja keuangan yang positif dan berkelanjutan.

Hingga Oktober 2025, SUPA membukukan laba bersih sebesar Rp 102 miliar.

“Kinerja kami sangat positif dan berkelanjutan hingga Oktober 2025. Ini juga sudah kami rilis. Superbank membukukan laba sebelum pajak sebesar Rp 102 miliar,” kata Melisa.

Laba tersebut didorong oleh pertumbuhan pendapatan bunga yang signifikan.

Melisa menyebutkan, net interest income atau pendapatan bunga Superbank tumbuh 173 persen secara tahunan menjadi Rp 1,3 triliun.

Selain itu, dana pihak ketiga juga mengalami pertumbuhan yang kuat.

“DPK (Dana Pihak Ketiga) kami naik 168 persen secara year on year menjadi Rp 10,6 triliun per Oktober 2025,” lanjutnya.

Ia menambahkan, perseroan akan segera merilis kinerja terbaru secara resmi dan serentak dalam waktu dekat.

Dengan dukungan modal dari pasar modal serta strategi berbasis ekosistem digital, Superbank optimistis dapat menjaga momentum pertumbuhan sekaligus memperluas jangkauan layanan perbankan digital di Indonesia.

Tag:  #usai #superbank #supa #bidik #pertumbuhan #agresif #lewat #ekosistem #grab

KOMENTAR