7 Tahun Kecelakaan Lion Air JT610: Tragedi yang Membongkar ''Borok'' Tersembunyi Boeing
Petugas memilah serpihan pesawat dan barang penumpang pesawat Lion Air JT 610 di Dermaga JICT 2, Tanjung Priuk, Jakarta Utara, senin (29/10/2018). Pesawat Lion Air JT 610 rute Jakarta-Pangkal Pinang jatuh di perairan Pantai Karawang, Jawa Barat. Pesawat membawa yang jatuh di perairan Pantai Karawang mengangkut 181 penumpang.(KOMPAS.COM/KRISTIANTO PURNOMO)
09:39
29 Oktober 2025

7 Tahun Kecelakaan Lion Air JT610: Tragedi yang Membongkar ''Borok'' Tersembunyi Boeing

– Pada pagi 29 Oktober 2018, penerbangan JT610 milik maskapai Lion Air, dengan pesawat tipe Boeing 737 MAX 8 kode registrasi PK-LQP, lepas landas dari Bandara Soekarno-Hatta dan tak lama kemudian terjun ke Laut Jawa. Semua 189 kru dan penumpang di dalamnya tewas.

Kejadian ini memicu investigasi mendalam oleh Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) yang kemudian mengungkap bahwa tragedi tersebut bukan hanya soal satu kesalahan operasional, melainkan akumulasi cacat desain, prosedur yang lemah, dan pengabaian tanggung-jawab pabrikan Boeing.

Laporan akhir KNKT yang dirilis 25 Oktober 2019 menyebutkan ada sembilan faktor saling terkait yang menjadi kontribusi kecelakaan.

Di antara yang paling menonjol adalah sistem otomatisasi berbasis sensor bernama MCAS (Maneuvering Characteristics Augmentation System) yang didesain untuk memperbaiki karakteristik penerbangan 737 MAX agar aman.

Namun, KNKT menemukan bahwa MCAS didasarkan pada input dari satu sensor sudut angkat (AoA/Angle of Attack) saja, dan bila sensor itu cacat, sistem akan bereaksi ekstrem.

Dalam kasus JT610, sensor AoA memang bermasalah, input yang tak konsisten membuat MCAS aktif terus-menerus, mendorong hidung pesawat ke bawah tanpa mampu dikendalikan. Pesawat pun jatuh ke laut tak lama setelah lepas landas. 

Lion Air B737 MAX 8 PK-LQP di pabrik Boeing di Seattle, (13/8/2018).BOEING/Paul C Gordon Lion Air B737 MAX 8 PK-LQP di pabrik Boeing di Seattle, (13/8/2018).

Lebih jauh lagi, KNKT mencatat bahwa Boeing tidak menyertakan atau menyoroti secara jelas fitur MCAS dalam manual penerbangan untuk awak kabin dan pilot yang dioperasikan maskapai pengguna 737 MAX. Artinya, pilot bertugas tanpa pemahaman penuh terhadap sistem otomatis yang aktif di pesawat itu. 

Tak hanya itu, desain pesawat 737 MAX dengan mesin yang lebih besar ditempatkan lebih maju di sayap, mengubah karakteristik aerodinamis, lalu MCAS dimaksudkan sebagai kompensasi.

Namun pilihan desain dan validasi yang tampak terburu-buru membuat satu titik kegagalan sensor jadi pintu masuk bencana. 

Lion Air dan awak pesawat pada penerbangan sebelumnya telah mencatat anomali, indikasi sensor AoA bermasalah, kecepatan udara yang tak konsisten, hingga sulitnya mengendalikan pesawat secara manual. Namun aktifitas perbaikan dianggap belum cukup.

Sorotan tajam ke Boeing

Tragedi ini kemudian membuka sorotan besar terhadap Boeing sebagai pabrikan pesawat, bagaimana sebuah sistem kritikal disematkan tanpa pelatihan yang memadai untuk operator, bagaimana regulator dan pabrikan bisa mengizinkan desain dengan titik tunggal kegagalan (single-point failure), serta bagaimana transparansi terhadap maskapai pelanggan yang kurang.

Setelah tragedi Lion Air JT610, Boeing dan otoritas penerbangan Amerika Serikat (FAA) melakukan serangkaian langkah korektif yang berfokus pada perbaikan sistem Maneuvering Characteristics Augmentation System (MCAS) di Boeing 737 MAX.

Diagram sistem otomatis di 737 MAX untuk menurunkan hidung pesawat.The Air Current Diagram sistem otomatis di 737 MAX untuk menurunkan hidung pesawat.

Boeing memperbarui desain perangkat lunak MCAS agar tidak lagi bergantung pada satu sensor Angle of Attack (AoA) saja, serta membatasi kekuatan sistem dalam mendorong hidung pesawat ke bawah.

Perusahaan juga menambahkan indikator AoA pada kokpit dan merancang ulang logika aktivasi MCAS agar tidak bisa aktif berulang-ulang tanpa kontrol pilot.

Di sisi regulasi, FAA memerintahkan uji sertifikasi ulang yang lebih ketat, melakukan audit independen terhadap proses persetujuan pesawat, dan menginstruksikan pelatihan pilot tambahan termasuk penggunaan simulator untuk memahami skenario gangguan MCAS.

Langkah-langkah ini diambil untuk memulihkan kepercayaan publik dan memastikan bahwa insiden serupa tidak terjadi kembali, seraya membuka kembali diskusi global tentang transparansi pabrikan dan pengawasan regulator di industri penerbangan.

Turbulensi bisnis

Setelah skandal MCAS ini mencuat, dampaknya tidak hanya mengguncang reputasi keselamatan Boeing, tetapi juga menimbulkan gejolak besar pada bisnis perusahaan.

Produksi pesawat B737 MAX sempat dihentikan, padahal pesawat ini digadang-gadang menjadi tulang punggung pendapatan divisi komersial Boeing. Hal ini mengakibatkan gangguan rantai pasok global dan kerugian miliaran dolar.

Saham Boeing anjlok tajam di bursa, menghapus nilai pasar ratusan miliar dolar AS dalam hitungan bulan dan memicu kekhawatiran investor terhadap stabilitas jangka panjang perusahaan.

Tekanan publik dan politik pun memuncak, memaksa Boeing melakukan perubahan besar dalam kepemimpinan. Pada akhir 2019, CEO Boeing kala itu, Dennis Muilenburg mundur dan digantikan oleh David Calhoun.

Ia diberi mandat untuk memulihkan kepercayaan regulator, pelanggan, serta pasar finansial.

Mantan CEO Boeing, Dennis Muilenburg.Ist Mantan CEO Boeing, Dennis Muilenburg. 

Perubahan kepemimpinan ini menandai fase pemulihan reputasi Boeing, yang berfokus pada transparansi, perbaikan budaya keselamatan internal, dan peninjauan ulang struktur pengawasan teknis.

Pelajaran industri

Dalam esensinya, kecelakaan JT610 bukan hanya soal maskapai Lion Air atau pilot individunya saja, melainkan cerminan bagaimana produksi pesawat komersial premium bisa memiliki “borok” tersembunyi.

Desain yang memprioritaskan efisiensi ekonomi, sistem otomatisasi yang kompleks tapi kurang dipahami pengguna akhir, dan prosedur keamanan yang gagal mengantisipasi skenario kegagalan sensor tunggal.

Kini, JT610 menjadi pelajaran untuk seluruh industri penerbangan, bahwa keandalan pesawat modern tak cukup bergantung pada spesifikasi teknis canggih, melainkan juga pada pelatihan manusia, dokumentasi penuh, desain dengan redundansi, serta transparansi pabrikan ke operator.

Tag:  #tahun #kecelakaan #lion #jt610 #tragedi #yang #membongkar #borok #tersembunyi #boeing

KOMENTAR