



2 Menteri Kompak Izinkan PT Gag Nikel Beroperasi di Raja Ampat, Bagaimana Nasib Tambang Lain?
- Dua menteri di Kabinet Presiden Prabowo Subianto, yakni Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Hanif Faisol Nurofiq serta Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia, menyatakan bahwa penambangan nikel di Pulau Gag, Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya, oleh PT Gag Nikel masih diperbolehkan.
Pulau Gag yang memiliki luas 6.300 kilometer persegi termasuk kategori pulau kecil. Berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang telah direvisi melalui UU Nomor 1 Tahun 2014, kegiatan pertambangan pada pulau kecil sejatinya dilarang.
Namun, PT Gag Nikel dikecualikan karena merupakan satu dari 13 perusahaan yang diperbolehkan tetap menambang berdasarkan ketentuan dalam UU Nomor 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2004.
“Jadi, dulu di UU Kehutanan disebutkan hutan lindung tidak boleh dilakukan penambangan terbuka. Tapi ada pengecualian untuk 13 perusahaan ini,” ujar Hanif dalam konferensi pers di Jakarta, Minggu (8/6/2025).
Menurut Hanif, PT Gag Nikel telah mengantongi seluruh perizinan penting, mulai dari Izin Usaha Pertambangan (IUP), izin lingkungan, hingga izin pinjam pakai kawasan hutan.
Ia juga menegaskan bahwa hampir seluruh wilayah Raja Ampat masuk dalam kawasan hutan lindung, termasuk area tambang PT Gag Nikel.
Siapa Pemilik Tambang Nikel di Raja Ampat?
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menjelaskan bahwa tambang nikel di Pulau Gag dikelola oleh PT Gag Nikel, anak usaha dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN) PT Aneka Tambang Tbk (Antam).
Bahlil mengungkapkan bahwa awalnya tambang ini merupakan bagian dari kontrak karya yang diberikan kepada investor asing pada 1997–1998.
Namun setelah itu, tambang diambil alih negara dan pengelolaannya diserahkan ke Antam, yang kemudian mengoperasikannya melalui PT Gag Nikel.
Berdasarkan izin dari Kementerian ESDM, kegiatan produksi tambang dimulai pada 2018. Pada Sabtu (7/6/2025), Bahlil meninjau langsung lokasi tambang dan menyebut tidak ditemukan masalah signifikan.
Meski demikian, keputusan akhir terkait kelanjutan operasional tambang masih menunggu hasil evaluasi menyeluruh dari tim inspektur tambang.
Benarkah Tambang PT Gag Nikel Tidak Merusak Lingkungan?
Dirjen Mineral dan Batubara Kementerian ESDM, Tri Winarno, menyatakan bahwa sebagian besar lahan tambang sudah direklamasi. Dari total bukaan 263 hektare, sekitar 131 hektare telah direklamasi dan 59 hektare dinilai berhasil.
Namun, Menteri LHK Hanif mengakui adanya gejala pencemaran kecil akibat sedimentasi dari tambang yang menutupi terumbu karang di perairan sekitar Pulau Gag.
Kendati begitu, ia menyebut tingkat pencemaran belum tergolong serius dan masih perlu kajian lebih lanjut.
Sementara itu, Gubernur Papua Barat Daya Elisa Kambu membantah adanya kerusakan lingkungan di Pulau Gag. Ia menyebut air laut di sekitar tambang masih jernih. “Pemberitaan itu hoaks,” tegasnya.
Elisa juga menuturkan bahwa masyarakat lokal justru berharap tambang tidak ditutup karena dinilai membawa dampak kesejahteraan.
Hal serupa disampaikan Bupati Raja Ampat, Orideko Iriano Burdam, yang meminta pengawasan ketat terhadap kegiatan tambang agar tak merusak lingkungan.
Apakah Hanya PT Gag yang Masih Beroperasi?
Pernyataan Menteri ESDM Bahlil bahwa hanya PT Gag Nikel yang masih aktif, berbeda dengan hasil temuan Kementerian LHK.
Berdasarkan penelusuran tim LHK pada 26–31 Mei 2025, terdapat empat perusahaan tambang nikel yang beroperasi di empat lokasi berbeda di Raja Ampat.
Selain PT Gag Nikel, tim LHK juga menemukan aktivitas penambangan oleh PT Anugerah Surya Pratama (ASP), PT Kawei Sejahtera Mining (KSM), dan PT Mulia Raymond (MRP).
Bagaimana Kondisi Lingkungan di Tambang Lainnya?
1. PT Anugerah Surya Pratama (ASP)
Tambang ini berlokasi di Pulau Manuran (743 hektare). Area tambang mencapai 109 hektare.
Saat pengawasan, tim LHK menemukan kolam penampungan limbah jebol, menyebabkan pencemaran laut yang signifikan. Tambang ini telah disegel, dan Kementerian LHK akan menempuh jalur hukum.
2. PT Kawei Sejahtera Mining (KSM)
Berlokasi di Pulau Kawai, tambang seluas 89,29 hektare ini mulai beroperasi pada 2024. Tim LHK menemukan pembukaan lahan melebihi izin sebesar 5 hektare. Kasus ini akan diproses melalui jalur hukum pidana lingkungan.
3. PT Mulia Raymond (MRP)
Tambang MRP berada di Pulau Manyaifun dan Batang Pele, dengan total lahan 21 hektare. Aktivitas baru sebatas pengeboran.
Namun, kegiatan ini dihentikan karena perusahaan belum memiliki izin lingkungan, meskipun sudah mengantongi IUP.
Apa Langkah Pemerintah Selanjutnya?
Kementerian LHK berencana melakukan kajian lanjutan dan kembali ke lokasi tambang dalam waktu dekat untuk memastikan tingkat kerusakan lingkungan.
Meski PT Gag Nikel dianggap legal dan memiliki izin lengkap, pemerintah tetap akan menilai ulang dampak lingkungan secara menyeluruh.
Di sisi lain, Menteri ESDM telah menghentikan sementara seluruh kegiatan pertambangan nikel di Raja Ampat sampai hasil evaluasi selesai.
Akankah Tambang PT Gag Nikel Tetap Beroperasi?
Meski mendapat restu dua menteri, kelanjutan operasional tambang PT Gag Nikel di Pulau Gag masih menunggu keputusan akhir dari Kementerian ESDM.
Evaluasi teknis, dampak lingkungan, dan tekanan publik akan menjadi faktor penting dalam keputusan pemerintah ke depan.
Di tengah sorotan terhadap kerusakan ekosistem laut Raja Ampat, keseimbangan antara perlindungan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat lokal akan menjadi tantangan utama.
(Penulis: Dian Erika Nugraheny, Teuku Muhammad Valdy Arief)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "2 Menteri Kompak Sebut PT Gag Boleh Menambang Nikel di Raja Ampat, Akankah Tambang Berlanjut?
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Tak Hanya 1 Tambang Nikel yang Masih Beroperasi di Raja Ampat, Ada Pencemaran Lingkungan Serius
Tag: #menteri #kompak #izinkan #nikel #beroperasi #raja #ampat #bagaimana #nasib #tambang #lain