Menunjukkan Jati Diri Indonesia, Melihat Keharmonisan Antar Umat Lintas Agama saat Sahur Bersama Shinta Nuriyah di GKJW Waru
–Acara sahur maupun buka bersama keliling merupakan agenda rutin setiap tahun yang dilakukan oleh Ibu Negara Republik Indonesia ke-4. Acara tersebut dilakukan sejak awal-awal datangnya Ramadhan hingga menjelang akhir dengan mendatangi sejumlah kabupaten/kota di Pulau Jawa.
Start mulai dari Jakarta - Jawa Barat - Jawa Tengah - Jawa Timur, dan kembali lagi menuju arah Jakarta. Tempatnya ada di gereja, kelenteng, maupun lainnya.
Sabtu (30/3), di GKJW Waru, Sidoarjo, jam menunjukkan pukul 04.16 WIB yang merupakan waktu sholat subuh. Seketika muazin ditunjuk untuk mengumandangkan azan. Suara azan dari sang muazin yang merdu pun langsung menggema di seluruh ruangan utama gereja dan terdengar jelas oleh para hadirin. Saat itu, di GKJW Waru sedang dilaksanakan acara Sahur Bersama Shinta Nuriyah Abdurrahman Wahid yang dihadiri ratusan peserta dari lintas agama.
Selain sahur maupun buka bersama, dalam setiap kesempatan acaranya, Shinta Nuriyah yang datang dengan dikawal Pasukan Pengamanan Presiden itu pun selalu menyampaikan tausiyah kebangsaan. Kemudian, juga mengajak para hadirin untuk menyanyikan lagu Satu Nusa Satu Bangsa yang merupakan lagu kesukaannya. Termasuk membaca Syair Abu Nawas yang sering dibawakan Gusdur setiap kali akan mengakhiri ceramah.
Pelaksanaan acara Sahur Bersama Shinta Nuriyah di GKJW Waru yang dihadiri peserta dari lintas agama itu berjalan lancar, aman, dan kondusif. Acara tersebut dibuka dengan pembacaan Ayat Suci Alquran dan ditutup dengan doa oleh Pendeta. Kemudian, setelah acara selesai, para panitia yang berasal dari lintas agama dan organisasi juga bahu-membahu menata kembali kursi-kursi ke tempatnya semula. Termasuk tidak sedikit para hadirin yang meminta foto bersama dengan Shinta Nuriyah.
Ditemui di sela-sela usai acara, Shinta Nuriyah mengungkapkan bahwa sebenarnya yang menjadi sasaran utama di acara sahur bersama adalah kaum duafa, fakir miskin, dan marginal. Mereka sengaja diajak ikut sahur dengan harapan ketika pagi bisa menjalankan ibadah puasa sebaik-baiknya. Namun, pada acara yang diselenggarakan itu, rupanya banyak peminatnya. Termasuk dari lintas agama.
”Ya karena itu akhirnya saya ajak semua. Karena kita ini semua adalah orang Indonesia, yang pada hakikatnya kita itu adalah satu. Satu nusa, satu bahasa yang dirangkum dalam Bhineka Tunggal Ika. Artinya, kita semua bersaudara,” ungkap Shinta kepada Jawa Pos.
Dia menyebut, acara sahur bersama digelar juga dengan tujuan sebagai ungkapan rasa tali persaudaraan, saling menghormati, menghargai, dan tolong menolong. Shinta mengatakan, karena menjalankan kegiatan acara sahur maupun buka bersama keliling, otomatis tidak pernah di rumah selama Ramadhan. Kegiatan tersebut sudah mulai dia lakukan secara rutin setiap tahun sejak masih mendampingi mendiang Gusdur di Istana Negara.
Menurut dia, apa yang dilakukannya itu cukup disenangi Gusdur ketika masih ada.
”Kalau saya, misalnya jam 12.00 belum berangkat, malah lho kok belum berangkat, ini nanti ketelatan lho. Selalu bilang begitu. Dan misal, kalau saya di luar kota, Gusdur juga aktif menelepon, tanya sudah sampai di mana, tidur di mana, terus hati-hati katanya. Terus saya kalau pagi juga telepon si mbok di rumah, minta agar masak menu ini, ini, dan takjilnya untuk Bapak. Jadi, kita berdua sekalipun berjauhan tetapi tetap bersatu,” kenang Shinta kepada Gusdur.
Shinta menambahkan, untuk menjaga stamina serta kesehatannya selama keliling menjalankan kegiatan sahur maupun buka bersama ini, dirinya juga selalu membawa bekal berupa vitamin dari dokter. Termasuk juga ada vitamin khusus yang dibekali putri keduanya, Yenny Wahid. Vitamin tersebut didapat dari luar negeri.
Sementara itu, Pendeta GKJW Waru, Sidoarjo, Kristanto mengungkapkan, acara sahur bersama lintas agama yang digelar di GKJW Waru menunjukkan jati diri Indonesia yang sesungguhnya. Yakni terdiri atas berbagai macam latar belakang baik suku, agama, ras antar golongan. Ketika semua memiliki pikiran baik terhadap jiwa kenegaraan, maka semua bisa dilakukan bersama-sama. Apapun itu.
”Dengan aktivitas-aktivitas kekhususan agama seperti ini, yang terpenting ada perasaan untuk saling menghormati, menghargai, tidak perlu prasangka dengan doktrin macam-macam. Karena ini justru menjadi berkat bersama. Kerukunan itu membuahkan berkat, tetapi jika kita tercerai berai pastilah kita tidak akan pernah menemui sebuah ketenteraman dalam hidup ini. Orang Jawa bilang, kita bisa ngeli tetapi tidak keli,” terang Pendeta Kristanto.
Pendeta Kristanto mengatakan, jemaatnya pun secara umum sangat senang dengan kegiatan sahur bersama lintas agama ini. Hal tersebut terbukti dengan persiapan yang menurutnya juga telah disiapkan dengan baik meskipun saat ini juga tengah di masa Paskah. Sehingga hal tersebut dinilai juga sebagai salah satu bentuk pengorbanan yang dilakukan.
”Sebenarnya yang namanya rumah ibadah itu ya memang ada kekhususan, tetapi dalam rangka sesungguhnya yang namanya rumah ibadah pasti untuk mendekatkan diri kepada Tuhan. Maka kalau pun rumah ibadah kita dalam hal ini gereja dipakai untuk kegiatan agama lain dalam rangka juga untuk lebih dekat kepada Tuhan, mengapa tidak?” ucap Pendeta Kristanto.
Pendeta Kristanto pun menambahkan, kegiatan serupa lintas agama juga pernah digelar di GKJW Waru sebelumnya. Yakni kegiatan haul Gusdur ke-14 yang dilaksanakan pada 9 Januari.
”Jadi, kegiatan lintas agama seperti ini, bukan yang baru pertama kami gelar di sini. Nah, dengan suksesnya haul Gusdur kemarin, ternyata teman-teman punya keinginan untuk mengulang seperti itu. Dan kami ditawari untuk menjadi tuan rumah pelaksanaan acara ini dan kami menerima,” ucap Pendeta Kristanto.
Tag: #menunjukkan #jati #diri #indonesia #melihat #keharmonisan #antar #umat #lintas #agama #saat #sahur #bersama #shinta #nuriyah #gkjw #waru