



Sidak Penahanan Ijazah, Wamenaker Patungan Tebus Ijazah 2 Satpam
Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker) Immanuel Ebenezer (Noel) melakukan sidak praktik penahanan ijazah dan penebusan ijazah ke kantor perusahaan penyedia jasa keamanan, PT Virtus Facility Services, Jakarta.
Sidak tersebut dilakukan atas laporan dua eks karyawan perusahaan yang mengalami penahanan ijazah sejak 2017.
Dilansir dari akun media sosial TikTok resmi Immanuel Ebenezer @immanuelebenezerofficial pada Selasa (17/6/2025), dua eks karyawan menyatakan sudah berkali-kali meminta ijazah mereka dikembalikan. Namun, pihak perusahaan tidak pernah melayani permintaan itu.
Saat melakukan sidak, Noel bertemu dengan pimpinan perusahaan, Houtman Simanjuntak.
Noel mula-mula memperkenalkan diri dan meminta agar ijazah dua eks karyawan segera dipulangkan.
"Saya Wamenaker Immanuel Ebenezer. Saya kemari terkait ada laporan penahanan ijazah sejak 2017. Penahanan ijazah itu bisa kita kenakan pasal penggelapan. Kita berharap dipulangkan ijazahnya dan tidak ada praktik penahanan," jelas Noel.
Houtman pun memberikan sejumlah penjelasan mengapa perusahaan menahan ijazah.
Salah satunya karena saat karyawan pertama kali masuk ke perusahaan, mereka tidak memiliki keterampilan. Sehingga perusahaan harus memberikan pelatihan yang memerlukan biaya.
"Bapak adalah politisi, kurang mengerti kedalaman bisnis. Kalau mau perbaiki iklim tenaga kerja, harus perbaiki ekonomi dulu," kata Houtman.
Ia pun sempat menyebut karyawan yang belum mendapatkan ijazah dengan kata "goblok".
Mendengar hal tersebut, Wamenaker Noel meminta agar Houtman tidak memakai kata-kata yang tidak pantas. Sebab, para eks karyawan hanya ingin meminta hak pengembalian ijazah mereka.
"Substansinya mereka ingin dapat haknya. Maka dikembalikan, Pak (ijazah). Dari 2017, problem mereka minta haknya tapi tidak pernah dilayani. Pulangkan," tutur Noel.
Noel dan Houtman lantas berdebat. Keduanya saling beradu argumen soal praktik penahanan dan penebusan ijazah.
Sampai akhirnya, Wamenaker memutuskan untuk langsung menebus ijazah dua eks karyawan yang ditahan.
Noel meminta perusahaan menghitung total tebusan yang diperlukan untuk mengambil ijazah. Perusahaan menyebutkan, satu orang eks karyawan sebesar Rp 3,5 juta.
Untuk membayar uang tebusan ijazah itu, mulanya Noel mengeluarkan uang pribadi secara tunai.
Karena masih belum cukup, ia pun meminta kepada para pengawas ketenagakerjaan yang mengikuti sidak untuk ikut melakukan iuran.
Para pengawas ada yang memberikan uang Rp 50.000 dan Rp 100.000.
Akhirnya, Noel memutuskan mentransfer uang penebusan ijazah ke rekening perwakilan perusahaan.
Setelah selesai menebus ijazah, Noel mendapatkan tanda terima pelunasan.
Ijazah yang ditahan pun dikembalikan kepada dua eks karyawan PT Virtus Facility Services.
Sebagai informasi, sebelumnya pemerintah sudah menerbitkan aturan yang melarang perusahaan melakukan praktik penahanan ijazah karyawan.
Larangan itu tertuang pada Surat Edaran (SE) Nomor M/5/HK.04.00/V/2025 Tahun 2025 tentang Larangan Penahanan Ijazah dan/atau Dokumen Pribadi Milik Pekerja/Buruh oleh Pemberi Kerja, yang diumumkan Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli pada 20 Mei 2025.
Menurut Menaker, SE tersebut ditujukan kepada seluruh kepala daerah di Indonesia untuk dilanjutkan kepada setiap perusahaan di daerah masing-masing.
Yassierli lantas menjelaskan poin-poin di dalam SE.
Pertama, pemberi kerja dilarang menahan ijazah dan/atau dokumen pribadi milik pekerja sebagai jaminan untuk bekerja.
Yang dimaksud dokumen pribadi adalah dokumen asli berupa sertifikat kompetensi, paspor, akta kelahiran, buku nikah, dan buku pemilik kendaraan bermotor.
Kedua, pemberi kerja juga dilarang menghalangi atau menghambat para pekerja untuk mencari dan mendapatkan pekerjaan yang lebih layak.
"Sedangkan bagi calon pekerja atau pekerja atau buruh perlu untuk mencermati dan memahami isi perjanjian kerja, terutama jika terdapat ketentuan yang mensyaratkan penyerahan ijazah dan/atau dokumen pribadi sebagai jaminan untuk bekerja," jelas Yassierli.
Menaker Yassierli memberikan keterangan usai menghadiri Human Capital Summit 2025 di JCC, Senayan, Jakarta, Rabu (7/5/2025).Di samping itu, SE juga menjelaskan jika terdapat kepentingan yang dibenarkan secara hukum untuk adanya persyaratan penyerahan ijazah dan/atau sertifikat kompetensi, hal tersebut hanya dapat dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: Satu, ijazah dan/atau sertifikat kompetensi tersebut diperoleh melalui pendidikan dan pelatihan yang dibiayai oleh pemberi kerja berdasarkan perjanjian kerja tertulis.
Dua, pemberi kerja wajib menjamin keamanan ijazah dan/atau sertifikat kompetensi yang disimpan dan memberikan ganti rugi kepada pekerja apabila ijazah dan/atau sertifikat kompetensi tersebut rusak atau hilang.
Dalam penjelasannya, Menaker Yassierli juga mengungkapkan alasan mengapa SE larangan penahanan ijazah diterbitkan. Salah satunya karena akhir-akhir ini semakin marak terjadi praktik penahanan ijazah dan dokumen pribadi milik pekerja.
"Praktik tersebut sering dilakukan oleh pemberi kerja untuk mendapatkan jaminan bahwa seorang karyawan akan tetap bekerja di perusahaannya untuk jangka waktu yang terpenuhi," ungkap Yassierli.
"Selain itu, ada juga yang disebabkan karena alasan sebagai jaminan utang piutang antara pengusaha dan pekerja atau karena belum diselesaikannya pekerjaan oleh pekerja yang bersangkutan," lanjutnya.
Karena posisi yang lemah dibandingkan dengan pemberi kerja, pekerja tentu saja tidak dapat dengan mudah untuk mendapatkan kembali ijazah yang ditahan tersebut.
"Hal ini berpotensi mengakibatkan terbatasnya akses pengembangan diri bagi pekerja tersebut, kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik, dan pekerja tidak dapat menikmati manfaat serta fungsi ijazah yang telah dimilikinya," ungkap Yassierli.
"Bahkan ada situasi dan kondisi yang membuat pemilik ijazah terkekang, tidak bebas, dan akhirnya bisa menurunkan moral serta berdampak pada kerja dan produktivitasnya," tambah Menaker.
Tag: #sidak #penahanan #ijazah #wamenaker #patungan #tebus #ijazah #satpam