VIDEO Airlangga Kritik Erick Thohir yang Minta BUMN Borong Dolar AS Demi Amankah Rupiah
16:49
19 April 2024

VIDEO Airlangga Kritik Erick Thohir yang Minta BUMN Borong Dolar AS Demi Amankah Rupiah

Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir meminta sejumlah BUMN besar untuk memborong dolar Amerika Serikat (AS) dalam jumlah besar.

Hal itu dilakukan demi mengamankan rupiah yang nilainya terus anjlok saat ini ke level Rp16.000 per dolar AS.

Namun arahan Erick Thohir tersebut dikritik oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (Menko Perekonomian) Airlangga Hartarto.

Menurut Airlangga, keputusan membeli dolar AS di tengah penguatan indeks dolar merupakan tindakan yang tidak bijaksana.

"Kalau situasi dolar lagi menguat tentu tidak bijaksana untuk beli dolar di harga tinggi," kata Airlangga saat konferensi pers di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Kamis (18/4/2024).

Di tengah tren pelemahan rupiah saat ini, dia menjelaskan, sedianya pihak-pihak terkait perlu meredam kebutuhan terhadap dolar AS.

Terlebih, pemerintah sendiri memiliki instrumen dalam bentuk devisa hasil ekspor (DHE).

Menurutnya dengan alat yang ada, nilai rupiah relatif terkendali.

Namun Airlangga meminta agar impor konsumtif ditahan terlebih dahulu dalam situasi seperti ini.

Sebelumnya, Menteri BUMN Erick Thohir meminta BUMN melakukan langkah cepat dalam meminimalisasi dampak global melalui peninjauan ulang biaya operasional belanja modal, utang yang akan jatuh tempo, rencana aksi korporasi, serta melakukan uji stres dalam melihat kondisi BUMN dalam situasi terkini.

Erick meminta BUMN perbankan menjaga secara proporsional porsi kredit yang terdampak oleh volatilitas rupiah, suku bunga, dan harga minyak.

Dia menyebut BUMN yang terdampak pada bahan baku impor dan BUMN dengan porsi utang luar negeri (dalam dolar AS) yang besar seperti Pertamina, PLN, BUMN Farmasi, MIND ID, agar mengoptimalkan pembelian dolar AS dalam jumlah besar dalam waktu singkat.

Selain itu juga melakukan kajian sensitivitas terhadap pembayaran pokok dan atau bunga utang dalam dolar yang akan jatuh tempo dalam waktu dekat.

Erick mengatakan, BUMN yang berorientasi pasar ekspor seperti Pertambangan MIND ID, perkebunan PTPN, bisa memanfaatkan tren kenaikan harga ini untuk memitigasi tergerusnya neraca perdagangan.

BUMN yang memiliki utang luar negeri atau berencana menerbitkan instrumen dalam dolar AS agar mengkaji opsi hedging untuk meminimalisasi dampak fluktuasi kurs.

Erick sebelumnya memperingatkan BUMN untuk mengantisipasi dampak dari gejolak ekonomi dan geopolitik dunia.

Ia mencontohkan inflasi di AS  sebesar 3,5 persen, membuat langkah Bank Sentral AS atau The Fed menurunkan suku bunga acuan (Fed Fund Rate) tidak akan terjadi dalam waktu dekat.

Erick menyebut kondisi ini memicu menguatnya dolar AS terhadap rupiah dan tentunya kenaikan harga minyak WTI dan Brent yang masing-masing telah menembus 85,7 dolar AS dan 90,5 dolar AS per barel.

Bahkan harga minyak ini diprediksi beberapa ekonom bisa mencapai 100 dolar AS per barel apabila konflik meluas dan melibatkan AS.

Erick menyampaikan dua hal tersebut telah melemahkan rupiah menjadi Rp16.000-16.300 per dolar AS dalam beberapa hari kebelakang.

Nilai tukar ini bahkan bisa mencapai lebih dari Rp 16.500 apabila tensi geopolitik tidak menurun.

Erick menilai situasi ekonomi dan geopolitik tersebut sudah dan akan berdampak kepada Indonesia melalui Foreign Outflow dana investasi yang akan memicu melemahnya rupiah dan naiknya imbal hasil obligasi.

Kemudian juga semakin mahalnya biaya impor bahan baku dan pangan karena gangguan rantai pasok.

Adapun faktor melemahnya rupiah menurut Kepala Ekonom Bahana Sekuritas Satria Sambijantoro adalah karena ekspektasi bahwa The Fed akan menurunkan suku bunga tahun ini. Namun karena inflasi masih terbilang tinggi, The Fed memberikan sinyal bahwa belum tentu menurunkan suku bunga pada tahun ini.

Bahkan mulai diprediksi bisa menaikan suku bunga.

Faktor selanjutnya disebabkan konflik di Timur Tengah atau tensi geopolitik.

Pembelian dolar yang dilakukan Indonesia paling besar adalah di sektor migas, sehingga apabila harga minyak naik maka berpengaruh terhadap permintaan dolar.

Kemudian faktor ketiga dipengaruhi dari sisi domestik. Bulan Mei dan Juni merupakan periode pembayaran utang luar negeri sehingga akan meningkatkan kebutuhan dolar dalam negeri.(*)

Editor: Srihandriatmo Malau

Tag:  #video #airlangga #kritik #erick #thohir #yang #minta #bumn #borong #dolar #demi #amankah #rupiah

KOMENTAR