Rawan Politisasi Isu Jelang Pemilu, Pengamat Minta Pemerintah Hati-hati Ambil Kebijakan Publik
Ilustrasi pemilu. (Suara.com/Ema Rohimah)
17:37
7 Februari 2024

Rawan Politisasi Isu Jelang Pemilu, Pengamat Minta Pemerintah Hati-hati Ambil Kebijakan Publik

Jelang pencoblosan pada 14 Februari mendatang, pemerintah diharapkan dapat menjaga kondisi sosial ekonomi tetap kondusif. Salah satunya dengan tidak mengeluarkan kebijakan atau regulasi yang bisa menimbulkan gejolak sosial di masa jelang dan pasca pencoblosan.

Berdasar Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) yang disusun oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), ada lima provinsi yang tingkat kerawanan cukup tinggi. Lima provinsi tersebut adalah DKI Jakarta dengan skor 88,95, kemudian disusul Sulawesi Utara (87,48), Maluku Utara (84,86), Jawa Barat (77,04), dan Kalimantan Timur (77,04).

Direktur Center for Policy and Public Management Sekolah Bisnis dan Manajemen Institut Teknologi Bandung (SBM ITB) Yudo Anggoro mengatakan, pada masa pemilihan seperti sekarang ada berbagai isu yang melibatkan hajat hidup orang banyak bisa menjadi pemantik gejolak di tengah masyarakat.

Mulai dari isu pangan, pupuk, ketenagakerjaan, digitalisasi, usaha mikro kecil dan menengah (UMKM), serta transportasi, termasuk transportasi online.

Untuk itu, ia menyarankan agar pemerintah tidak gegabah dalam melakukan perubahan aturan atau regulasi untuk menjaga stabilitas dan kondusifitas di masyarakat.

“Misalnya, transportasi. Jika biaya transportasi dinaikkan maka akan berdampak pada kenaikan harga-harga lainnya. Transportasi merupakan salah satu pendorong inflasi terbesar,” katanya ditulis Rabu (7/2/2024).

Apalagi menurut Yudo, isu-isu tersebut rawan dan sensitif ditunggangi oleh kepentingan politik yang berujung pada gejolak sosial di masyarakat.

Terlebih lagi, dalam waktu dekat atau pascapemilu, masyarakat juga akan menghadapi momen bulan puasa dan lebaran yang biasanya akan mendorong kenaikan harga. Untuk itu, pemerintah disarankan untuk bisa lebih bijak dan seksama dalam mengambil keputusan.

Setelah hari raya, pemerintah juga diharapkan melihat lagi kondisi ekonomi dan daya beli masyarakat sebelum kembali memutuskan mengeluarkan kebijakan.

“Dilihat dulu nanti kondisinya seperti apa, indeks harga konsumsi berapa, jadi perlu dilihat dulu indikator-indikator pendukungnya yang ter-update,” pungkas Yudo.

Seperti diketahui, tahun 2024 ini, Indonesia tidak hanya melaksanakan Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden tetapi juga pemilihan legislatif baik di tingkat nasional hingga kabupaten/kota. Hajatan besar lainnya akan terjadi di bulan November mendatang, di mana akan dilaksanakan Pilkada Serentak di 545 daerah dengan rincian 37 provinsi, 415 kabupaten, dan 93 kota.

Senada dengan Yudo, dalam acara Deklarasi Pemilu Damai di Kota Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan Wakil Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Wakapolri) Komisaris Jenderal Polisi Agus Andrianto, mengatakan bahwa kondisi menjelang hari pencoblosan harus bisa sejuk dan mengajak masyarakat untuk bersama-sama menjaga kondusifitas.

“Deklarasi ini untuk meredam suasana yang kian memanas. Perbedaan pilihan biasalah, tapi jangan mau kita dipecah belah. Bangsa ini punya kita bersama, mari kita jaga bersama. Karena hanya kita yang menjaga, nggak mungkin kita harapkan orang lain yang menjaga," ujarnya.

Editor: Iwan Supriyatna

Tag:  #rawan #politisasi #jelang #pemilu #pengamat #minta #pemerintah #hati #hati #ambil #kebijakan #publik

KOMENTAR