APINDO sebut Aturan Global Pekerja Ekonomi Digital Harus Realistis dan Tidak Menghambat Inovasi
Ketua Bidang Ketenagakerjaan APINDO Bob Azam. (Nurul F/JawaPos.com)
11:36
30 Juni 2025

APINDO sebut Aturan Global Pekerja Ekonomi Digital Harus Realistis dan Tidak Menghambat Inovasi

- Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) mendorong agar kebijakan global yang adaptif, realistis, dan mendukung ekosistem ekonomi digital. Sebab, perlu mempertimbangkan banyak aspek dalam menentukan kebijakan ekosistem digital.

Materi ini yang ditekankan oleh APINDO dalam Konferensi Ketenagakerjaan Internasional (ILC) ke-113 di Palais des Nations, Jenewa, Swiss. Seluruh pihak tripartit sepakat akan pentingnya perlindungan menyeluruh baik bagi pekerja maupun keberlanjutan ekosistem platform, termasuk UMKM. 

Mayoritas negara Eropa, Amerika Latin, dan Afrika mendukung Konvensi yang mengikat karena menyesuaikan dengan sistem ketenagakerjaan di negaranya. Sedangkan negara dengan populasi pekerja platform terbesar seperti Tiongkok, Amerika Serikat, India, Swiss, dan Jepang mendorong Rekomendasi yang fleksibel.

Sejauh ini, pembahasan substansi baru mencakup sekitar 15 persen. Sehingga belum ada kesepakatan akhir. Kondisi ini mendakan kompleksitas permasalahan ini. Perlu kehati-hatian agar instrumen tidak menghambat pertumbuhan ekonomi digital.

Dari konferensi ini disimpulkan definisi pekerja platform mencakup penyedia layanan dalam platform baik sebagai pekerja dalam hubungan kerja, mereka yang berusaha sendiri, maupun kategori khusus lainnya, tergantung konteks nasional negara masing masing.

Delegasi Kelompok Pengusaha Indonesia dan Ketua Bidang Ketenagakerjaan APINDO Bob Azam menyampaikan, kondisi global masih penuh dengan ketidakpastian. Seperti kondisi perdagangan hingga tekanan nilai tukar dan naiknya biaya produksi dalam negeri. Hal ini berdampak pada sektor padat karya yang terpaksa mengurangi tenaga kerja.

Kabar baiknya adalah Indonesia mampu mempertahankan kondisi ekonomi nasional cukup stabil, dengan pertumbuhan 4,87 persen di kuartal pertama 2024. Namun tantangan ketenagakerjaan masih besar yakni 7,47 juta pengangguran, 11,56 juta setengah menganggur, dan tingginya proporsi pekerja informal. Menurut BPS, tingkat pengangguran terbuka mencapai 4,91 persen.

Presiden Prabowo menjadikan perluasan lapangan kerja sebagai prioritas. Pemerintah bahkan memasang target pertumbuhan 8 persen dan penciptaan 19 juta pekerjaan. Adapun potensi pertumbuhan ekonomi digital diproyeksikan tumbuh dari USD 82 miliar pada 2023 menjadi USD 360 miliar pada 2030, dengan Indonesia menyumbang sepertiga dari total ekonomi digital ASEAN.

“Prinsip decent work di platform harus dirancang hati-hati agar tidak menghambat fleksibilitas dan inovasi, dua elemen kunci penciptaan lapangan kerja di era digital. Dunia usaha berharap ILO menghasilkan instrumen yang melindungi tenaga kerja tanpa memaksakan model kerja konvensional,” kata Bob, Senin (30/6).

Sementara, Juru Bicara Kelompok Pengusaha Internasional asal Amerika Serikat,  Ewa Staworzynska, menekankan poin utama dalam draf instrumen untuk pembahasan yang akan datang. Pertama, regulasi harus menghormati perbedaan status tenaga kerja dalam berbagai bentuk hukum dan tidak menyamaratakan hak serta kewajiban pekerja.

Kedua, ketentuan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) perlu disesuaikan dengan kebutuhan fleksibilitas tenaga kerja yang bekerja dalam berbagai platform secara bersamaan. Ketiga, seluruh pekerja harus dijamin akses terhadap jaminan sosial melalui skema yang sesuai dengan status tenaga kerja. Terakhir, regulasi harus mendorong pertumbuhan ekosistem platform, termasuk UMKM dan wirausaha, tanpa membatasi inovasi secara berlebihan.

“Diskusi tahun pertama ini membuktikan pentingnya dialog sosial. ILO harus tetap menjadi lembaga rujukan, bukan ruang legislasi yang memaksakan agenda nasional atau regional,” tandas Ewa.

Editor: Sabik Aji Taufan

Tag:  #apindo #sebut #aturan #global #pekerja #ekonomi #digital #harus #realistis #tidak #menghambat #inovasi

KOMENTAR