Fenomena ''No Viral No Justice'', Tantangan Penegakan Hukum di Indonesia
- Pakar hukum tata negara, Bivitri Susanti, menilai fenomena "no viral no justice" mencerminkan penegakan hukum di Indonesia belum berjalan baik.
Banyak kasus yang viral terlebih dulu di media sosial sebelum akhirnya mendapatkan keadilan.
"Kalau kita bicara penegakan hukum, secara sistem sebenarnya kita masih belum bagus. Itulah buktinya, kita viralkan dulu, naikkan dulu kasus extrajudicial killing, kemudian penggusuran yang sebenarnya zolim dan tidak berdasarkan hukum," kata Bivitri, dalam siaran Obrolan News Room Kompas.com, yang dikutip pada Rabu (22/1/2025).
Bivitri memberikan contoh kasus penggusuran rumah warga di Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau, yang menjadi represif dan disertai aksi premanisme, baru terangkat setelah viral di media sosial.
"Itu yang di Rempang kemarin kan pakai preman. Warga digebuki, misalnya. Hal-hal seperti itu baru terangkat ketika sudah ada publikasi di media sosial dan kemudian disambut di media massa," ujar dia.
Sebagai pengajar di Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera, Bivitri menyoroti sistem penegakan hukum di Tanah Air yang belum mampu menyelesaikan permasalahan hukum secara menyeluruh.
Ia menekankan bahwa kejadian hukum di Indonesia sebaiknya dilihat dari perspektif sistemik, bukan individu.
"Jadi, misalnya, 'no viral no justice' terjadi karena kita tidak memiliki sistem yang memungkinkan warga negara biasa, yang tidak punya kekuasaan, untuk mengadu dan memastikan pengaduan tersebut ditindaklanjuti dengan baik," ujar dia.
Bivitri juga menekankan pentingnya reformasi hukum oleh pemerintah untuk menuntaskan kasus-kasus seperti extrajudicial killing, korupsi, dan masalah hukum lainnya.
Dengan demikian, permasalahan serupa diharapkan tidak terulang di masa mendatang.
Ia menambahkan, tanpa adanya reformasi atau solusi sistematis untuk menangani kasus hukum, hal ini tidak berdampak jangka panjang.
Tag: #fenomena #viral #justice #tantangan #penegakan #hukum #indonesia