VIDEO Kisah Magis Golok Sukamahi: Lebih dari Sekedar Senjata, Sebuah Jalan Kehidupan
Proses pembuatannya dimulai pagi hari, diawali dengan menempa bilah besi yang membara hingga akhirnya disepuh.
Teknik sepuh dilakukan dengan mencelupkan bilah panas ke dalam air beberapa kali untuk menghasilkan baja yang tangguh.
Pemandangan unik terlihat saat para perajin menangani bilah golok dengan tangan kosong meskipun masih membara.
Beberapa kali, para perajin tampak sudah memegang golok yang mereka sepuh meski masih tampak membara.
Tak hanya memegang bilah golok yang masih membara, beberapa perajin bahkan sempat terlihat begitu saja mengambil bilah golok yang sedang direndam dengan air raksa dengan tangan kosong.
Ketua RW 03, Sukamahi, Hudri Sulaeman, hanya tersenyum saat ditanya bagaimana bisa tangan perajin tak terluka meski terkena air raksa.
“Berkah doa dari para leluhur,” ujarnya.
Tak sulit untuk menemukan Kampung Sukamahi.
Dari pusat Kota Bandung, hanya perlu sekitar dua jam untuk mencapai kampung ini.
Menggunakan Tol Soroja dari pintu Tol Buahbatu, waktunya lebih singkat lagi, sekitar satu jam, bahkan lebih cepat dari itu.
Dari Jalan Raya Bandung-Ciwidey, lokasinya berada di sebelah kanan, sekitar 100-an sebelum SPBU Pasirjambu. Tak perlu khawatir tersesat. Ada banyak papan penunjuk yang akan memandu.
Di sinilah hampir seluruh warga, termasuk ibu-ibu dan anak muda, terlibat dalam kerajinan golok, menjadikannya pusat kehidupan masyarakat.
Para ibu, umumnya bekerja sebagai maranggi, sebutan bagi mereka yang membuat perah atau gagang golok.
Ada juga yang mengukir warangka atau sarung golok.
Sebagian lainnya mengamplas. Ada juga yang mewarnai golok menggunakan pernis.
Namun, para pemuda, umumnya bekerja sebagai pembuat bilah golok. Mereka bekerja dari pagi, kadang hingga larut malam.
Namun, umumnya, mereka membuat golok dengan cara membentuknya dari pelat besi. Menggunakan cara ini, pembuatan golok bisa relatif cepat.
Modelnya juga beragam, lebih kekinian dan tak terlalu terikat tradisi. Kopak rawing, sisit, dan salam nunggal, adalah beberapa di antaranya.
Selain golok-golok dari pelat besi yang dibuat secara cepat untuk memenuhi kebutuhan pasar, ada juga para perajin golok masih membuat golok dengan cara lama, yakni dengan cara ditempa.
Namun, jumlahnya sudah tak banyak.
Menurut Hudri Sulaeman (49), Ketua RW 03, Sukamahi, jumlahnya kini tinggal empat orang.
Soim, perajin golok di Kampung Sukamahi, Desa Mekarmaju, Kecamatan Pasirjambu, Kabupaten Bandung, saat menempa bilah besi untuk ia jadikan golok. Baginya, golok bukan semata senjata, tapi jalan hidup.Tradisi yang Terus Hidup: Turun-temurun
Meski era modern mendominasi, sebagian kecil perajin, seperti Abah Soim, tetap mempertahankan seni tempa tradisional Sukamahi.
Di usianya yang menginjak 75 tahun, Abah Soim dengan lihai membentuk bilah besi menjadi golok yang bernilai seni tinggi.
Hal itu disampaikan Soim serius, saat ditemui, Minggu (17/11/2024).
Di usianya yang tak lagi muda, Soim masih menempa ditemani cucunya di bengkel kerja mereka yang sederhana.
Tangan tuanya masih tangkas mengayun palu godam yang berat memimpihkan batang besi membara hingga mencapai bentuk yang benar-benar sesuai dengan yang ia inginkan.
“Di sini hari Minggu tetap kerja."
"Liburnya hari Jumat,” ujarnya dalam bahasa Sunda yang kental.
Soim mengaku, sudah membuat golok sejak masih duduk di bangku sekolah dasar.
Seperti warga Kampung Sukamahi lainnya, ia belajar secara otodidak.
Bermodal melihat dan mendengar.
“Begitu saja, ikut-ikutan orang tua,” ujarnya.
Ketua RW, Hudri, meyakini, kepandaian membuat golok ini sudah mengalir di darah mereka sejak lahir.
“Mereka yang menghirup udara Sukamahi, meminum airnya, tidur, dan menghabiskan hari-harinya di Sukamahi pasti bisa membuat golok. Belajar sebentar, pasti bisa,” tuturnya.
Cucu Soim, Afan Sulaeman (21) merasakan betul hal itu.
Ia juga mengaku sudah mulai ikut-ikutan menekuni kerajinan golok sejak masih kecil.
Mulai dari cuma ikut-ikutan mengampelas gagang dan sarung golok, mengecat, dan mulai coba-coba membuat bilah golok.
Kini, itu menjadi pekerjaannya sehari-hari.
“Hasilnya lumayan. Kalau lagi bagus, bisa Rp 500 ribu sehari,” ujarnya.
Untuk mendapatkan uang Rp 500 ribu, aku Afan, ia harus membuat 15 hingga 20 bilah golok. Golok yang ia buat adalah golok yang dibentuk dari pelat besi.
“Namun, rata-rata, sehari darap Rp 200 ribuan,” ujar Afan yang kini sudah memiliki dua anak itu.
Keunikan Proses Tempa & Magis Sukamahi
Kegiatan menempa golok dimulai sejak pagi.
Golok yang sudah ditempa selanjutnya akan disepuh untuk membuat besi yang sudah ditempa menjadi sekeras baja.
Caranya dengan mencelupkan bilah besi yang membara ke air hingga beberapa kali.
Keahlian para perajin terlihat saat mereka memegang golok yang mereka sepuh meski masih membara tanpa alat pelindung, sebuah keajaiban yang mereka sebut "berkah leluhur."
Ketua RW Hudri hanya senyum-senyum saja melihat hal itu.
Tak hanya memegang bilah golok yang masih membara, beberapa perajin bahkan sempat terlihat begitu saja mengambil bilah golok yang sedang direndam dengan air raksa dengan tangan kosong.
Perendaman dengan air raksa dipercaya dapat menghasilkan karakteristik unik, yang menjadikan golok mereka tidak hanya kuat tetapi juga memiliki daya tarik visual yang menawan.
Ketua RW, Hudri hanya kembali tersenyum saat ditanya bagaimana bisa tangan perajin tak terluka meski terkena air raksa.
Nilai Seni Tinggi
Setelah disepuh, golok setengah jadi akan diberi perah atau gagang dan warangka atau sarung.
Di Sukamahi, gagang dan sarung golok biasanya akan dihias dengan diberi ukiran.
Ada gagang berbentuk kepala harimau. Ada juga kepala naga, tokoh wayang, atau ular.
Detailnya ukiran pada gagang dan sarung ini juga menjadi salah satu kelebihan golok Sukamahi.
Keberadaan detail ukiran ini juga memberikan nilai lebih bagi golok Sukamahi di pasar.
Semakin rumit ukirannya, semakin mahal goloknya.
“Bisa jutaan rupiah,” ujar Dedi Mulyana (47), salah seorang pedagang golok di Sukamahi.
Dedi mengatakan, satu bilah golok di Kampung Sukamahi dijual dengan harga yang bervariasi, tergantung bentuk dan kualitasnya.
Untuk golok-golok biasa dijual dengan harga Rp 50 ribu hingga 250 ribu.
Namun, untuk golok yang memiliki pamor lebih mahal lagi, bisa mencapai tiga hingga lima jutaan rupiah.
Pasar yang Mendunia
Selain memenuhi pasar lokal, golok Sukamahi juga diminati di luar negeri, termasuk Malaysia. Mereka bahkan datang sendiri ke Sukamahi dan melihat proses pembuatannya.
“Kendala kami terkait pasar internasional ini mungkin ada di permodalan. Modal kami masih belum cukup untuk secara rutin memenuhi pasar internasional,” ujar Dedi.
Untuk pasar lokal, ungkap Dedi, mereka biasanya mengirim ke wilayah Sukabumi. “Di sana pengepul besarnya.”
Selain membuat golok, para perajin di Sukamahi juga membuat perkakas lain seperti pisau, karambit, dan aneka senjata tajam dengan motif yang lebih kekinian. Para perajin juga membuat keris dengan aneka motif dan pamornya.
“Juga kujang yang menjadi senjata khas masyarakat Sunda,” ujarnya.
Namun, di luar sisi bisnis yang kini mewarnai tradisi pembuatan golok di Sukamahi, bagi masyarakat Sukamahi golok lebih dari sekadar barang dagangan, melainkan bagian identitas yang menyatukan mereka. (*)
Saksikan video liputannya hanya di YouTube Tribunenws.(*)
Tag: #video #kisah #magis #golok #sukamahi #lebih #dari #sekedar #senjata #sebuah #jalan #kehidupan