Jumlah Kelas Menengah Turun, Pakar Hukum Brawijaya Sebut 'Ngojol' Bisa jadi Bantalan di Tengah Ancaman PHK
Ilustrasi: Ojol (Dery Ridwansah/ JawaPos.com)
15:00
19 September 2024

Jumlah Kelas Menengah Turun, Pakar Hukum Brawijaya Sebut 'Ngojol' Bisa jadi Bantalan di Tengah Ancaman PHK

  - Selain menurunnya jumlah kelas menengah di Indonesia, gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di berbagai sektor menambah pelik kondisi masyarakat Tanah Air. Di tengah himpitan ekonomi, menjadi pekerja gig, terutama pengemudi ojek online (ojol) dinilai dapat memberikan bantalan bagi mereka yang terancam menjadi pengangguran.   Pakar Hukum Ketenagakerjaan dari Universitas Brawijaya, Budi Santoso mengatakan, kondisi ekonomi yang sulit seperti saat ini membuat pilihan menjadi pengemudi ojol lebih masuk akal, walaupun sebagian besar dari mereka menyatakan ingin beralih ke pekerjaan lain di sektor formal. Hal itu tecermin dari hasil riset yang dilakukan oleh Pusat Pengembangan Hukum Ketenagakerjaan Fakultas Hukum Universitas Brawijaya.   Riset yang dirilis pada September 2024 tersebut menunjukkan sebanyak 77,5 persen responden pengemudi ojol yang di survei menginginkan beralih ke pekerjaan lain. Namun, mereka tidak dapat beralih karena berbagai alasan, terutama tidak tersedianya pekerjaan formal yang sesuai dengan tingkat kemampuan mereka.    "Sehingga berpindah pekerjaan bagi pekerja ojek online memiliki risiko dan biaya psikologis yang tinggi, karena sebagian pekerja dihadapkan pada dilema ekonomi yang sulit," kata Budi, Kamis (19/9) melalui keterangan tertulisnya.   Hasil survei juga menunjukkan mayoritas responden sebelumnya memiliki pekerja lain, yakni sebagai pekerja swasta dan memiliki pekerjaan di sektor formal. Namun, karena sebagian berada dalam hubungan kerja kontrak (PKWT), banyak yang berpindah menjadi pekerja gig ketika masa kerjanya habis dan tidak diperpanjang.    Ada juga yang berpindah menjadi pekerja gig karena mengalami PHK. Sebagai informasi, contoh pekerjaan dalam ekonomi gig, atau disebut sebagai pekerja gig, adalah pengemudi angkutan secara daring, kurir lepas, atau jasa lain berbasis aplikasi platform digital.   Berdasarkan data Kementerian Ketenagakerjaan sejak Januari hingga Agustus 2024 terdapat 46.240 karyawan yang mengalami PHK. Angka tersebut diperkirakan akan terus bertambah hingga akhir tahun nanti.    Belum lagi PHK yang dialami oleh pekerja-pekerja yang tidak terdaftar, yang jumlahnya tentu lebih besar lagi. PHK terjadi dari perlambatan ekonomi yang membuat banyak perusahaan di berbagai sektor dan industri gulung tikar.    Oleh karenanya, pekerjaan menjadi pengemudi ojol ini masih bisa menjadi bantalan ekonomi bagi mereka ketimbang tidak bekerja sama sekali. Terlebih, fleksibilitas waktu kerja dan syarat kerja, serta penghasilan yang bisa didapatkan secara harian, merupakan poin plus yang menyebabkan mereka tertarik untuk menjadi pengemudi ojol.   Sebagai gambaran, saat ini ada sekitar 2 persen dari total angkatan kerja di Indonesia bekerja penuh waktu pada platform ekonomi gig dan menjadikan aktivitas gig sebagai pekerjaan utama.    Ekonom dari Universitas Indonsia (UI) Fitra Faisal dalam kesempatan yang sama mengatakan bahwa karena entry barrier atau hambatan untuk masuk ke ekonomi gig sangat rendah, sehingga siapapun dapat masuk dan bekerja di sektor ini.    “Kita tidak bisa menutup gig ekonomi, siapapun bisa masuk kesitu. Hanya saja semakin banyak orang yang masuk kesitu, maka kue yang dibagi akan semakin sedikit. Jadi kita tidak bisa menyalahkan aplikator seratus persen, tetapi ini bicara kue yang dibagi,” ujarnya.   Untuk itu, lanjut Fitra, yang perlu dipikirkan saat ini adalah bagaimana caranya agar sektor transportasi online ini kue atau pasarnya kembali menjadi besar dan industrinya menjadi inklusif sehingga memberikan peluang sebesar-besarnya kepada siapa saja yang ada di dalamnya.

Editor: Estu Suryowati

Tag:  #jumlah #kelas #menengah #turun #pakar #hukum #brawijaya #sebut #ngojol #bisa #jadi #bantalan #tengah #ancaman

KOMENTAR