



Golden Week, Saat Seluruh China Menjadi Lautan Wisatawan
Setiap awal Oktober, China memasuki salah satu periode liburan paling sibuk dalam setahun, yang dikenal dengan sebutan Golden Week atau “Minggu Emas”.
Pada 2025 ini, Golden Week berlangsung selama delapan hari, dari 1 hingga 8 Oktober, bertepatan dengan Hari Nasional China dan Festival Pertengahan Musim Gugur (Mid-Autumn Festival).
Liburan panjang ini menjadi momen bagi ratusan juta warga China untuk melakukan perjalanan, baik mengunjungi kampung halaman, berlibur ke destinasi wisata domestik, maupun bepergian ke luar negeri.
Asal usul dan makna Golden Week di China
Golden Week pertama kali diperkenalkan oleh pemerintah China pada akhir 1990-an untuk mendorong konsumsi domestik dan pariwisata.
Dengan memberikan waktu libur nasional yang panjang, masyarakat diharapkan dapat bepergian, berbelanja, dan berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi.
Hingga kini, Golden Week menjadi simbol penting dari kebangkitan ekonomi konsumtif China, serta menggambarkan besarnya mobilitas masyarakat di negara berpenduduk lebih dari 1,4 miliar jiwa itu.
Gelombang perjalanan raksasa
Menurut data Kementerian Transportasi China, pada hari pertama Golden Week 2025 (1 Oktober) saja, tercatat 335,8 juta perjalanan dilakukan di seluruh negeri.
Sepanjang periode delapan hari tersebut, pemerintah memperkirakan akan ada 2,36 miliar perjalanan lintas wilayah, dengan rata-rata 295 juta perjalanan per hari, meningkat 3,2 persen dibandingkan tahun 2024.
Sekitar 80 persen perjalanan dilakukan menggunakan kendaraan pribadi, mencapai 1,87 miliar perjalanan. Kepadatan lalu lintas di jalan raya bahkan bisa melampaui 70 juta perjalanan kendaraan per hari, termasuk 14 juta mobil energi baru.
Selain itu, 219 juta penumpang diperkirakan akan menggunakan kereta cepat dan kereta biasa antara 29 September hingga 10 Oktober, sementara perjalanan udara mencapai 19,2 juta penumpang, naik 3,6 persen dari tahun sebelumnya.
Destinasi favorit dan tren wisata
Kota-kota besar seperti Beijing, Shanghai, Chongqing, dan Chengdu tetap menjadi destinasi utama wisata domestik.
Namun, tren baru juga menunjukkan bahwa banyak warga China kini mencari wisata alternatif yang lebih tenang dan terjangkau, seperti desa wisata, perjalanan ke alam, atau destinasi “tersembunyi” yang populer di media sosial.
Ilustrasi China, orang China di Kota Terlarang atau The Forbidden City.
Menurut Profesor Christina Chi dari Washington State University, kebiasaan wisatawan China telah berubah pasca pandemi: mereka kini lebih memilih perjalanan mandiri, fleksibel, dan berfokus pada pengalaman.
Namun, fenomena ini justru menimbulkan tantangan baru bagi keselamatan, terutama di lokasi wisata yang belum berkembang penuh.
Tantangan: Overtourism dan keamanan
Ledakan wisata selama Golden Week sering kali menjadi ujian bagi infrastruktur pariwisata China. Di beberapa daerah, fasilitas yang menua dan lemahnya pengawasan keamanan menjadi perhatian utama.
Kasus tragis seperti banjir bandang di Inner Mongolia yang menewaskan 12 orang di lokasi “wild camping” tak resmi
Ada pula putusnya kabel jembatan gantung di Xinjiang yang menewaskan lima wisatawan, menyoroti risiko nyata akibat padatnya kunjungan dan lemahnya pemeliharaan fasilitas.
Pemerintah China menanggapi hal ini dengan memperketat pemeriksaan keselamatan, terutama pada wahana seperti jembatan gantung, kereta gantung, dan perahu wisata.
Pada September 2025, otoritas pusat memerintahkan seluruh pemerintah daerah untuk melakukan pengecekan menyeluruh terhadap sarana wisata berisiko tinggi.
Bahkan, inspeksi mendadak di delapan provinsi menemukan hampir 400 pelanggaran keselamatan, mulai dari kegiatan arung jeram tanpa jaket pelampung layak hingga penerbangan balon udara tanpa sabuk pengaman.
Dampak ekonomi dan sosial Golden Week di China
Bagi pemerintah China, Golden Week bukan hanya soal liburan, tetapi juga strategi ekonomi nasional.
Pengeluaran wisata selama masa libur ini menjadi suntikan penting bagi ekonomi yang masih melambat akibat lesunya pasar properti dan daya beli rumah tangga.
Pada libur May Day 2025, misalnya, tercatat 314 juta perjalanan domestik dengan total pengeluaran mencapai 180,3 miliar yuan (sekitar Rp 400 triliun), naik 8 persen dari tahun sebelumnya.
Selain menggerakkan ekonomi, liburan panjang ini juga berperan dalam meningkatkan kesejahteraan sosial, membuka lapangan kerja di sektor pariwisata, dan memperkuat industri lokal di daerah.
Turis asing dan kebijakan bebas visa
Golden Week juga menjadi momentum bagi China untuk menarik wisatawan mancanegara. Pemerintah baru-baru ini memperluas program bebas visa bagi sejumlah negara, termasuk beberapa di Asia Tenggara seperti Indonesia.
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, Guo Jiakun, mengatakan kebijakan itu bertujuan memudahkan perjalanan lintas batas dan menunjukkan keterbukaan China terhadap dunia.
Ilustrasi wisatwan asal China
“Kami berharap para pengunjung dapat menikmati perjalanan mereka dengan aman,” ujarnya.
Pada 2024, sebanyak 1,19 juta wisatawan China berkunjung ke Indonesia, naik 52 persen dari tahun sebelumnya, menunjukkan betapa kuatnya dampak timbal balik antara pariwisata China dan kawasan Asia Tenggara.
Antara liburan dan tantangan
Meski disebut “Minggu Emas”, periode ini juga kerap disebut sebagai “Minggu Macet” oleh masyarakat setempat, karena kepadatan ekstrem di jalan, bandara, dan tempat wisata.
Namun bagi banyak warga China, Golden Week tetap menjadi momen langka untuk beristirahat dan berkumpul bersama keluarga. Dengan sistem kerja yang padat dan budaya kerja keras, kesempatan libur panjang seperti ini sangat berharga.
“Selama struktur liburan masih terkonsentrasi pada beberapa periode panjang, kemacetan dan overtourism akan sulit dihindari. Tapi pariwisata tetap menjadi mesin penting bagi pembangunan ekonomi dan sosial China," kata Liu Simin dari China Society for Futures Studies.
Tag: #golden #week #saat #seluruh #china #menjadi #lautan #wisatawan