Hadapi Hantaman Produk ”Batik” Luar dengan Dorong Labeling Batik, Lahirkan Perajin Muda
DESAIN STYLISH: Para model memperagakan koleksi batik karya Putroh Ramadhan dalam perayaan Hari Batik Nasional (HBN) 2024 di Mal Kota Kasablanka, Jakarta, Rabu (2/10). (FEDRIK TARIGAN/JAWA POS)
20:04
6 Oktober 2024

Hadapi Hantaman Produk ”Batik” Luar dengan Dorong Labeling Batik, Lahirkan Perajin Muda

Sejak 2 Oktober 15 tahun silam, batik ditetapkan UNESCO sebagai warisan budaya tak benda dari Indonesia. Pada perayaan Hari Batik Nasional tahun ini (2/10), batik gedog Tuban dipilih sebagai ikon. Di balik keistimewaan dan apresiasi, industri batik menghadapi tantangan dalam meregenerasi perajin.

ASOSIASI Perajin dan Pengusaha Batik Indonesia (APPBI) mencatat jumlah perajin batik di beberapa daerah saat ini mengalami penurunan. Pada 2019 ada 131.565 perajin batik di 34 provinsi di Indonesia. ”Tapi, jumlahnya kini menurun. Tinggal 105 ribu perajin batik,” kata Ketua Umum APPBI Komarudin Kudiya kepada Jawa Pos kemarin (5/10).

Dampak pandemi menjadi salah satu faktor penurunan itu, yang juga berpengaruh pada berkurangnya produksi. Namun, di luar itu, menyusutnya jumlah perajin tak terlepas dari hantaman ”batik” Tiongkok yang merambah pasar Indonesia dengan harga sangat murah. Harga kain per meternya hanya Rp 15 ribu. Padahal, sejatinya kain yang dilabeli batik tersebut bukanlah batik. Melainkan teknik konfeksi printing menggunakan motif-motif batik yang dikenal masyarakat Indonesia.

Padahal, sesuai yang diakui UNESCO, batik adalah sebuah proses pembuatan corak atau motif pakaian dengan menggunakan lilin panas. Di luar itu, tidak bisa disebut batik. ”Di Indonesia, teknik batik ada dua. Teknik tulis dan cap. Itu sah,” tegas Komarudin.

Pemerintah seharusnya melindungi gempuran tersebut. Yang secara tidak langsung ”menipu” masyarakat bahwa mereka mengenakan batik. Salah satu yang perlu dilakukan adalah memberikan labeling. Setiap produsen harus menjelaskan produksinya. Apakah itu batik tulis, batik cap, atau printing. ”Karena belum banyak masyarakat awam yang tahu soal ini,” katanya.

PEMBATIK CILIK: Dua siswa yang tergabung dalam Komunitas Pembatik Cilik binaan Astra sejak 2021 ini mempraktikkan teknik membatik pada Kamis (3/10). (HARITSAH ALMUDATSIR/JAWA POS)

Bicara tentang masa depan batik Indonesia, Komar optimistis ke depan akan jauh berkembang. Sebab, sebenarnya banyak sekali ragam batik di Indonesia yang punya ciri khas kuat. Eksplorasi desain terus berkembang pesat.

APPBI mengadakan pelatihan membatik di Jakarta khusus untuk anak-anak muda. Ada 500 orang yang ikut pelatihan membatik menggunakan teknik lilin itu. ”Kreativitas mereka juga luar biasa,” ucapnya. Ada ratusan ribu desain batik yang tercipta. Namun, kreativitas desain tersebut juga masih rawan. Sering kali, motif baru dicuri jika belum didaftarkan atau dipatenkan.

Upaya menghidupkan batik di kalangan generasi muda juga dilakukan Yayasan Batik Indonesia (YBI). Pelatihan di sekolah-sekolah telah dilaksanakan untuk menjaring minat anak muda. Beberapa batik khas daerah coba diangkat lewat berbagai event untuk mengangkat citra. ”Kami juga ada pelatihan membatik di lapas-lapas,” kata Ketua YBI Gita Pratama Kartasasmita pada Rabu (2/10).

YBI juga mendorong agar batik-batik khas daerah didaftarkan sebagai upaya perlindungan. Khususnya izin indikasi geografis (IG) untuk memastikan bahwa batik itu berasal dari wilayah tersebut.

Mel Ahyar, desainer yang juga pengurus Dewan Kerajinan Nasional (Dekranas), mengatakan, pihaknya terus berusaha mendukung perajin muda untuk lebih percaya diri berkarya sehingga regenerasi pembatik dapat berjalan. ”Contohnya, Agustus lalu untuk Kriyanusa, kami di Dekranas menyediakan 100 stan untuk perajin muda yang terkurasi karyanya,” lanjutnya. Harapannya, lahir generasi-generasi baru perajin batik. (elo/lai/c7/nor)

Editor: Ilham Safutra

Tag:  #hadapi #hantaman #produk #batik #luar #dengan #dorong #labeling #batik #lahirkan #perajin #muda

KOMENTAR